TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ironi Kasus Kekerasan Seksual Anak di Lingkungan Pendidikan di Banten

Ada 17 kasus selama 2022-2023, terbanyak di ponpes

Ilustrasi aktivitas pondok pesantren. IDN Times/Masdalena Napitupulu

Serang, IDN Times - Rentetan panjang kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi akhir-akhir ini telah mencoreng reputasi dunia pendidikan di Provinsi Banten.

Ruang sekolah hingga ingkungan pendidikan keagamaan seperti pondok pesantren tidak lagi menjadi tempat aman dan 'steril' dari predator seksual. Beberapa kasus kekerasan pada anak di Banten justru terjadi di ruang yang seharusnya menjadi tempat anak menimba ilmu pengetahuan. 

Baca Juga: Cabuli 5 Santriawati, Pimpinan Ponpes di Serang Ditangkap Polisi

1. Ada 17 kasus kekerasan seksual anak yang terjadi di tempat pedidikan di Banten selama 2022-2023

IDN Times/Sukma Shakti

Menurut data Komnas Perlindungan Anak (PA) Banten terkait kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan pendidikan dalam rentang waktu 2022 hingga awal 2023, terdapat 17 kasus kekerasan seksual.

Berdasarkan rincian data pendampinan kasus di tahun 2022, Komnas Anak Provinsi Banten memberikan pendampingan terhadap kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, yang terjadi sebanyak 12 kasus dengan rincian tiga kasus di Kota Serang, tujuh kasus di Kabupaten Tangerang, dan dua kasus di Kabupaten Serang.

"Sedangkan di awal tahun 2023 telah terjadi 5 (lima) kasus kekerasan seksual di pesantren yang menimpa para santri," kata Ketua Komnas PA Banten Hendry Gunawan saat dikonfirmasi, Senin (6/3/2023).

Baca Juga: Tipu Muslihat Guru Ngaji di Serang Cabuli Santriawati Hingga 3 Kali

2. Pondok pesantren penyumbang kasus kekerasan seksual anak terbanyak

IDN Times/Sukma Shakti

Dia menyampaikan, pondok pesantren penyumbang terbanyak kekerasan seksual anak di Provinsi Banten. Bahkan, pelaku kejahatan seksual terhadap anak saat ini tidak memandang statusnya sebagai pendidik. Bahkan ada seorang pimpinan pondok pesantren menjadi pelaku predator anak lebih dari satu.

"Pelaku kekerasan seksual dalam beberapa kasus terakhir adalah pengasuh dan pimpinan pesantren, bahkan tokoh agama yang seharusnya menjadi teladan bagi para santri," katanya.

3. Pondok pesantren diminta mengevaluasi internalnya secara menyeluruh

Pondok pesantren Al Hidayah (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Oleh karena itu, menurut Hendry, perlu upaya serius dalam menangani kasus kekerasan seksual di pondok pesantren. Evaluasi internal pesantren menjadi langkah awal yang perlu dilakukan dalam menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual.

Evaluasi ini, lanjutnya harus dilakukan secara menyeluruh dan berkala, mencakup pemeriksaan latar belakang tenaga pengajar dan staf pesantren, pengawasan kegiatan santri, serta peningkatan kualitas pendidikan seksual bagi santri dan staf pesantren.

"Selain itu, pesantren juga perlu memiliki mekanisme pengaduan yang jelas dan transparan bagi santri dan orangtua santri yang menjadi korban kekerasan seksual," katanya.

Tokoh agama juga perlu memberikan pemahaman kepada anak-anak santri tentang pentingnya memberikan perlindungan terbaik kepada teman sebaya dan menjauhkan para santri dari kekerasan seksual.

Partisipasi aktif masyarakat di sekitar pesantren dan juga orangtua santri diperlukan dalam mengawasi anak-anak, terutama terkait kekerasan seksual, di lingkungan pesantren. Pengawasan ini dapat dilakukan dengan melaporkan kasus kekerasan seksual yang terjadi ke pihak berwenang atau memberikan informasi kepada pesantren terkait tindakan pelaku kekerasan seksual yang dicurigai.

"Tentu kita semua berharap, jangan sampai bayangan kekerasan seksual yang mengerikan menghalangi orangtua untuk memasukkan anak mereka ke pesantren," katanya.

Berita Terkini Lainnya