Polemik Permintaan Suku Baduy, Pengamat: Akibat Perencanaan Tak Jelas
Pemprov dan Pemkab Lebak dinilai tak lindungi local wisdom
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Serang, IDN Times - Polemik masyarakat adat Baduy yang minta dihapus dari destinasi wisata kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo, disebut analis kebijakan publik dari Universitas Islam Syech Yusuf (Unis) Tangerang, Adib Miftahul, sebagai persoalan klasik yang akhirnya mencuat ke publik.
Adib menilai, selama ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten khususnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak, tak punya rencana yang jelas dalam menjaga kearifan lokal (local wisdom) suku-suku adat di Banten.
"Kata kunci soal baduy itu bukan sekedar mengubah istilah. Misalnya wisata jadi saba atau silaturahmi. Hal mendesak secara prinsip adalah ya Baduy harus jadi subjek pembangunan Budaya. Maksudnya, sejauh mana pembangunan itu benar-benar melibatkan Baduy untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri," kata Adib kepada IDN Times, Kamis (13/7/2020).
1. Warga suku Baduy selama ini hanya jadi objek
Adib menjelaskan, selama ini warga suku Baduy Hanya menjadi objek atas nama pembangunan, dan objek atas nama pariwisata yang sudah berlangsung lama serta tidak berubah.
"Ketika perhatian pemerintah provinsi dan yang lebih dekat Pemkab Lebak hanya sampai di situ (objek), jangan harap bahwa kearifan lokal budaya Baduy yang luhur bisa memberi sumbangsih pada sebuah nilai-nilai budaya yang bisa dibanggakan. Atau bisa diikuti sebagai kesatuan dari keaneka ragaman budaya Nusantara," kata Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) di Unis Tangerang.
Menurutnya, masalah terbesar Baduy atas polemik yang terjadi belakangan ini adalah eksploitasi sebagai objek wisata saja. "Apalagi objek wisata yang menurut saya sudah profit oriented dan di sisi lain masyarakat Baduy tidak menerima banyak soal hasil selama mereka dijadikan objek. Kan gitu masalahnya yang mengemuka," kata Adib.