TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar Hukum: Pemilik Venesia Harus Dimintai Tanggung Jawab

Petinggi dan pemilik harus diseret ke ranah hukum

Hotel Venesia, BSD (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Tangerang Selatan, IDN Times - Pakar hukum pidana Universitas Pamulang (Unpam) Halimah Humayrah Tuanaya menilai pemilik dan petinggi koorporasi Hotel/Karaoke Venesia harus dimintai pertanggungjawaban. 

Halimah menanggapi sidang sejumlah orang terkait perdagangan orang yang menyeret sejumlah terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. 

Halimah mengungkap, dalam dakwaan dalam persidangan sejumlah terdakwa, para pembesar korporasi tersebut dengan tegas disebut menerima laporan tentang operasional perusahaan dari Yatim Suarto-- selaku GM sebagai penanggung jawab. 

Baca Juga: Kasus Venesia, Saksi Ungkap Sistem Voucher Layanan Prostitusi

Baca Juga: Karaoke Venesia, Mami Gisel Cs Didakwa Soal Perdagangan Orang

1. Tindak pidana di Hotel Venesia dilakukan secara sistematis

IDN Times/Muhamad Iqbal

Menurutnya, dakwaan tersebut menunjukkan bahwa tindak pidana ini dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi, dan tindak pidana itu juga telah dilakukan secara sistematis dalam kerangka hubungan kerja.

“Maka dengan demikian, sudah sepatutnyalah korporasi dan pengurusnya dipandang sebagai pelaku TPPO (human trafficking),” kata Halimah dalam keterangan yang diterima IDN Times, Senin (7/6/2021).

2. Penegak hukum harus seret pemilik ke pengadilan

IDN Times/Sukma Shakti

Halimah menilai, terdapat kekeliruan, bahkan dia mensinyalir terdapat unsur kesengajaan dalam proses pra--penuntutan atau pun dalam proses penyidikan.

Dia menyebut, dalam proses penanganan persoalan hukum, penuntut umum memiliki wewenang untuk memberikan petunjuk kepada penyidik terkait penyidikan suatu peristiwa pidana.

Penuntut umum dalam perkara ini, imbuhnya, seharusnya memberikan petunjuk agar pemilik korporasi baik Komisaris dan Direktur dari PT Citra Persada Putra Prima selaku pemegang izin dari tempat Karaoke dan Spa Venesia juga disertakan untuk dimintai pertanggungjawaban.

“Sehingga jika pertanyaannya 'Apakah enam orang terdakwa ini dikorbankan?'... 'Apakah ada tendensi untuk melindungi pemilik venesia?' hal itu mungkin saja. Sebab pada dasarnya ketentuan pidananya memungkinkan untuk menyeret juga korporasi yang memegang izin operasional Venesia berikut juga dengan pengurusnya, tapi toh tidak dilakukan. Kenapa?” tegas Halimah.

3. Munculnya Pasal 296 sebagai alternatif UU TPPO

Ilustrasi Prostitusi (IDN Times/Mardya Shakti)

Lebih lanjut, Halimah menjelaskan, dalam persidangan pembacaan dakwaan yang digelar Kamis pekan lalu, selain UU TPPO, muncul juga pasal tentang prostitusi, tepatnya Pasal 296 KUHP.

Menurutnya, Pasal 296 KUHP bukanlah pasal yang mengatur mucikari atau orang yang mengambil keuntungan dari pelacuran. Tetapi delik tentang perbuatan memfasilitasi prostitusi, seperti mengadakan tempat-tempat pelacuran.

Hal ini, kata dia, merupakan bentuk kehati-hatian penuntut umum, untuk menghindari terdakwa bebas akibat sulit dibuktikannya dakwaan TPPO, sehingga dibuat dakwaan alternatif Pasal 296 KUHP.

"Walaupun, munculnya alternatif, memang memiliki konsekuensi dimungkinkannya penuntut umum untuk memilih TPPO atau prostitusi dalam tuntutannya nanti. Semua kembali pada integritas Penuntut Umum dan tanggung jawabnya terhadap masyarakat,” terangnya.

Baca Juga: Kasus Venesia, Saksi Ungkap Sistem Voucher Layanan Prostitusi

Berita Terkini Lainnya