Kerusakan TNGHS Sudah 15 Persen, 36 Vila Perburuk Kondisi Hutan

- Kerusakan hutan TNGHS mencapai 15 persen - Kerusakan terjadi akibat perambahan hutan, tambang ilegal, dan bangunan vila tanpa izin. - Wilayah Kabupaten Lebak menjadi titik aktivitas PETI dan perambahan paling masif.
- Upaya penertiban terus berlanjut - KLHK bersama aparat gabungan melakukan operasi penghentian tambang ilegal dan menertibkan bangunan liar. - Inventarisasi kerugian negara akibat hilangnya tutupan hutan sedang dilakukan.
- Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan habitat satwa endemik Jawa - Habitat macan tutul Jawa, owa Jawa, dan elang Jawa terancam punah
Lebak, IDN Times – Selain aktivitas pertambangan emas tanpa izin, keberadaan vila-vila liar disebut ikut memperburuk kondisi hutan konservasi kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang membentang di tiga kabupaten: Lebak, Bogor, dan Sukabumi. Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rudianto Saragih Napitu, mengungkap bahwa sedikitnya 36 vila liar teridentifikasi berada di sekitar kawasan TNGHS.
Puluhan bangunan tersebut berdiri tanpa izin dan menyebabkan alih fungsi lahan secara ilegal. “Banjir 2024 lalu itu kami sudah tertibkan vila, empat tersangka sudah kami tetapkan,” ujar Rudianto saat memantau penutupan lubang tambang ilegal di Blok Cirotan, Kecamatan Cibeber, Lebak, Rabu (3/12/2025).
Saat ini, penyidik KLHK masih terus memeriksa keberadaan 32 vila tambahan yang diduga juga melanggar aturan karena berdiri di zona konservasi. “Ini masih proses penyelidikan. Indikasinya, bangunan-bangunan itu turut merusak kawasan hutan,” jelas Rudianto.
1. Kerusakan hutan TNGHS mencapai 15 persen

Sebelumnya, Balai TNGHS telah mengonfirmasi bahwa sekitar 10-15 persen kawasan taman nasional mengalami kerusakan. Angka tersebut berasal dari perhitungan internal Balai TNGHS terhadap total luas kawasan sebesar 105.072 hektare.
Kepala Balai TNGHS, Budhi Chandra menegaskan bahwa kerusakan terjadi akibat kombinasi perambahan hutan, tambang ilegal, serta keberadaan bangunan vila tanpa izin.
“Dari luas keseluruhan 105.072 hektare, sekitar 10 persennya (sampai 15 persen) mengalami kerusakan,” ungkap Budhi di Blok Cirotan.
Kerusakan terparah ditemukan di wilayah Kabupaten Lebak, yang selama puluhan tahun menjadi titik aktivitas PETI dan perambahan paling masif.
2. Upaya penertiban terus berlanjut

KLHK bersama aparat gabungan masih melakukan operasi penghentian aktivitas tambang ilegal serta menertibkan bangunan-bangunan liar yang melanggar aturan kawasan konservasi. Aparat juga tengah menginventarisasi kerugian negara akibat hilangnya tutupan hutan.
Kerusakan kawasan TNGHS menjadi perhatian serius karena taman nasional tersebut merupakan habitat berbagai satwa endemik Jawa, seperti macan tutul Jawa, owa Jawa, dan elang Jawa yang semuanya terancam punah.
















