Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kaledoskop 2025: Kasus Bullying di SMPN 19 Tangsel Jadi Alarm Serius

Ilustrasi Bullying (Foto: IDN Times)
Ilustrasi Bullying (Foto: IDN Times)
Intinya sih...
  • Tragedi SMPN 19 Tangsel: Siswa kelas VII meninggal akibat dugaan perundungan fisik di sekolah, memicu kemarahan publik.
  • Pemerintah dan lembaga negara turun tangan: Menteri PPPA mengecam keras kasus tersebut, sementara Komnas PA Banten menilai ada kelalaian serius dari pihak sekolah.
  • Evaluasi dan desakan perbaikan sistem: DPRD Kota Tangerang Selatan menyoroti lemahnya alat bukti dan penolakan autopsi, mendorong evaluasi besar-besaran terhadap sistem perlindungan anak di sekolah.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tangerang Selatan, IDN Times - Tahun 2025 menjadi catatan kelam bagi isu perlindungan anak di Provinsi Banten. Sepanjang tahun ini, kasus kekerasan terhadap anak terus menunjukkan tren peningkatan, dengan sejumlah peristiwa tragis yang menyita perhatian publik. Salah satu kasus paling disorot adalah dugaan perundungan berujung kematian siswa SMPN 19 Tangerang Selatan.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) periode 2020–2025, jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Banten terus mengalami fluktuasi dengan kecenderungan naik. Pada 2020 tercatat 472 kasus, meningkat menjadi 829 kasus pada 2021, lalu melonjak ke angka 1.131 kasus pada 2022. Meski sempat menurun pada 2023 menjadi 1.026 kasus, jumlahnya kembali naik pada 2024 menjadi 1.114 kasus, dan mencapai titik tertinggi pada 2025 dengan 1.254 kasus.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Provinsi Banten, Hendry Gunawan menyebut kondisi tersebut sebagai sinyal serius bahwa sistem perlindungan anak belum berjalan optimal. “Secara nasional, Banten menempati peringkat ke-8 tertinggi dari 38 provinsi di Indonesia per 15 Desember 2025,” kata Hendry pada 16 Desember lalu.

Ironisnya, kata dia, hampir seluruh satuan pendidikan di Banten telah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Dari 15.131 sekolah, sebanyak 13.823 atau 93,53 persen sudah memiliki TPPK. Namun, angka kekerasan justru terus meningkat.

“Kalau kita lihat datanya, kasus terus naik dari tahun ke tahun, sementara TPPK di sekolah hampir 100 persen sudah terbentuk. Ini artinya persoalannya bukan lagi pada struktur, tetapi pada implementasi,” ujarnya.

1. Tragedi SMPN 19 Tangsel

Ilustrasi Bullying (Foto: IDN Times)
Ilustrasi Bullying (Foto: IDN Times)

Sorotan tajam publik tertuju pada kasus dugaan perundungan di SMPN 19 Tangerang Selatan yang menewaskan seorang siswa kelas VII berinisial MH (13). Korban diduga mengalami kekerasan fisik berulang sejak masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).

Kakak korban, RF, mengungkapkan bahwa adiknya sempat menyembunyikan kejadian tersebut dari keluarga. Korban baru bercerita setelah kondisinya memburuk. “Sehari setelah kejadian baru ngadu ke keluarga karena sudah tidak kuat menahan sakit di kepala,” kata RF, Senin (10/11/2025).

Menurut keluarga, MH diduga dipukul teman sebangkunya saat jam istirahat. Akibat benturan tersebut, kondisi fisiknya terus menurun. Korban mengalami tubuh lemas, gangguan penglihatan, hingga sering pingsan sebelum akhirnya dirawat intensif di RS Fatmawati.

“(Dia) Bilang kepalanya dipukul pakai kursi besi. Badannya lemas sampai susah jalan. Matanya juga sempat rabun,” ujar sepupu korban, Rizky Fauzi.

MH dinyatakan meninggal dunia pada Minggu (16/11/2025) pukul 06.00 WIB. Kepergian korban memicu duka mendalam sekaligus kemarahan publik atas lemahnya pengawasan di lingkungan sekolah.

2. Pemerintah dan lembaga negara turun tangan

Anggota DPRD Tangsel, Ricky Yuanda Bastian (IDN Times/Muhamad Iqbal)
Anggota DPRD Tangsel, Ricky Yuanda Bastian (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengecam keras peristiwa tersebut dan memastikan pendampingan penuh bagi keluarga korban.

“Kami mengecam keras kasus perundungan di SMPN 19 Tangerang Selatan yang berakibat meninggalnya adik MH. Kasus ini harus diusut tuntas secara transparan,” tegas Arifah, Senin (18/11/2025).

Dari hasil koordinasi Kementerian PPPA dengan UPTD PPA Kota Tangerang Selatan, perundungan terhadap MH diduga terjadi berulang pada periode 20–25 Oktober 2025, jauh sebelum korban akhirnya dilarikan ke rumah sakit.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel, Deden Deni, membenarkan adanya laporan perundungan. Ia menyatakan pihak sekolah telah melakukan mediasi. “Iya sudah laporan, ada mediasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Sekolah juga sudah melakukan upaya,” ujarnya.

Namun, Komnas PA Banten menilai ada dugaan kelalaian serius dari pihak sekolah. Hendry Gunawan menegaskan sekolah seharusnya mampu mendeteksi tanda-tanda kekerasan sejak awal.

“Informasi dari keluarga dan pengakuan korban sebelum meninggal menunjukkan pola perundungan yang terjadi berulang. Ini mengindikasikan sistem pengawasan sekolah tidak berjalan optimal,” katanya, Rabu (19/11/2025).

3. Evaluasi dan desakan perbaikan sistem

Ilustrasi Bullying (Foto: IDN Times)
Ilustrasi Bullying (Foto: IDN Times)

Kasus SMPN 19 Tangsel juga menjadi perhatian DPRD Kota Tangerang Selatan. Dalam rapat dengar pendapat, Komisi II DPRD menyoroti lemahnya alat bukti, termasuk ketiadaan CCTV di sekolah.

“Kalau seandainya ada CCTV, ini mungkin bisa jadi petunjuk baru untuk mengungkapkan kasusnya,” ujar Ketua Komisi II DPRD Tangsel, Ricky Yuanda Bastian, Senin (24/11/2025).

Ia menyebut penolakan autopsi oleh keluarga korban turut menjadi kendala penyelidikan. Meski demikian, DPRD mendorong evaluasi besar-besaran terhadap sistem perlindungan anak di sekolah, termasuk penyelarasan regulasi dan penguatan SOP anti-perundungan.

“Kedua-duanya anak bangsa. Korban dan terduga pelaku sama-sama anak. Perlindungan harus diberikan kepada semua,” kata Ricky.

Share
Topics
Editorial Team
Ita Lismawati F Malau
EditorIta Lismawati F Malau
Follow Us

Latest News Banten

See More

Edarkan Rokok Ilegal, IRT di Lebak Dipenjara 3 Tahun

31 Des 2025, 15:54 WIBNews