TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

DJP Banten Limpahkan Kasus Pengemplang Pajak ke Kejati

Tersangka merupakan bos perusahaan periklanan

Dok. Kejari Tangsel

Tangerang Selatan, IDN Times - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Banten melimpahkan tersangka dan barang bukti perkara tindak pidana perpajakan dengan tersangka berinisial SHK ke Kejaksaan Tinggi Banten melalui Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang Selatan (Tangsel).

SHK merupakan mantan bos perusahaan periklanan yang diduga mengemplang pajak hingga Rp1,7 miliar pada tahun 2017.

Baca Juga: Mengenal Pajak Langsung dan Perbedaannya dengan Pajak Tidak Langsung

1. Perkara terjadi pada 2017

Ilustrasi Koruptor (IDN Times/Mardya Shakti)

Plt Kepala Badan Penyuluhan dan Pelayanan Masyarakat Kanwil DJP Provinsi Banten M Junaidi, mengungkapkan bahwa SHK telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan perkara perpajakan dari hasil sidik penyidik pajak Kanwil DJP Provinsi Banten. 

Menurutnya, tersangka SHK diduga  menerbitkan faktur pajak dan sudah memunggut PPN dari lawan pihak yang bertransaksi melalui perusahaannya di bidang jasa periklanan. Akan tetapi, pajak dari transaksi periklanan tersebut tidak lantas disetor atau dilaporkan pada SPT masa PPN tersebut terjadi.

“Selain itu, tersangka SHK juga disangka melaporkan beberapa SPT masa PPN yang isinya tidak benar atau tidak lengkap. Hal ini terjadi dalam kurun waktu Januari sampai dengan Desember tahun 2017,” kata Junaidi, Kamis (2/2/2023).

2. Ini pasal yang menjerat tersangka SHK

Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Junaidi mengungkapkan, atas perbuatannya dengan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, maka menimbulkan kerugian pada pendapatan negara hingga mencapai Rp1,7 miliar. 

Tersangka disangkakan Pasal 39 ayat (1) huruf c dan/atau Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dengan ancaman pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Baca Juga: Kejari Tangsel Tetapkan Mantan Kepsek di Tangsel Tersangka Korupsi PIP

Berita Terkini Lainnya