TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejarah Kesultanan Banten dan Syiar Islam di Tanah Jawara

Kesultanan Banten memiliki penduduk multi-etnis

Banten lama (Wikipedia.org/Johann Theodor de Bry (1560-1623) and Johann Israel de Bry (1565-1609))

Serang, IDN Times - Di Tanah Jawara, ada beberapa kerajaan yang pernah berdiri dan berkuasa. Salah satu yang besar adalah Kesultanan Banten.

Kerajaan atau Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan yang berhasil berdiri di Tatar Pasundan yang wilayahnya kini menjadi Provinsi Banten. Kerajaan Islam ini berdiri sejak 1526 dengan Surosowan, Banten Lama, Kota Serang sebagai ibu kotanya.

Pendirian kerajaan yang berada di Banten ini berawal dari Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak yang memperluas pengaruhnya. Perluasan tersebut berlangsung hingga ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dan kemudian menaklukkan beberapa kawasan pelabuhan.

Untuk mengantisipasi terealisasinya perjanjian antara Kerajaan Sunda dan Portugis, Kesultanan Banten menggunakan pelabuhan tersebut sebagai kawasan perdagangan dan pertahanan. Kerajaan Banten berhasil berdiri sendiri berkat peran dari Maulana Hasanuddin (Putra Sunan Gunung Jati) yang menaklukkan kedua kerajaan tersebut).

Seperti sejarahnya? Simak yuk penjelasan di bawah ini yang disarikan dari berbagai sumber.

Baca Juga: Serba-Serbi Informasi tentang Sejarah Banten

1. Kesultanan Banten dan syiar Islam

Peta wilayah Kesultanan Banten (Wikimedia.org/Gunawan Kartapranata)

Pada mulanya, masyarakat Banten telah dipengaruhi oleh Kerajaan Tarumanegara, Sriwijaya, dan Sunda yang membawa keyakinan Hindu-Budha. Akan tetapi, setelah Banten menjadi kerajaan sendiri, Sunan Gunung Jati bersama putranya, yaitu Maulana Hasanuddin, menyebarkan agama Islam secara intensif.

Penyebaran agama Islam dilakukan dengan menyebarkan dakwah, dan Islam sudah menjadi pilar pendirian kerajaan atau Kesultanan Banten. Para ulama berperan penting dalam kehidupan masyarakat, kemudian tarekat maupun tasawuf dan debus juga mulai berkembang di daerah Banten.

2. Kesultanan dengan penduduk multi-etnis

Wikimedia.org/François Valentijn

Meski Kesultanan Banten didominasi oleh masyarakat beragama Islam, namun toleransi umat beragamanya berkembang dengan baik. Komunitas tertentu tetap bisa membangun sarana peribadatan mereka seperti membangun klenteng (1673).

Kesultanan Banten termasuk sebagai kerajaan dengan penduduk multi-etnis, karena penduduknya berasal dari Jawa, Sunda, hingga Makassar, Bugis, dan Bali. Berdasarkan sensus VOC pada tahun 1673, keseluruhan penduduk dari kewarganegaraan apapun termasuk anak-anak, perempuan, dan lansia, berjumlah 150.000 orang.

Baca Juga: 3 Pahlawan Nasional dari Banten, Ada Ageng Tirtayasa

3. Perekonomian dan kejayaan Kesultanan Banten

Kesultanan Banten (Wikimedia.org/Steven Adriaan Buddingh (1811-1869))

Untuk perekonomian di Banten, daerah pesisir perekonomian masyarakat ditopang kegiatan perdagangan, sedangkan daerah pedalaman adalah pertanian. Sebelum pertanian mulai dikembangkan pada tahun 1667, Penduduk pedalaman mengandalkan bidang perladangan, sesuai penafsiran naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian.

Pertanian akhirnya menjadi sumber ekonomi Banten setelah dibuatnya pengairan besar untuk mengembangkan pertanian. Sumber pertanian yang ada saat itu adalah sawah, serta perkebunan kelapa dan tebu, dengan total petani sebanyak 30.000 orang.

Kesultanan Banten sendiri mencapai puncak kejayaan di bawah kepemimpinan  Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Kejayaan Kesultanan Banten diyakini berada di bawa tampuk pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa (Alchetron)

Dalam pemerintahan Kerajaan Banten, Khadi memiliki peran penting, karena bertanggung jawab dalam menyelesaikan sengketa rakyat di pengadilan agama. Selain itu, Khadi jika berperan dalam menegakan hukum Islam, seperti Hudud.

Setelah resmi menjadi kerajaan mandiri, penguasa Banten menggunakan gelar sultan, sedangkan untuk lingkaran istana menggunakan pangeran.

Gelar mangkubumi, syahbandar, Khadi, dan patih berperan dalam administrasi pemerintahan, dan ada kaum ulama, jawara, dan pamong praja. Pusat pemerintahan Banten berada di (sungai) Ci Banten dan Ci Karangantu, dan rancangan Kota Banten dipengaruhi konsep Hindu-Budha.

Pemimpin pertama Kesultanan Banten pada tahun 1552-1570 adalah Sultan Maulana Hasanuddin, dan kemudian dilanjutkan Sultan Maulana Yusuf tahun 1570-1585.

Kejayaan Kesultanan Banten diyakini berada di bawa tampuk pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa (1651 - 1683).

Pemerintahan Kesultanan Banten berlangsung hingga tahun 1813, dan pada 1809-1813, akhir kejayaan Kesultanan Banten dipimpin Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin. Setelah dihapuskan Belanda, Kesultanan Banten diwariskan pada Pangeran Surya Kumala pada tahun 1832-1888 dan tiga orang lainnya.

pada tahun 2016 Kesultanan Banten kembali dihidupkan dengan pengangkatan Sultan Banten ke-18, yakni Sultan Syarif Muhammad ash-Shafiuddin. Adapun dasar Ketetapan Pengadilan Agama Serang nomor 0316/PDT.P/2016/PA.SRG tanggal 22 September 2016 tentang Penetapan Ahli Waris.

Berita Terkini Lainnya