Berkat Sebuah Manuskrip, Hari Jadi Kabupaten Tangerang Diubah
Dianggap sebagai pengingat agar tak melupakan sejarah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tangerang, IDN Times - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang resmi mengubah hari jadi Kabupaten Tangerang, dari tanggal 27 Desember 1943 menjadi 13 Oktober 1632. Secara otomatis, usia Kabupaten Tangerang dari 76 tahun menjadi 388 tahun, hampir sama tuanya dengan Kota Jakarta dan Bogor.
Salah satu faktor diubahnya hari jadi tersebut karena naskah tulisan tangan atau manuskrip yang dimiliki keluarga keturunan salah satu pendiri Tangerang, Raden Aria Wangsakara.
Manuskrip itu terhimpun dalam buku Paririmbon Ka-Aria-an Parahyang tahun 1830 Masehi yang disusun oleh Bale Adat Kaum Parahyang, semacam Dinas Arsip di masa pemerintahan terdahulu.
Pemkab Tangerang selama proses perubahan menggandeng sejarawan dari Universitas Padjajaran Bandung dan sejarawan Banten untuk mengkaji keaslian buku tersebut.
Tidak hanya diteliti, dilakukan juga perbandingan dan koroboras data dengan berbagai data sejarah dari Banten, Sumedang, dan Belanda sebagai bukti otentik lainnya yang mana isi data saling sinkron, menguatkan, dan saling melengkapi.
Saat ini, buku yang sudah berusia 189 tahun itu rawan rusak, keturunan Raden Aria Wangsakara memilih untuk menyalin kembali buku tersebut agar masyarakat dapat mempelajari sejarah berdirinya Tangerang yang saat ini menjadi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Tangerang Selatan.
Saat ditemui IDN Times Rabu (28/8) di Taman Makam Pahlawan (TMP) Raden Aria Wangsakara, Jalan Lengkong Kiai, Desa Lengkong Kulon Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Banten, salah satu pihak keluarga keturunan pendiri Tangerang, Raden Haris Bayu Yasin, mengizinkan untuk mengamati isi manuskrip tersebut.
Akan tetapi buku yang diperlihatkan hanyalah naskah salinan dan transliterasinya saja karena berbagai pertimbangan untuk menunjukkan manuskrip asli yang sudah tua dan rapuh.
Terhitung buku itu sudah dijaga 7 generasi Raden Aria Wangsakara hingga sekarang. Keturunan Raden Aria Wangsakara tidak jauh berbeda dari masyarakat pada umumnya, kulit sawo matang dengan tinggi badan 160 sampai 170 sentimeter.
Berpakaian umum khas santri, dengan ikat kepala Lomar menjadi simbol tersendiri bagi keluarga keturunan bangsawan tersebut. Masing-masing dari mereka memiliki tugas pokok dan fungsi yang terorganisir dengan baik untuk memberikan pemahaman, penjelasan, dan pengertian kepada masyarakat yang hendak mempelajari sejarah, budaya, dan syiar leluhur mereka.
1. Buku Paririmbon Ka-Aria-an Parahyang masih dijaga keturunan Raden Aria Wangsakara
Salah satu keturunan Raden Aria Wangsakara, Tubagus (TB) Nurfadhil, mengatakan bahwa bukti data salinan Paririmbon Ka-Aria-an Parahyang merupakan harta warisan berharga keluarga besarnya yang selama ini dirawat dan dipelihara oleh sesepuh keluarga yakni Raden Haris Bayu Yasin.
"Di manuskrip ini menunjukkan sejarah cikal-bakal adanya pembentukan pemerintahan di Tangerang yang lengkap dengan waktunya, yang bila dikonversi ke tahun Masehi didapati tanggal 13 Oktober 1632 Masehi," jelasnya kepada IDN Times.
Baca Juga: Viral Video Ayah Bopong Jenazah Anak di Tangerang, Ini Faktanya
Baca Juga: Faktor Urbanisasi, Bupati Tangerang Dukung Ibu Kota Pindah dari DKI