Banten, IDN Times -Salah satu petinggi Kekaisaran Sunda Empire-Earth Ki Ageng Rangga permah tinggal di Kota Serang, Banten dan memiliki seorang istri pada tahun 2013. Mantan istri mengungkap soal Rangga.
Namun wanita ini minta disembunyikan identitasnya sebenarnya. Ia meminta dipanggil Puteri. Menurut dia banyak kejanggalan dan keanehan semenjak awal mula keduanya bertemu.
Saat ditemui di kediamannya di Kecamatan Cipocok, Kota Serang dia bercerita saat pertama bertemu dengan Rangga, dia seolah-olah terhipnotis dan mau diajak menikah begitu saja.
"Saya juga gak ngerti, terkesima aja waktu itu. Batin saya kaya dikuasai, gak ngerti saya, banyak diam saya. Dia datang ke sini, terus cerita dari Brebes. Kelahirannya Brebes," kata Puteri kepada wartawan, Kamis (30/1).
Puteri mengatakan, sebelum dia menikah secara legal, dia pernah menikah di bawah tangan (nikah siri) dengan pria yang diklaim sebagai Sekretaris Jenderal Sunda Empire. Awal bertemu dia mengaku berstatus duda dan pernah menjadi anggota parlemen di Senayan.
Rangga datang ke Kota Serang dan melamarnya saat itu juga. Malam harinya, Rangga dan Puteri menikah siri di Kota Serang, Banten. Namun usai menikah, petinggi Sunda Empire itu jarang tinggal bersama istrinya.
"Dia sering telepon, ngajak ketemuan, pas ketemu di sini (Kota Serang) nikah. Siang ketemu, malem nikah siri. Nikah legalnya 2013. Karena saya juga enggak mau pacaran, tapi saya juga enggak ngerti kenapa bisa begitu. Jarang ketemu, ketemu seminggu sekali, dua minggu sekali, sebulan sekali, jarang ketemu," katanya.
Karena tak kuat dengan perilaku Rangga yang memiliki banyak kejanggalan dan kehidupan tak jelas, Puteri memilih menggugat cerai sang suami pada tahun 2014 lalu.
"Tahun 2013 sampai 2014 itu masalah, jadi saya proses (cerai). (Tahun) 2014 saya proses, terus saya tinggal," katanya.
Kekaisaran Sunda Empire-Earth Empire akhirnya runtuh di tangan Polda Jabar. Tiga pucuk pimpinan Sunda Empire ditetapkan tersangka. Ketiga tersangka tersebut adalah, Nasri Bank alias NB, Ki ageng Rangga Sasana alias KARS dan Raden Ratna Ningrum (RRN).
Ketiganya dijerat dengan pasal 14 dan atau 15 UU RI nomor 1 1946 dengan ancaman 10 tahun penjara.