Bermalam di Stasiun Maja Demi Tak Ketinggalan Kereta ke Jakarta

- Puluhan pedagang di Stasiun Maja, Lebak, rela bermalam agar tak ketinggalan kereta pertama ke Jakarta karena tak ada angkutan umum dini hari.
- Djoko Setijowarno menilai perlu adanya feeder bersubsidi agar petani dan pedagang tak harus tidur di stasiun.
- PT KAI berencana menghadirkan kereta khusus petani-pedagang untuk memperlancar distribusi hasil bumi dan menggerakkan ekonomi desa.
Lebak, IDN Times – Malam belum berganti pagi di Stasiun Maja, Kabupaten Lebak, tapi puluhan pedagang sudah sibuk menata barang dagangannya. Dari karung berisi pisang dan sayur, ember nasi uduk, hingga tumpukan daun pisang siap angkut ke Jakarta dengan kereta pertama pukul 04.00 WIB.
Sebagian pedagang memilih bermalam di teras stasiun, beralaskan kardus atau tikar seadanya agar tidak ketinggalan kereta menuju Tanah Abang. Salah satu musababnya adalah, belum adanya angkutan umum menuju stasiun yang membuka layanan pada dini hari menjelang pagi, sehingga mereka terpaksa menggunakan jasa transportasi seperti ojek yang tersedia hanya sampai malam hari. Selain itu, sampai saat ini memang tak ada satu pun trayek angkutan umum dari dan menuju stasiun Maja.
“Saya biasa datang jam sebelas malam, biar aman. Kalau dari rumah suka kesiangan,” kata Siti, 48 tahun, pedagang nasi uduk asal Citeras, Sabtu (8/11/2025).
Setiap hari, Siti membawa dua ember besar berisi nasi dan lauk pauk ke Pasar Tanah Abang. Dagangan itu ia gotong sendiri dengan bantuan anak lelakinya yang masih remaja. “Kalau nunggu pagi, bisa telat. Jadi tidur di sini aja, sama pedagang lain,” ujarnya.
Pedagang lain, Mamat (52), mengaku berangkat dari kampungnya di Maja sekitar pukul dua dini hari menggunakan ojek motor, dengan ongkos Rp15 ribu sekali jalan. “Kalau ketinggalan, dagangan basi, rugi semua,” katanya.
1. Perlu feeder agar tak harus tidur di stasiun

Kisah Siti dan Mamat bukan hal baru bagi petani dan pedagang dari Lebak yang menggunakan kereta api ke arah Jakarta. Mereka menggantungkan hidup pada KRL Commuter Line Rangkasbitung–Tanah Abang hanya pada pemberangkatan pertama sekitar pukul 04.00 WIB untuk mengangkut hasil bumi dan dagangan ke pasar-pasar Jakarta.
Namun jarak antara desa dan stasiun sering kali membuat mereka harus berangkat tengah malam atau bermalam di stasiun. Karena itu, pemerintah daerah diminta menyiapkan angkutan pengumpan (feeder) sebagai sarana first mile agar para petani dan pedagang bisa menjangkau stasiun dengan layak.
“Pemerintah daerah perlu hadir dengan menyediakan feeder gratis atau bersubsidi, supaya petani dan pedagang tak perlu berjalan jauh atau tidur di stasiun,” kata Djoko Setijowarno, akademisi Unika Soegijapranata sekaligus Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat.
Menurut Djoko, feeder dapat berupa angkutan desa yang mendapat kompensasi BBM dari pemerintah daerah, atau insentif khusus agar tetap beroperasi dini hari. “Feeder adalah jembatan kecil yang menyambungkan roda ekonomi besar antara desa dan kota,” ujarnya.
2. Menanti gerbong khusus petani dan pedagang

PT Kereta Api Indonesia (KAI) sendiri berencana meluncurkan kereta khusus petani-pedagang di lintasan Rangkasbitung–Tanah Abang. Langkah ini merupakan bentuk empati terhadap petani dan pedagang kecil yang selama puluhan tahun menjual hasil bumi ke ibu kota dengan kereta reguler.
Kereta khusus ini nantinya akan memiliki waktu berhenti lebih lama di stasiun-stasiun tertentu, seperti Rangkasbitung, Citeras, Maja, Tenjo, dan Parung Panjang. Tujuannya agar para petani dan pedagang bisa menaikkan dan menurunkan hasil bumi mereka tanpa terburu-buru.
“Hanya dengan tambahan waktu henti tiga sampai lima menit, barang mereka bisa tertata rapi tanpa mengganggu penumpang umum,” kata Djoko.
3. Meningkatkan ekonomi desa, menekan urbanisasi

Menurut Djoko, kereta khusus petani-pedagang tak sekadar soal logistik, tetapi bagian dari strategi nasional untuk menghidupkan kembali ekonomi perdesaan dan menekan urbanisasi ke kota besar.
“Kalau hasil bumi bisa dijual dengan lancar ke kota, petani tak perlu pindah ke Jakarta untuk cari penghasilan. Ini soal keseimbangan ekonomi,” ujarnya.
Selain PT KAI dan Kementerian Perhubungan, Djoko menilai peran pemerintah daerah sangat penting untuk melengkapi sistem transportasi dari hulu ke hilir.
“Kereta bisa jadi urat nadi, tapi feeder dan bus pasar adalah kapilernya. Kalau itu tersambung, ekonomi rakyat bisa berputar lebih cepat,” katanya.


















