TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Viral! Akses Rumah Warga di Ciledug Dipagari Beton, Ini Faktanya

Tanah yang disengketakan ternyata milik Pemkot Tangerang

Dok. IDN Times/Ryandi

Kota Tangerang, IDN Times – Nasib pilu menimpa ahli waris almarhum Munir di Jalan Akasia, No 1 RT 04/03, Tajur, Ciledug, Kota Tangerang. Ahli waris ini terpaksa harus memanjat tembok beton setinggi dua meter untuk keluar masuk rumahnya.

Untuk akses jalan, ahli waris Munir pun menggunakan tangga kayu dan kursi yang disusun sedemikian rupa. 

Cerita keluarga di Ciledug ini pun viral di media sosial dengan narasi "rumah yang akses jalannya dipasangi tembok."

“Ada (pemasangan kawat tambahan). Untuk masuk kita harus loncat mas,” ujar salah satu anak almarhum Munir, Anna Melinda, (30), Senin (15/3/2021). 

Baca Juga: Kasus Suami Istri Tewas di Tangsel, Polisi Temukan Kapak dan Korek Api

1. Kronologi munculnya tembok

Dok. IDN Times/Ryandi

Asep, anak almarhum Munir lainnya mengatakan, pemagaran itu dilakukan sejak 2019 oleh warga bernama Ruli. Yang bersangkutan mengklaim, tanah yang dijadikan akses jalan itu sebagai miliknya-- yang didapat dari warisan.

Pada saat itu, keluarga Asep masih diberi akses jalan yang dapat tembus hingga jalan raya. Namun, saat banjir pada Februari lalu membuat pagar tembok jebol di salah satu bagiannya. 

Pada saat itu juga Ruli datang sambil membawa sebilah golok dan menuduh Asep dan keluarganya yang merobohkan tembok tersebut. Ruli, kata Asep, sempat mengancam sang ibu dengan golok tersebut. 

"Ibunya ini sempat dikalungi golok gara-gara pagar roboh,” katanya. 

Akibat tembok jebol itu, Ruli memasang pagar besi pada akses menuju jalan raya. Hal itu membuat keluarga almarhum Munir harus memanjat tembok untuk keluar dari rumahnya.

2. Tak hanya keluarga almarhum Munir yang terdampak dari pemagaran

Sumber Gambar: pagarbrctangerang.com

Pada jalan yang di pagar itu tak hanya berdampak pada keluarga almarhum Munir, tapi juga satu rumah yang berada di sebelahnya. Rumah bekas praktik bidan Nyonya Hajah Ruslaini Gazali itu ditempati oleh satu keluarga. 

Salah seorang keluarga Ruslaini Gazali yang enggan disebutkan namanya itu mengaku tidak mau ikut campur terkait sengketa tanah tersebut. Sebab, dia tidak memiliki masalah dengan para pihak yang bersengketa. 

"Keluarga saya juga imbas. Malah seharusnya yang paling korban saya di sini, karena gak tahu apa-apa tapi ada di tengah pertikaian ini," katanya. 

Untuk keluarganya, kata dia, diberikan akses kunci pagar oleh Ruli untuk keluar masuk rumahnya. Namun, dia enggan ikut campur terkait masalah yang terjadi. "Saya dikasih kunci karena mereka tidak ada masalah dengan keluarga saya," katanya. 

Dia menuturkan, sang ibu yang sudah lanjut usia juga terpengaruh secara psikis akibat konflik itu. Namun, keluarganya hanya bisa bersabar.

Dia berkelakar rela menjual rumahnya jika ada pihak yang mau membeli rumahnya.  "Kalau ada yang mau beli rumah saya mah boleh aja (dijual)," katanya.

Dia berharap agar kedua belah pihak dapat menyelesaikan masalahnya tersebut secepat mungkin agar kondisi lingkungan sekitar bisa nyaman kembali. 

3. Tanah berupa jalan yang diklaim Ruli merupakan tanah milik Pemkot Tangerang

Antara Foto/Basri Marzuki

Sementara, Camat Ciledug Syarifuddin menegaskan, tanah selebar dua meter yang menjadi jalan dan kemudian disengketakan itu merupakan tanah hibah dari pemilik rumah sebelumnya, Anas Burhan ke Pemerintah Kota Tangerang. Artinya, tanah yang kini menjadi jalan itu sudah menjadi milik Pemkot Tangerang. 

Sementara, tanah yang kini menjadi rumah keluarga almarhum Munir sebelumnya merupakan tanah sitaan dan dilelang oleh bank. Sebelum disita bank, tanah itu memang milik keluarga Anas. 

Lelang tersebut kemudian dimenangkan oleh Munir. Setelah dibeli Munir, datanglah Ruli yang mengaku ahli waris Anas Burhan. Dia menilai tanah hibah tersebut tidak termasuk dalam sitaan bank dan meminta Munir membeli tanah yang berupa jalan itu. Tak kunjung dibeli oleh Munir, tanah tersebut membuat Ruli nekat memasang pagar.

“Soalnya Ruli sebenarnya minta dibayar dan Munir mau bayar asal harganya cocok, tapi harganya dua kali lipat dari harga dia beli di bank ya dia nggak terima,” ujarnya.

Setelah adanya pemasangan pagar itu, pihak kecamatan bersama Polsek Ciledug dan lainnya mencoba mengaudiensi kedua belah pihak, namun pihak Ruli selalu mangkir dari panggilan. Sehingga, dikeluarkan surat peringatan pertama pada 14 Oktober 2019, peringatan kedua pada 22 Oktober 2019 dan peringatan ketiga pada 30 Oktober 2019.

“Tapi di peringatan kedua dia bikin jawaban secara tertulis walaupun tidak datang. Tanggal 23 Oktober tapi isi suratnya seolah menantang,” katanya. 

Berita Terkini Lainnya