TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pemerintah Belum Meneliti Penyebab Banjir dan Longsor di Lebak 

Tambang ilegal diklaim jadi biang kerok

IDN Times/khaerul anwar

Banten, IDN Times - Bencana banjir bandang dan longsor di Kabupaten Lebak awal tahun 2020 lalu membuat ribuan bangunan permukiman warga, fasilitas umum dan menelan sebanyak 11 korban jiwa.

Meski sudah 25 hari bencana tersebut berlalu, namun hingga saat ini Pemerintah Provinsi Banten belum melakukan penelitian penyebab bencana banjir bandang dan longsor tersebut.

Baca Juga: 20 Hari Berlalu, 2 Korban Banjir Bandang di Lebak Masih Hilang

1. Baru memotret titik longsor dari udara

IDN Times/khaerul anwar

Kepala Cabang Dinas Lingkungam Hidup dan Kehutanan (LHK) Cabang Lebak-Tangerang, Fiva Zabreno mengaku, pihaknya hanya baru memotret dari udara terhadap titik longsor di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) di wilayah Lebak yang menerjang enam kecamatan.

"Kita baru melihat titik-titiknya saja, belumm sampai (meneliti), nanti itu ada tim tersendiri lah. Tim dari provinsi nanti gabungan, ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) nya, kita (LHK) nya," katanya, Sabtu (25/1).

2. Akan melakukan rehabilitasi lokasi terdampak

IDN Times/khaerul anwar

Mereka baru memetakan titik longsor dan banjir bandang menggunakan GPS. Pihaknya mengklaim, hasil dari GPS itu akan dilakukan penanaman sekaligus rehabilitasi lokasi terdampak bencana alam. Berupa penanaman pohon dilereng gunung yang rawan longsor.

"Kemarin kita sudah mengambil titik melalui GPS, mengambil titik-titik yang akan kita kerjakan. Jadi ada enam kecamatan lokasi pascabencana ini, nanti kita akan ada tindakan penanaman di sini, penanaman di lereng-lereng yang dianggap berbahaya untuk longsor," katanya.

3. Hasil penelitan air sungai dampak penggunaan merkuri belum keluar

IDN Times/Khaerul Anwar

Pihaknya pun belum mendapatkan hasil penelitian air dan lingkungan di sekitar TNGHS yang berada di Kabupaten Lebak, apakah mengandung merkuri atau tidak. Karena biasanya, penambang emas tradisional akan menggunakan zat kimia berbahaya itu untuk mengolah batuan emas menjadi emas murni.

Dampak penggunaan merkuri memang tidak langsung dirasakan namun akan berdampak berbahaya terhadap masyarakat sekitar.

"Berbahaya seumpamanya jika digunakan di aktivitas pertambangan. Karena nanti mereka mencucinya di air, airnya mengalir, itu kan nanti bisa dipakai oleh manusia, oleh hewan, dan tumbuhan juga. Dampak negatif, banyak penyakit yang disebabkan zat kimia merkuri, ada kurang pertumbuhannya, orangnya menjadi kecil," katanya.

Baca Juga: Polda Banten Belum Berhasil Tangkap Bos Tambang Emas Ilegal di Lebak

Berita Terkini Lainnya