TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kamu Depresi? Jangan Jadikan 5 Alasan Ini Penghalang ke Psikolog ya

Jumlah orang depresi selama pandemik diperkirakan naik

Ilustrasi Depresi (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Tangerang, IDN Times - Angka penderita depresi meningkat di tahun 2021, terutama dengan adanya pandemik COVID-19 yang membuat masyarakat lebih mungkin untuk terkena gangguan mental.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penderita depresi di Indonesia sendiri pada tahun 2018 sebesar 6,1 persen .

Dikutip dari Antaranews disebutkan, masih banyak orang-orang yang tidak ingin atau tak mampu pergi ke psikolog untuk berkonsultasi mengenai masalah atau gangguan mental yang dimilikinya.

Selain itu ada lima alasan lain yang mengakibatkan orang tak mau ke psikolog, apa saja itu? Yuk cek ulasannya di bawah ini.

Baca Juga: Tips Warga Kabupaten Tangerang Rawat Pasien COVID-19 di Rumah

1. Stigma orang Indonesia terhadap gangguan jiwa masih buruk, terutama di kalangan millennial

pexels.com/Afta Putta Gunawan

Sejak lama, masyarakat Indonesia menganggap gangguan jiwa sebagai sesuatu yang tabu. Kebanyakan dari mereka tidak ingin menjadi bahan pembicaraan orang lain sebagai seseorang dengan perilaku yang menyimpang dari norma sosial.

Psikolog dari aplikasi konseling online Riliv, Della Nova Nusantara, mengatakan, gangguan kesehatan mental itu bukanlah hal yang tabu, bukan pula aib. Sama seperti fisik, mental manusia juga bisa terluka.

"Capek, kadang butuh istirahat, butuh treatment yang tepat sesuai dengan kebutuhannya saat itu mungkin istirahat mungkin olahraga. Begitu juga dengan kesehatan mental diperlukan treatment yang tepat untuk menjaga kesehatannya," kata Della.

Meski mulai berkurang di kalangan millennial dan Gen Z, stigma sosial masih dapat ditemukan, karena melepaskan pemikiran kolektif yang telah tertanam sejak lama itu bukan merupakan hal yang mudah.

2. Kurangnya pemahaman kesehatan mental

ilustrasi depresi (pexels.com/pixabay)

Anggapan bahwa gangguan mental itu tabu menandakan kesadaran orang tersebut yang masih rendah tentang kesehatan mental. Dan, orang seperti ini masih banyak di Indonesia. 

Biasanya, hal ini ditunjukkan dengan orang-orang yang menyepelekan gangguan mental, karena tidak bisa dilihat secara gamblang layaknya penyakit fisik.

Kenyataannya, penyakit mental dan fisik sama-sama menimbulkan rasa sakit kepada penderitanya. Bahkan, dalam beberapa kasus, penyakit mental lebih mungkin untuk mengancam nyawa seseorang.

3. Ketakutan tersendiri. Ke Psikolog sering dianggap sebagai keputusan besar

Tim Psikologi lakukan pendampingan di SMPN 1 Turi. IDN Times/Siti Umaiyah

Bagi sebagian orang, pergi ke psikolog adalah keputusan yang besar. Yakinlah bahwa mencoba untuk pergi ke psikolog itu lebih baik daripada tidak sama sekali.

Menemukan psikolog yang cocok memang butuh waktu, tetapi setidaknya kamu akan berada selangkah lebih dekat dengan mengetahui apa yang terjadi dalam diri agar dapat membaik.

4. Minim akses ke psikolog

ilustrasi konseling dengan psikolog atau psikiater (pexels.com/cottonbro)

Menurut Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK), jumlah psikolog klinis yang ada saat ini adalah 3.232 yang terpusat di Pulau Jawa. Jumlah ini bisa dibilang sedikit dibandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki 106.500 psikolog.

Aplikasi konseling psikologi daring bisa membantu masyarakat untuk mengakses layanan psikologi tanpa harus keluar rumah.

Baca Juga: Arief: Faskes COVID-19 Kota Tangerang Terbanyak di Tangerang Raya

5. Banyaknya biaya yang harus dikeluarkan

ilustrasi/ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Selain keterbatasan akses psikolog, faktor biaya juga harus dipertimbangkan. Tapi, sebetulnya, kamu tidak perlu khawatir karena BPJS Kesehatan bisa memberikan akses psikolog di rumah sakit terdekat.

Jika Anda memiliki asuransi atau BPJS kesehatan, Anda bisa mencoba mencari tahu apakah rumah sakit terdekat bisa menawarkan layanan psikolog yang ditanggung asuransi.

Baca Juga: 5 Cara Menjaga Ketahanan Finansial di Masa Pandemik

Berita Terkini Lainnya