Jejak Kristen Sunda dari Cikuya, Akar Sejarah Gereja Kristen Pasundan

- Cikuya dan awal pekabaran injil di Banten: Zendeling Adolf Muhlnickel bekerja sebagai guru sekolah swasta dan mengajarkan ajaran Kristen di Cikuya sejak 1854.
- Pada 11 Juli 1855, dua warga asli Cikuya menerima Baptisan Kudus di Jakarta, menandai Hari Pekabaran Injil GKP.
- Sondjat Bin Sarma dan komunitas Kristen Cikuya: Menjadi tokoh penting dalam penyebaran Kristen di tatar Sunda.
Lebak, IDN Times - Tak banyak yang tahu bahwa salah satu fondasi penting lahirnya Gereja Kristen Pasundan (GKP) justru berakar dari sebuah komunitas kecil di wilayah Banten. Kampung Cikuya—yang kini berada di perbatasan Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Lebak—menjadi saksi awal pertumbuhan Kekristenan di tanah Pasundan sejak pertengahan abad ke-19.
Dikutip dari gkp.or.id dalam artikel berjudul Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Gereja Kristen Pasundan, histori panjang ini bermula pada 1851 ketika lembaga pekabaran Injil Genootschap voor In- en Uitwendige Zending te Batavia (GIUZ) didirikan di Batavia. Salah satu tokoh sentralnya adalah F.L. Anthing, penginjil asal Belanda yang mengusung prinsip progresif pada masanya: Injil harus disampaikan oleh penginjil bumiputra.
1. Cikuya dan awal pekabaran injil di Banten

Melalui jaringan GIUZ, Anthing mendirikan sejumlah pos pekabaran Injil di Jawa Barat dan Banten. Salah satunya berada di Cikuya. Di wilayah ini, Zendeling Adolf Muhlnickel mulai bekerja sejak 1854 sebagai guru sekolah swasta, sembari mengajarkan ajaran Kristen kepada penduduk pribumi.
Tonggak sejarah penting terjadi pada 11 Juli 1855. Dua warga asli Cikuya, Minggu dan Sarma, menerima Baptisan Kudus di Jakarta. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai Hari Pekabaran Injil GKP. Setahun berselang, delapan warga Cikuya lainnya juga dibaptis, menandai tumbuhnya komunitas Kristen Sunda di Banten.
2. Sondjat Bin Sarma dan komunitas Kristen Cikuya

Dari Cikuya, muncul tokoh penting bernama Sondjat bin Sarma. Ia adalah murid langsung F.L. Anthing dan menjadi figur sentral penyebaran Kristen di Tatar Sunda. Bersama keluarganya, Sondjat membangun kehidupan jemaat yang khas: menggunakan bahasa Sunda dalam ibadah dan menerjemahkan lagu-lagu gereja ke dalam bahasa lokal.
Menurut sejarawan Mufti Ali dalam bukunya Misionarisme di Banten, komunitas Kristen Cikuya berpusat di Kampung Jengkol, Desa Cikuya, Solear. Meski bangunan gereja sederhananya kini tak lagi tersisa, jejak Sondjat masih dikenang lewat nama tempat yang disebut “Tanah Ki Sondjat”.
Usai wafatnya Sondjat pada 1923, kepemimpinan jemaat dilanjutkan oleh putrinya, Esther binti Sondjat. Ia dikenal sebagai pemimpin perempuan yang berpendidikan dan sempat mendirikan sekolah di Cikuya pada 1921. Pada masa kepemimpinannya, jemaat Kristen Cikuya tercatat berjumlah 41 orang.
3. Dari Cikuya ke Gereja Kristen Pasundan

Seiring waktu, komunitas Kristen Cikuya mengalami kemunduran, terutama akibat pendudukan Jepang pada 1942. Banyak jemaat berpindah ke wilayah lain, seperti Cianjur, yang kemudian berkembang menjadi komunitas Kristen Sunda terbesar di Jawa Barat.
Namun pengaruh Cikuya tak pernah benar-benar hilang. Mufti Ali mencatat, dua pertiga anggota komunitas Kristen Rawa Selang di Cianjur berasal dari sembilan keluarga Banten yang memiliki hubungan darah dengan keluarga Sarma dari Cikuya. Mereka menjadi tulang punggung misi Kristen Pasundan di berbagai wilayah, mulai dari Sukabumi, Tasikmalaya, hingga Bandung.
Perjalanan panjang pekabaran Injil ini akhirnya mencapai puncaknya pada 14 November 1934, ketika Gereja Kristen Pasundan resmi berdiri sebagai gereja mandiri, terlepas dari lembaga zending Belanda. Sejak saat itu, GKP tumbuh sebagai gereja yang berakar kuat pada budaya Sunda dan pengalaman umat pribumi.

















