Akademisi: Tata Kelola LPG 3 Kg Perlu Sosialisasi yang Baik

- Korry El Yana menilai bahwa kebijakan tata kelola subsidi LPG 3 Kg bertujuan agar penyalurannya tepat sasaran, tetapi perlu sosialisasi yang baik.
- Kebijakan tata kelola terburu-buru, mendadak, dan tidak transparan disayangkan oleh Korry El Yana.
- Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Miftahul Adib menganggap penting kebijakan tata kelola tersebut dan menegaskan perlunya pejabat di daerah untuk mengawal kebutuhan rakyatnya.
Tangerang Selatan, IDN Times - Pengamat komunikasi publik sekaligus dosen ilmu komunikasi Universitas Muhammadiyah Tangerang, Korry El Yana, menilai bahwa kebijakan tata kelola subsidi Liquified Petroleum Gas (LPG) 3 Kg atau gas melon tujuannya baik agar penyaluran tepat sasaran.
Meski demikian, kata Korry, penerapan atau perbaikan tata kelola itu perlu sosialisasi yang baik juga kepada masyarakat agar tidak terkesan aturan yang dibuat mendadak dan menimbulkan kelangkaan gas melon LPG ukuran 3 kilogram (kg), seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.
Kebijakan tata kelola yang dilaksanakan tanpa sosialisasi yang baik, kata dia, menyebabkan kegaduhan dan kepanikan di masyarakat, seperti yang terjadi Januari-awal Februari lalu.
“Penting sekali (tata kelola LPG ini), karena memang harus tepat sasaran. Ketika program subsidi diambil dari pemerintah, ketika subsidi itu larinya enggak tepat sasaran, kan, jadi momok juga,” kata Korry dalam Diskusi Jurnalis bertajuk “Membaca Arah Kebijakan Publik, Baik Untuk Rakyat?” yang digelar di kawasan BSD, Tangerang, Selasa (18/2/2025).
1. Kebijakan penting jangan diterapkan secara buru-buru

Korry menyayangkan, kebijakan sepenting penyaluran LPG subsidi itu dilakukan terburu-buru, mendadak, dan tidak transparan.
“Jika transparan, rakyat akan paham maksud pemerintah, jika memang kebijakannya untuk rakyat. Seharusnya masyarakat bisa beli gas dengan lebih murah sesuai harga yang ditetapkan pemerintah,” kata Korry.
2. Penerapannya harus dilakukan semua tingkatan pemerintah

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) sekaligus dosen FISIP Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang, Miftahul Adib. Menurutnya, kebijakan tata kelola yang dikeluarkan oleh Menteri Bahlil sangat penting.
Apalagi, tambahnya, pemerintah saat ini sudah memiliki Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 17 tahun 2011, yang merupakan peraturan bersama antara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Peraturan ini mengatur pembinaan dan pengawasan pendistribusian LPG gas melon di daerah.
Dalam regulasi tersebut, pemerintah harus membentuk tim koordinasi di level pusat, provinsi, hingga kota dan kabupaten. Di level provinsi dan kota serta kabupaten, kepala daerah diwajibkan membuat keputusan untuk menetapkan HET untuk pangkalan dan ke konsumen.
“Bagaimana pemerintah daerah level kota dan kabupaten punya tim untuk mengawal itu. Sayangnya dari tahun 2011, itu enggak maksimal. Akhirnya bocor di mana-mana. Kita sebagai rakyat capek, bahwa subsidi bocor. Enggak BBM, enggak gas, sama saja,” kata Adib.
3. Gubernur hingga bupati harus mengawal kebutuhan pokok rakyatnya

Padahal, menurut Adib, pejabat di daerah—wali kota, bupati, hingga gubernur—harus bisa diandalkan untuk mengawal kebutuhan pokok rakyatnya, seperti gas, kesehatan, hingga pendidikan.
“Itu semua kebutuhan rakyat. Jika sampai terganggu, saya yakin popularitas dan elektabilitas akan terganggu, sampai level presiden. Maka dari itu penting di implementasinya,” katanya.
Adib kembali menegaskan bahwa kebijakan tata kelola penyaluran LPG subsidi itu sebenarnya bagus, asal pejabat di level pemerintah daerah itu maksimal. "Sensitivitas sosial pejabat atas kebutuhan rakyat sangat diperlukan untuk kawal BBM, gas, raskin, hingga bansos. Selama ini pemerintah daerah tidak maksimal,” katanya.