Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

6 Dampak Buruk Silent Treatment, Jangan Dibiasakan ya

ilustrasi cuek (pexels.com/Liza Summer)

Dalam menjalin suatu hubungan dengan orang lain, komunikasi adalah kunci penting untuk menjaganya agar tetap langgeng. Meskid demikian, ketika hati dongkol, orang justru kerap mengerahkan jurus silent treatment. 

Menurut psikolog klinis Veronica Adesla, seperti dikutip dari laman rsj.acehprov.go.id, silent treatment adalah perilaku mendiamkan, yakni dengan tidak berbicara atau menganggap keberadaan orang lain. Seringkali, hal ini dilakukan seseorang ketika sedang marah atau bertengkar dengan orang yang didiamkan.

Istilah silent treatment memang seringkali ditujukan kepada orang-orang yang memilih mendiamkan orang lain ketika sedang marah. Seringkali perilaku ini bisa menimbulkan frustasi pada orang-orang yang diabaikan.

Di bawah ini beberapa dampak buruk ketika kamu mengerahkan jurus silent treatment ketika marah kepada seseorang. 

1. Muncul asumsi yang seringkali tidak berlandaskan fakta

ilustrasi pasangan (pexels.com/RDNE Stock project)

Ya, ketika kamu mogok berkomunikasi kepada seseorang, dia akan terus bertanya-tanya pada diri sendiri tentang apa yang kamu inginkan dan rasakan selama kamu mengacuhkan dia.

Lambat laun, akan muncul asumsi tentangmu dari dalam diri mereka. Padahal, belum tentu itu yang sebenarnya terjadi. Mereka tidak memiliki pilihan lain untuk berpegang pada asumsi tersebut selama kamu tidak jujur.

2. Muncul konflik-konflik lainnya dan memperburuk keadaan

ilustrasi cuek (pexels.com/Keira Burton)

Dengan semakin banyaknya asumsi, hal tersebut lantas membuatmu dan lawan bicara kamu menjadi lebih sensitif. Obrolan sederhana yang awalnya untuk basa-basi bisa menjadi hal yang mengganggu.

Masalah baru pun muncul dan hubungan kalian akan semakin menjauh dan lantas menjadi canggung. Tidak mungkin mengatasi konflik baru apabila masalah utama belum diselesaikan.

3. Menyakiti perasaan orang tersebut

ilustrasi sedih (pexels.com/Liza Summer)

Seperti dibahas di atas, silent treatment akan menyebabkan lawan bicara kamu frustasi. Sikap acuhmu bisa membuatnya terluka.

Berada di posisinya akan sangat menyiksa lantaran ia diacuhkan tanpa tahu betul apa penyebabnya meski sudah berusaha untuk mencari tahu. Apabila masalah utamanya adalah perasaanmu yang tersakiti terlebih dahulu, lebih baik bicarakan saja daripada membalasnya dengan sikap diam.

4. Silent treatment menyulitkan kedua belah pihak untuk berkomunikasi dan menyelesaikan masalah

Dengan hilangnya kesempatan untuk komunikasi, hal ini akan menghambat proses penyelesaian masalah yang terjadi. Kamu tidak tahu cara membuatnya sadar, ia pun juga tidak tahu bagaimana caranya untuk membuatmu berbicara.

Masalah yang ada pun akhirnya tidak akan kunjung usai selama kamu memutus komunikasi dengan orang tersebut.

5. Mengurangi kualitas dari hubungan yang telah dijalani selama ini

ilustrasi saling cuek (pexels.com/RDNE Stock project)

Membina hubungan dari orang asing menjadi orang yang cukup dekat bukanlah proses yang singkat. Butuh waktu yang panjang, dedikasi yang tidak main-main, dan pengorbanan yang cukup berarti.

Usaha kalian berdua dalam membangun hubungan ini lambat laun akan menjadi sia-sia lantaran kualitasnya terus menurun akibat masalah yang tak kunjung diselesaikan.

6. Menyakiti kedua belah pihak secara emosional

ilustrasi kecewa (pexels.com/Alex Green)

Tidak ada yang mau tersakiti. Meski demikian, hal tersebut tidak dapat dihindari dalam hidup ini. Memilih untuk diam dan tidak membicarakan suatu masalah bisa menjadikan perasaan tersebut semakin parah.

Sakit secara emosional bisa jadi lebih mengganggu lantaran hal ini akan menyebabkan suasana hati menjadi tak menentu dan semangat pun ikut padam.

Silent treatment sebaiknya tidak menjadi kebiasaan. Kebiasaan ini akan memperburuk keadaan dan bisa menimbulkan kerugian yang tidak diharapkan.  Lebih baik bicarakan langsung masalahnya kepada orang tersebut sehingga bisa segera teratasi dan hubungan kalian menjadi harmonis kembali.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Mayang Ulfah Narimanda
Ita Lismawati F Malau
Mayang Ulfah Narimanda
EditorMayang Ulfah Narimanda
Follow Us