Habitat Owa Jawa Terancam, Primata Monogami Penjaga Ekologi TNGHS

- Owa Jawa penting untuk ekologi hutan dataran rendah Jawa
- Primata monogami yang setia seumur hidup
- Penculikan anak Owa, ancaman nyata yang mempercepat kepunahan
Lebak, IDN Times - Keheningan hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) tak lagi sama. Suara lantang long call Owa Jawa, lengkingan kian jarang terdengar. Primata endemik Jawa ini berada di ujung tanduk, bukan hanya karena rusaknya habitat, tetapi karena trauma mendalam yang mereka alami akibat penculikan anak oleh para pemburu.
Fenomena ini dibenarkan oleh berbagai riset ilmiah dan pengamatan lapangan selama lebih dari dua dekade. Owa Jawa (Hylobates moloch) adalah primata unik yang memegang peran penting dalam keberlanjutan ekologi hutan Halimun Salak.
Namun sifatnya yang monogami dan sangat terikat secara emosional dengan pasangan membuat mereka menjadi spesies yang mudah mengalami stres berkepanjangan ketika anaknya hilang dan itu mempercepat penurunan populasi.
1. Mengapa Owa Jawa penting untuk ekologi?

Keberadaan owa jawa sangat vital bagi ekosistem hutan dataran rendah Jawa. Mereka adalah penyebar biji alami yang menjaga regenerasi pepohonan.
Penelitian berjudul Status Populasi Satwa Primata di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat, Soehartono & Mardiastuti, 2010 menjelaskan bahwa owa jawa berperan dalam; menyebarkan biji pohon endemik seperti puspa, saninten, dan rasamala, menjaga dinamika tajuk hutan, menjadi indikator kesehatan hutan primer.
Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa hilangnya owa berdampak langsung pada kepunahan mikrohabitat. Beberapa jenis pohon tertentu hanya bisa tersebar melalui mekanisme alami oleh primata pemakan buah seperti owa.
2. Primata Monogami yang setia seumur hidup

Salah satu karakter paling unik owa jawa adalah monogami. Mereka hanya memiliki satu pasangan selama hidupnya.
Dalam penelitian berjudul Membingkai Satwa Primata Indonesia dalam Tiga Pilar: Biologi, Konservasi, dan Biomedis, Bab 5, 2019, oleh Sri Suci Utami Atmoko dkk. ditegaskan bahwa, pasangan owa membentuk ikatan emosional kuat, mereka berbagi peran dalam menjaga anak, stres kehilangan pasangan atau anak dapat berlangsung bertahun-tahun dan induk betina bisa berhenti berkembang biak selama masa trauma
Di lapangan, fenomena ini nyata. Banyak pasangan owa di TNGHS tidak lagi bereproduksi setelah anaknya dicuri pemburu untuk diperdagangkan.
Peneliti primata, Sri Suci Utami Atmoko, dalam penelitian tersebut, menulis, "pada Owa Jawa, stress akibat kehilangan anak berpengaruh langsung terhadap siklus reproduksi. Individu betina dapat berhenti ovulasi karena trauma dan menurunkan laju kelahiran”
Artinya, satu anak owa yang hilang tidak hanya mengurangi populasi satu individu, namun bisa menghilangkan peluang kelahiran generasi berikutnya.
3. Penculikan anak Owa, ancaman nyata yang mempercepat kepunahan

Modus pemburu dalam mengambil anak owa sangat brutal. Induk owa yang melawan sering kali ditembak atau dibunuh agar bayi bisa diambil.
Dalam penelitian Soehartono & Mardiastuti (2010) disebutkan, bahwa perdagangan satwa menjadi penyebab utama penurunan populasi owa jawa di TNGHS selain kerusakan habitat.
Akibat penculikan tersebut, populasi dewasa yang masih hidup menunjukkan perilaku stres ditandai dengan berkurangnya vokalisasi long call. Keberadaan owa liar dewasa yang “diam” ini menunjukkan tekanan ekologis dan psikologis yang sangat berat.
Sebelumnya diberitakan, Satgas Penanggulangan Kerusakan Hutan (PKH) menemukan bahwa puluhan lubang tambang ilegal di wilayah Lebak menggunakan balok-balok kayu rasamala sebagai penyangga terowongan. Pohon ini adalah salah satu habitat penting bagi owa jawa.
Penebangan pohon menghancurkan tempat tidur, tempat bermain, dan jalur pergerakan owa.
Kepala Balai TNGHS, Budi Chandra, menyebut bahwa kerusakan alam di TNGHS telah mencapai 15 persen.
“Kerusakan hutan akibat aktivitas ilegal telah menggerus sekitar 10–15 persen kawasan, paling parah di wilayah Lebak,” ungkapnya.

















