Soal Dugaan Korupsi Bansos di Lebak, Eks Penyidik KPK Angkat Bicara

Lebak, IDN Times - Kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Kabupaten Lebak, dengan sumber dana APBD 2021 masih ditangani Unit Tipikor Polres Lebak. Pegiat anti-korupsi yang merupakan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lakso Anindito berharap, proses penanganan kasus ini jangan sampai terjebak pada pembuktian secara teknis.
Sejauh ini, Polres Lebak belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut, meski sudah memeriksa banyak saksi. Tak hanya itu, terduga pelaku disebut sudah diberhentikan sebagai ASN.
Umumnya, kata Lakso, hal itu terjadi pada tahap audit penghitungan kerugian negara (PKN) hingga membuat proses hukum hanya jalan di tempat.
"Pada prinsipnya kalau ke pasal 2 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memang harus ada audit PKN, tapi siapa yang menghitung itu, masih bisa diperdebatkan, bisa jadi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) bisa jadi BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)," kata Lakso, Selasa (11/10/2022).
1. Lakso: keputusan MK, penyidik pun bisa menghitung keuangan asal bisa meyakinkan

Penyidik berpegang teguh pada Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Pasal 10 ayat 1 UU 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."
Pasal 3 berbunyi “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)."
Sementara Pasal 10 Ayat 1 UU BPK berbunyi "BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara."
Penanganannya hingga saat ini sudah berjalan lama dan belum ada penetapan tersangka, kendati terduga pelaku yang merupakan aparatur sipil negara (asn) sudah diberi sanksi pemecatan.
Dalam hal ini, Lakso yang juga pernah menjadi penyidik dan ahli hukum selama 11 tahun di KPK itu menyebut, mengacu putusan Mahkamah Konstitusi lembaga audit kerugian negara yang dimaksud tak mutlak BPK.
"Kalau keputusan Mahkamah Konstitusi, penyidik pun bisa melakukan penghitungan keuangan asal bisa meyakinkan," kata Lakso.
Ia menambahkan, seharusnya kasus ini dapat menjadi suatu pintu masuk untuk membongkar kasus-kasus rasuah lain. "Menjadi pertanyaan, kenapa sampai saat ini (kasus Bansos Lebak 2021) belum selesai, terkesan ada saling lempar-melempar," kata dia.
"Kalau ini kan upayanya saling melempar, kepolisian lempar ke BPK, dan BPK lempar ke kepolisian. Kita jangan terjebak pembuktian secara teknis," sambungnya.
2. "Ini soal intensi aja sih, mau menegakkan hukum atau enggak"

Lakso mengatakan, bahwa berjalannya kasus ini hanya butuh kemauan dari aparat penegak hukum yang menangani.
"Ini soal intensi aja sih, mau menegakkan hukum atau enggak," kata dia.
3. PKN dibuat oleh BPK Banten

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Banten mengungkap akan merahasiakan hasil Penghitungan Kerugian Negara (PKN) atas kasus dugaan penyelewengan dana bansos dan belanja bantuan tak terduga yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Lebak tahun 2021.
BPK Banten berpandangan, PKN merupakan informasi yang dikecualikan atau bersifat rahasia.
"Yang bisa menyampaikan hasilnya hanya APH, polisi atau kejaksaan yang meminta PKN dari BPK. Karena itu permintaan dari polisi atau jaksa untuk bahan di persidangan. Tidak untuk umum," kata staf Humas BPK Banten, Dhenny Septiady, Rabu (21/9/2022).
BPK juga memastikan, hingga kini pihaknya masih memproses permintaan PKN yang dilayangkan oleh penyidik Polres Lebak.
"Memang kami diminta oleh Polres Lebak untuk PKN, (dan) masih proses," kata Dhenny.
Sebelumnya diberitakan, Proses hukum dugaan penyelewengan dana bansos dan belanja tidak terduga (BTT) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lebak Tahun Anggaran 2021 belum berlanjut di Polres Lebak.
Penyebabnya, Polres Lebak belum mendapatkan hasil PKN. Kasus dugaan penyelewengan dana bansos ini sudah berproses di Polres Lebak sejak Maret hingga April 2022.
Sementara Kepala Dinas Sosial Kabupaten Lebak, Eka Dharmana Putra memastikan, pejabat terkait yang terlibat dalam persoalan ini sudah diberhentikan dari jabatan dan kedinasannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dari awal tahun ini.
Hingga saat ini proses hukum dalam perkara ini masih pada tahap pemeriksaan beberapa pihak dan pengumpulan informasi.
Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi (Kanit Tipikor) Polres Lebak, Ipda Putu Ari Sanjaya Putra mengungkapkan, penetapan tersangka masih menunggu hasil audit PKN oleh BPK.
"Kita sudah melakukan dua kali tahap ekspose pada BPK, setelah itu nanti BPK akan turun melakukan investigasi di lapangan. Setelah investigasi ke lapangan nanti keluarlah PKN," kata Ari, Selasa (9/8/2022).