TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dulu Jadi Cara Lawan Penjajah, Debus Kini di Mata Millennials

Seni kekebalan tubuh ini juga diminati kaum perempuan lohh

Debus Banten. (IDN Times/Muhammad Iqbal)

Serang, IDN Times - Seni beladiri dan kekebalan tubuh dari senjata tajam atau disebut debus di Banten, merupakan salah satu kesenian khas wilayah berjuluk Tanah Jawara itu.

Meski kesenian ini merupakan kesenian tradisional yang sudah eksis dari masa kesultanan Banten, kesenian tetap eksis da n bertahan hingga kini. Jika dulu digunakan sebagai salah satu cara melawan kolonialisme bangsa Eropa di nusantara, kini debus menjelma menjadi kesenian yang diminati berbagai kalangan, hingga para millennials.

Baca Juga: Pangeran Wiraguna, Arsitek Menara Banten Asal Tionghoa

1. Seniman debus muda dituntut serba bisa dengan seni lain seperti musik dan silat

Debus Banten. (IDN Times/Muhammad Iqbal)

Angga Reski Aditian (23) seorang seniman debus dari Padepokan Elang Satria menyebut, minatnya terhadap seni kekebalan tubuh ini karena faktor turun-temurun di keluarganya.

Di sela-sela berdagang, pemuda lulusan SMA ini merupakan seniman debus yang serba bisa. Dan memang, dalam seni debus, pemain diharuskan menguasai teknik-teknik silat atau menguasai seni tari atau musik dengan minimal bisa mengikuti irama saja.

"Saya sebenarnya penampil debus. Kalau musik saya biasanya awalnya cuma iseng aja main musik tradisional, terutama terompet dan gendang," kata Angga kepada IDN Times, beberapa waktu lalu.

Terlepas dari tradisi keluarganya, Angga mengaku salah satu alasannya aktif di kesenian debus adalah ingin berlatih menguasai bela diri silat yang menjadi dasar pelajaran fisik seni debus itu sendiri.

2. Debus dianggap tradisi seni tradisional yang keren oleh millennial Banten

Debus Banten. (IDN Times/Muhammad Iqbal)

Mirna Agustin (15), seorang siswi SMP di Kota Serang ini bahkan giat berlatih debus sejak kelas dua sekolah dasar. Ketertarikannya dimulai dari melihat orangtuanya yang merupakan seniman debus.

Selain itu, Mirna juga menganggap kegiatannya ini merupakan suatu hal yang keren bagi dia bahkan di kalangan teman sebayanya. Mirna sangat bangga dengan tradisi dan budayanya sendiri.

"Latihannya juga enggak jauh dari rumah saya, saya ngeliatnya ini keren banget jadi ingin ikutan aja, terus dibantu juga sama orang tua. Kata temen juga keren bisa silat, bisa debus," kata dia.

Kini, Mirna sedang bersiap akan fase pelatihan pamungkas; puasa 40 hari demi memperdalam ilmu kekebalan tubuh dalam pertunjukan seni debus.

Siswi-siswi dalam perguruan seni silat dan debus ini menjadi pembeda dari tradisi seni kekebalan tubuh yang identik dengan maskulinitas.

3. Debus awalnya jadi alat perlawanan rakyat Banten terhadap bangsa Eropa

Debus Banten. (IDN Times/Muhammad Iqbal)

Pada awalnya, debus sendiri berfungsi sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran Islam, kemudian berkembang digunakan sebagai media untuk memompa semangat rakyat Banten dalam menghadapi penjajahan kolonial bangsa Eropa di masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.

Fase berikutnya, debus sempat menghilang seiring dengan melemahnya Kasultanan Banten di bawah kekuasaan Sultan Rafiudin. Kesenian debus muncul lagi pada tahun dekade 1960-an.

Hingga saat ini, debus berfungsi sebagai sarana hiburan masyarakat. Pertunjukannya selalu diiringi musik tradisional.

Debus memang merujuk pada satu kesenian yang memanifestasikan kekuatan tubuh terhadap sentuhan senjata atau benda tajam dan pukulan benda keras. Seni debus memiliki ciri khas senjata yang digunakan bernama Al Madad. Bentuk senjata ini menyerupai anak panah berbahan besi dengan panjang 50 sentimeter.

 

Baca Juga: Heboh, Lord Rangga Sebut Amerika Dimerdekakan Banten 

Berita Terkini Lainnya