TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Filosofi dan Keseriusan Suku Baduy dalam Menjaga Hutan 

Suku Baduy jauh dari bencana alam

Suku Baduy (IDN Times/Muhammad Iqbal)

Lebak, IDN Times - Beberapa waktu lalu, viral video tetua adat Baduy yang menangis setelah melihat hutan di Gunung Liman rusak karena ulah para penambang liar. Itu menjadi salah satu bukti keseriusan suku di pedalaman ini dalam menjaga hutan. 

Suku Baduy merupakan salah satu suku di Tanah Air yang juga menolak perkembangan zaman dan teknologi. Mereka setia menerapkan amanat nenek moyang mereka, termasuk dalam menjaga kelestarian hutan. 

Hal ini lah yang menjadikan suku ini jauh dari bencana alam. Di tengah musim hujan saat ini, banjir dan longsor jauh dari pemukiman Baduy. 

Kawasan Baduy merupakan wilayah hulu di Provinsi Banten karena memiliki beberapa daerah aliran sungai (DAS), di antaranya Ciujung, Cisimeut, Ciberang, dan Cimadur.

"Kami sangat serius menjaga pelestarian hutan dan lahan untuk mengantisipasi bencana alam," kata Tetua adat yang juga Kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, Jaro Saija, seperti dikutip dari Antaranews, beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Dalam Tangis, Tokoh Adat Baduy Sesalkan Perusakan Gunung Liman

1. Filosofi Baduy dalam menjaga kelestarian hutan

Tangkapan layar video

"Lojor henteu beunang dipotong, pendek henteu beunang disambung" (panjang tidak boleh dipotong dan pendek tidak boleh disambung).

Itu lah filosofi masyarakat Baduy dalam menjaga melestarikan kawasan hutan lindung, seperti dikutip dari situs Antaranews. Komitmen yang kuat itu didasari bahwa hutan merupakan amanat dan titipan leluhur untuk dijaga karena memberikan manfaat luar biasa untuk kesejahteraan dan keberlangsungan hidup manusia.

Suku Baduy meyakini, jika titipan leluhur itu tidak dilakukan maka menimbulkan malapetaka bencana alam. 

Selama ini, bencana alam yang terjadi di berbagai daerah, seperti longsor, banjir , kekeringan yang berpotensi kebakaran hutan juga krisis air bersih dan pemanasan global, akibat kerusakan hutan.

Baca Juga: Soal Kolom Agama di KTP, Warga Baduy: Kami Seperti Tak Punya Agama

2. Suku Baduy dan gerakan penghijauan hutan

IDN Times/Muhamad Iqbal

Jaro Saija mengungkap, masyarakat Baduy menjaga dan melestarikan kawasan hutan lindung hingga seluas 3.101 hektare. "Dan kondisinya terjaga dengan baik, " kata dia.

Berdasarkan tanah hak ulayat adat sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 tahun 2001, luasnya 5.101 hektare terdiri dari 3.101 hektare kawasan hutan lindung dan 2.000 hektare pemukiman.

Setiap tahun, warga Baduy melakukan gerakan penghijauan dengan berbagai tanaman agar habitat ekosistem tetap lestari dan hijau. Hal ini lah yang membuat keseimbangan alam di kawasan Baduy terjaga. 

Mereka dilarang menebang pohon yang ada di kawasan hutan lindung karena bisa menimbulkan kerusakan lahan dan hutan. Warga Baduy yang berpenduduk 11.800 jiwa tersebar di 68 perkampungan Baduy Luar dan tiga Kampung Baduy Dalam,  tetap komitmen menjaga hutan lindung sebagai pilar kehidupan.

3. Kawasan pemukiman Baduy jauh dari bencana alam

Suku Baduy bertani (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Selama ini, menurut Jaro Saija, pemukiman kawasan Baduy Luar dan Baduy Dalam relatif aman dari ancaman bencana banjir dan longsor, meskipun cuaca buruk yang ditandai hujan lebat disertai angin kencang.

Sebab, warga Badui yang berada di kaki Gunung Kendeng melindungi hutan dengan pelestarian alam dan penghijauan. "Kami meyakini pelestarian lingkungan dan penghijauan dapat mencegah bencana banjir dan longsor, " katanya 

 Begitu juga Jaro Tanggungan 12 Ayah Mursyid yang mengatakan saat ini warga Baduy konsisten menjaga kawasan hutan lindung agar tidak mengakibatkan bencana alam hingga menimbulkan korban jiwa.

Mereka sejak nenek moyang hingga sekarang tetap menjaga dan melestarikan penghijauan kawasan hutan lindung. Bahkan, kawasan tanah hak ulayat adat menolak modernisasi dan tidak memiliki jalan aspal maupun jaringan listrik.

“Kami melarang warga luar memasuki hutan hak ulayat Badui dengan membawa angkutan, seperti motor, mobil, dan truk, sebab kendaraan bisa merusak hutan kawasan Baduy,” katanya.

Baca Juga: Mengenal Angklung Buhun, Alat Musik Sakral Suku Baduy

Berita Terkini Lainnya