Marak Warga Banten Jadi PMI Ilegal Karena Minim Edukasi TPPO

- Edukasi tentang bahaya menjadi PMI ilegal perlu ditingkatkan
- Kolaborasi antara berbagai pihak dilakukan untuk memberikan informasi dan perlindungan kepada calon PMI
- Kerja sama ini diharapkan dapat memutus rantai TPPO dan TPPM di Banten
Tangerang, IDN Times - Wilayah Banten menjadi salah satu lumbung pekerja migran Indonesia (PMI) ke luar negeri. Tercatat, pada tahun 2025, terdapat 104.423 PMI prosedural asal Banten yang telah bekerja di berbagai negara.
Sayangnya, hal tersebut juga diikuti dengan maraknya PMI nonprosedural alias ilegal yang berangkat ke berbagai negara tujuan, di mana pada semester 1 tahun 2025 ada 1.242 kasus PMI ilegal.
“Banyak korban TPPO (tindak pidana perdagangan orang) dan TPPM (tindak pidana penyelundupan manusia) berawal dari niat untuk menjadi Pekerja Migran Indonesia secara tidak prosedural," kata Kepala BP3MI Banten, Budi Novijanto saat penandatanganan perjanjian kerja sama tentang optimalisasi kolaborasi desa binaan di Kantor Imigrasi Kelas IA Tangerang, Selasa (18/11/2025).
1. Edukasi minim, menjadi salah satu penyebab kasus TPPO

Budi mengungkapkan, maraknya warga Banten yang menjadi PMI Ilegal bisa membuat mereka juga menjadi sasaran pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Sayangnya, banyak masyarakat yang juga belum memahami bahayanya kejahatan TPPO.
"Banyak dari korban yang hanya diimingi gaji besar oleh pelaku, namun tidak memahami karena tidak mendapat akses edukasi mengenai bahayanya menjadi korban TPPO dan apa saja yang termasuk TPPO itu," jelasnya.
Untuk itu, Budi menegaskan, edukasi dan sosialisasi terkait informasi kepada calon PMI di desa-desa di wilayah Banten bisa memperkuat perlindungan agar mereka tak tergiur iming-iming bekerja di luar negeri dengan gaji besar dan terancam menjadi korban perdagangan orang.
"Kami memberikan mereka alternatif dan pengetahuan untuk bermigrasi secara aman dan legal. Desa Binaan yang kami kelola bersama akan menjadi model desa yang sadar dan tangguh menghadapi ancaman kejahatan ini," ungkapnya.
2. Kolaborasi dilakukan dengan berbagai program

Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Ditjen Imigrasi Banten, Felucia Sengky Ratna mengungkapkan, kerja sama itu difokuskan pada sinergi di tingkat akar rumput, khususnya dalam memberdayakan dan mengoptimalkan peran Desa Binaan yang menjadi sasaran program dari kedua instansi.
Melalui kolaborasi itu, kata dia, ada komitmen bersama untuk sinergitas pelaksanaan tugas dan fungsi dalam rangka perlindungan PMI, pertukaran dan pemanfaatan data atau informasi terjadinya TPPO dan TPPM pada Desa Binaan Imigrasi, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), melalui pelatihan bersama, dan Sosialisasi dan edukasi bersama kepada masyarakat Desa Binaan Imigrasi.
“Dengan menyatukan sumber daya dan jaringan Desa Binaan kami, kami dapat membangun benteng pertahanan yang lebih kuat di tingkat komunitas," ungkapnya.
3. Kolaborasi itu digadang bisa memutus rantai TPPO dan TPPM di Banten

Felucia mengungkapkan, Imigrasi memiliki kewenangan di pintu keluar masuk negara, sementara BP3MI memiliki jangkauan hingga ke calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan keluarganya. Penandatanganan perjanjian ini, menandai dimulainya babak baru upaya bersama yang lebih terintegrasi dan terfokus dalam melindungi masyarakat Provinsi Banten dari kejahatan kemanusiaan yang merugikan ini.
"Sinergi ini akan memutus mata rantai TPPO dan TPPM dari hulu," kata dia.

















