Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Lelaki Tak bercerita, Pilih Melamun untuk Stress Release

ilustrasi bengong (pexels.com/pavel danilyuk)
ilustrasi bengong (pexels.com/pavel danilyuk)
Intinya sih...
  • Keinginan menyendiri kerap disalahartikan orang terdekat
  • Sudah dewasa lebih pilih cerita ke psikolog dari pada ke teman, tapi...
  • Cerita ke psikolog malah distigma gila

Lebak, IDN Times - Di tengah kehidupan yang semakin kompleks, tak sedikit orang dewasa yang memilih memproses masalah secara mandiri, tanpa banyak bicara ke orang lain. Ahmad (29), warga salah satu perumahan di kawasan Maja, Kabupaten Lebak, Banten, membagikan pengalamannya menghadapi tekanan hidup dengan caranya sendiri: diam, berpikir, dan meminta waktu.

“Kalau lagi punya masalah tuh paling enggak enak sebetulnya kalau enggak dikasih waktu sendiri,” ungkap Ahmad, Minggu (22/6/2025).

“Misalnya kalau udah punya istri, istrinya suka bilang ‘ngapain sih jauh-jauh dari anak istri’, padahal kan cuma mau stress release atau kontemplasi aja,” tambahnya.

1. Keinginan menyendiri kerap disalahartikan orang terdekat

ilustrasi melamun (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi melamun (pexels.com/cottonbro studio)

Ia menjelaskan, keinginan untuk menyendiri kerap disalahartikan oleh orang-orang terdekat, baik pasangan maupun orang tua.

“Kalau masih tinggal sama ortu, ya paling dikira banyak bengong atau malah diawasin terus karena takut ngelakuin hal-hal yang enggak-enggak. Padahal cuma butuh waktu buat ngelamun dan nyelesain persoalan di kepala sendiri,” kata dia.

Meski begitu, Ahmad menegaskan bahwa kebutuhan untuk menyendiri bukan berarti melarikan diri dari tanggung jawab.

“Kalau masalahnya memang harus segera diselesaikan, ya diselesaikan. Tapi tetap, manusia butuh waktu untuk menenangkan pikiran,” ungkapnya.

1. Sudah dewasa lebih pilih cerita ke psikolog dari pada ke teman, tapi...

ilustrasi laki-laki sedang melamun (pexels.com/Bruno Thethe)
ilustrasi laki-laki sedang melamun (pexels.com/Bruno Thethe)

Ahmad mengaku, kebiasaan bercerita ke teman untuk meringankan beban sudah mulai ia tinggalkan sejak memasuki usia 25 tahun.

“Rasanya enggak tepat aja. Masalah orang dewasa itu sering kali udah menyangkut aib, dan teman kita juga punya masalah sendiri. Yang ada malah jadi adu nasib,” ujarnya dengan nada datar.

Menurutnya, solusi terbaik justru datang dari refleksi pribadi. “Cerita ke siapa pun enggak akan nyelesain masalah kalau kita enggak benar-benar mau selesaikan sendiri. Jadi ya balik lagi ke keputusan masing-masing,” ungkapnya.

3. Cerita ke psikolog malah distigma gila

ilustrasi orang melamun (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi orang melamun (pexels.com/cottonbro studio)

Ahmad juga tak menampik pentingnya profesional di bidang kesehatan mental, seperti psikolog. “Paling enak tuh sebenarnya cerita ke psikolog, karena mereka emang dibayar buat dengerin dan ngebantu. Tapi ya stigma di masyarakat masih kuat. Dibilangnya ke psikolog tuh buat orang gila,” kata dia.

Meski lebih banyak memendam, Ahmad tetap berusaha jujur secara personal. “Saya tipe orang yang kalau enggak suka ya bilang enggak suka. Kadang itu bisa bikin kita terhindar dari masalah, tapi kadang juga malah nambah masalah,” tuturnya sambil tersenyum kecil.

Kisah Ahmad merefleksikan kegelisahan banyak orang dewasa muda yang menghadapi tekanan sosial, beban hidup, dan kurangnya ruang personal. Di balik keheningan dan jarangnya curhat, ada kebutuhan mendasar akan dimengerti bukan untuk dihakimi, tetapi diberi ruang.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us