Kasus Pertamax Oplosan di SPBU Ciceri Segera Disidang, Tersangka Bertambah

- Tersangka baru, Deden, menyuplai BBM ilegal tanpa dokumen resmi
- Kasus terungkap setelah keluhan pengendara motor dan viral di media sosial
- BBM oplosan ini berpotensi merusak mesin kendaraan dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara
Serang, IDN Times - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten resmi menerima pelimpahan berkas perkara dan barang bukti kasus Pertamax oplosan di SPBU Ciceri, Kota Serang. Selain dua tersangka utama, Nadir Sudrajat (pengelola SPBU) dan Aswan alias Emon (pengawas SPBU). Selain mereka, Kejati Banten juga menetapkan satu tersangka baru, yakni Deden, yang diduga sebagai penyuplai BBM ilegal.
“Pelimpahan tahap dua dilakukan pada 19 Juni 2025. Jaksa saat ini tengah menyusun dakwaan untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Serang,” kata Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, Senin (23/6/2025).
1. Tersangka baru berperan menyuplai BBM, tanpa dokumen resmi

Dari berkas perkara yang diterima, Deden berperan sebagai pihak yang menjual BBM oplosan ke pengelola SPBU. Ia disebut memasok bahan bakar tanpa dokumen resmi dari seorang berinisial DH di Jakarta.
Rangga mengatakan dari berkas yang diterima pihaknya, polisi melimpahkan dua berkas dengan tiga tersangka termasuk Deden yang perannya merupakan penyuplai BBM tersebut. “Dia (Deden) perannya menjual, mengenai kapan ditetapkannya kami tidak tahu. Hanya menerima pelimpahan,” ujarnya.
2. Kasus ini terungkap setelah ada keluhan pengendara motor dan viral di media sosial

Kasus ini mencuat usai video viral pada Maret lalu, memperlihatkan pengendara yang menemukan bahan bakar berwarna hitam pekat usai mengisi Pertamax di SPBU Ciceri.
Hasil penyelidikan mengungkap, Nadir menyuruh Aswan membeli BBM oplosan seharga Rp10.200 per liter, lalu mencampurkannya dengan Pertamax asli dalam tangki timbun SPBU dan menjualnya ke publik seharga Rp12.900 per liter. “Pelaku tidak membeli dari Pertamina Patra Niaga, melainkan dari pihak lain tanpa dokumen. Lalu mencampurkannya agar menyerupai Pertamax,” ujar Wakil Direktur Kriminal Khusus Polda Banten, AKBP Bronto Budiono dalam konferensi pers, beberapa waktu lalu.
3. BBM oplosan ini berpotensi merusak mesin kendaraan

Hasil uji laboratorium Pertamina menunjukkan bahwa titik didih akhir (Final Boiling Point/FBP) BBM tersebut melebihi ambang batas. Dari hasil lab yang diterima pada 5 April 2025, FBP berada di angka 218,5, padahal batas maksimal menurut BPH Migas adalah 215.
“BBM oplosan ini berpotensi merusak mesin kendaraan, seperti mogok, overheating, dan munculnya kerak dalam mesin,” kata Bronto.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 54 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi jo Pasal 55 KUHP dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.