Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bagaimana Pandangan Warga Soal Politik Dinasti di Banten?

Paslon Airin-Ade vs Andra Soni-Dimyati di Pilkada Banten (ANTARA FOTO/Reno Esnir | ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)
Paslon Airin-Ade vs Andra Soni-Dimyati di Pilkada Banten (ANTARA FOTO/Reno Esnir | ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)
Intinya sih...
  • Banten memiliki sejarah politik dinasti kuat sejak 2000
  • Politisi terjerat kasus korupsi, namun keluarga tetap menggantikan posisi
  • Warga Banten merasa tidak memiliki pilihan lain selain pasangan calon terkait dinasti
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tangerang, IDN Times - Banten menjadi salah satu wilayah dengan praktik politik dinasti yang cukup kuat, sejak pertama kali berpisah dari wilayah Jawa Barat pada 4 Oktober 2000, Banten pertama kali dipimpin oleh penjabat yang ditunjuk oleh pemerintah pusat kala itu, yakni Sekretaris Daerah Jawa Barat, Hakamuddin Djamal, sebelum akhirnya diadakan pemilihan umum kepala daerah dan digantikan oleh Djoko Munandar dan wakilnya Ratu Atut Chosiyah, anak dari Tubagus Chasan Sohib, klan 'Rau' yang paling berpengaruh di Banten, pada 11 Januari 2002.

Sayangnya, belum genap 5 tahun menjabat, Djoko Susilo sudah terjerat kasus korupsi hingga dinonaktifkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu. Kursi Banten 1 pun lantas diisi oleh wakilnya, yakni Ratu Atut Chosiyah.

Djoko sempat divonis bersalah di tingkat pertama dan banding terkait kasus penyalahgunaan dana Rp14 miliar untuk memperkaya anggota DPRD Banten. Djoko pernah divonis dua tahun penjara dan denda Rp100 juta. Djoko meninggal dunia pada 4 Desember 2008 pada usia 60 tahun. Sementara putusan kasasi keluar tahun 2009.

Pada tahun 2011, Ratu Atut Chosiyah bersama Rano Karno mencalonkan diri sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, dan memenangkannya. Mereka pun dilantik pada 30 Oktober 2011. Sayangnya, pada tahun 2014, Atut terjerat kasus korupsi dan didakwa bersalah. Rano Karno pun lantas menjadi Plt Gubernur kala itu hingga tahun 2016 dan digantikan oleh Nata Irawan sebagai Plt Gubernur menunggu proses Pilgub Banten 2017.

Lalu, pada tahun 2017, Rano Karno menggandeng Embay Mulya Syarif mencoba mencalonkan diri melawan Wahidin Halim - Andika Hazrumy, diketahui Andika Hazrumy merupakan anak dari Ratu Atut Chosiyah, yang lantas berhasil memegang kekuasaan Banten.

Tak hanya di tingkat Gubernur, politik dinasti juga terjadi di kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten, seperti Pandeglang, Lebak, Serang, Cilegon, hingga Tangerang Selatan. Bahkan, terdapat tiga klan kuat di Banten, yakni Klan Jayabaya yang menguasai Lebak, Klan Ratu Atut yang menguasai Tangsel, Cilegon, dan Serang, dan Klan Natakusumah yang menguasai Pandeglang.

Lalu, bagaimana tanggapan warga mengenai hal ini?

1. Mayoritas warga mengetahui isu politik dinasti di Banten

istockphoto.com
istockphoto.com

Muhammad Rizky (30), warga Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang mengaku tahui tentang politik dinasti di Banten. Ia menduga, politik dinasti dilakukan lantaran ingin Banten tetap menganut sistem kerajaan yang turun temurun.

"Politik dinasti banyak disalahartikan sebagai suksesor atau penerus pemimpin sebelumnya dan itu mencederai demokrasi," kata Rizky.

Penerapan politik dinasti di Banten merupakan hal yang disayangkan, pasalnya meskipun melalui proses pilkada, namun warga Banten tidak mendapat pilihan lain, selain pasangan calon yang terkait dengan dinasti.

"Pendapat pribadi hal itu sangat disayangkan dan berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia karena politik dinasti cenderung menguntungkan sebagian pihak terutama lingkaran penguasa daripada kepentingan rakyat," jelasnya.

Rizky menilai, di era teknologi informasi yang bebas saat ini, Banten seharusnya memiliki calon pemimpin yang bukan hanya mengandalkan dinasti, melainkan yang benar-benar layak dan kompeten memimpin Banten.

"Harus fokus pada kelayakan calon yang akan memimpin Banten, harus jelas visi misinya dan harus bekerja untuk kepentingan rakyat karena Banten Salah satu provinsi dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan tinggi di Indonesia," jelasnya.

2. Warga lain menyebut tidak masalah paslon dinasti asal berintegritas

Dok. Narasumber
Dok. Narasumber

Sementara itu, Prayudha (26), warga Kosambi Kabupaten Tangerang mengatakan, tidak masalah memiliki gubernur ataupun bupati yang berasal dari politik dinasti, asal memiliki integritas dan berkualitas dalam memimpin warga.

"Setiap orang kan sebenarnya boleh saja mencalonkan diri menjadi Gubernur Banten atau Bupati Tangerang, tapi harus yang berintegritas dan ingin memberikan solusi untuk permasalahan di Banten," kata Yudha.

Namun, dia memang tidak akan memilih paslon yang memiliki keterikatan dengan politik dinasti, apalagi yang memiliki rekam jejak tidak baik. Pasalnya, politik dinasti tetap tidak baik untuk proses demokrasi di Banten ke depannya.

"karena nanti yang maju untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin di Banten, hanya yang memiliki latar belakang politik dinasti agar supaya menang," jelasnya.

Yudha pun ingin, pemimpin Banten dan Kabupaten Tangerang ke depan bisa benar-benar mengentaskan masalah-masalah yang telah berakar di Banten. Apalagi, pemimpin di Banten mayoritas terjerat kasus korupsi.

"Saya ingin agar pemimpin ke depan dapat menganggap serius pendidikan bagi warga Banten ya, dari fasilitas dan kualitas yang mumpuni," ungkapnya.

3. Warga lain tak masalah dinasti, asal punya kemampuan

Dok. Narasumber
Dok. Narasumber

Sementara, Ahmad Romli (40) warga Ciputat, Tangerang Selatan mengaku mengetahui terkait adanya politik dinasti, namun tidak begitu mempermasalahkan. Pasalnya, politik dinasti tidak berpengaruh lantaran masyarakat tetap memilih langsung paslon-paslon yang ditawarkan.

"Kalau menurut saya sih engga masalah ya, kan tergantung pilihan rakyat.  Kalau rakyat milih yang dinasti, ya mau gimana?" kata Romli.

Namun, paslon yang memiliki kaitan dengan politik dinasti tetap harus yang memiliki kemampuan memimpin yang baik, serta memiliki program yang prorakyat, bukan hanya mengandalkan dinasti.

"Kalau programnya bagus, tidak masalah dinasti atau tidak, yang penting bisa bikin lapangan kerja banyak, pendidikan gratis, jalan-jalan diperbaiki, sembako murah," ungkapnya.

Meski begitu, Romli tetap berharap, siapapun yang memimpin Banten dan Kota Tangerang Selatan bisa benar-benar menepati janji politiknya terhadap rakyat yang memilih, bukan kepada partai atau pun pengusaha.

"Jangan sampai, begitu duduk di kursi Gubernur atau Wali Kota, jadi hilang ingatan, karena yang harusnya pertama diberi ucapan dan perlakuan terima kasih adalah rakyat yang memilih, bukan partai atau pengusaha," jelasnya.

4. Harapan perempuan di Banten

Dok. Narasumber
Dok. Narasumber

Sementara itu, Titim Fatimah Putri, Warga Cikokol, Kota Tangerang juga mengaku tidak setuju dengan adanya politik dinasti di Banten. Ia berpendapat, politik dinasti hanya mementingkan keluarganya saja, sehingga tidak ada lagi keadilan sosial untuk masyarakat atau rakyat di Banten.

"Terutama untuk masyarakat menengah kebawah dan akan menciptakan lingkungan yang dimana aspirasi masyarakat atau rakyat tidak tersalurkan, dan politik dinasti tentunya akan sangat erat dengan KKN (Kolusi, korupsi, nepotisme)," jelasnya. 

Titim pun tidak akan memilih calon pemimpin, baik di tingkat provinsi maupun kota, yang terafiliasi dengan politik dinasti. Ia ingin, masyarakat bisa lebih bijak memilih calon Gubernur Banten dan Wali Kota Tangerang yang bukan dari dinasti yang selama ini 'menguasai' Banten.

"Banten kan milik seluruh warga atau masyarakat, bukan milik individual, jika kita masih memilih calon dari dinasti tersebut, ya jangan harap kedepannya Banten akan menjadi lebih baik. Di sisi lain, bayang bayang KKN erat sekali di ingatan masyarakat," ungkapnya.

Titim pun ingin memiliki pemimpin yang bebas dari KKN dan bisa meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di Banten, serta teknologi dan pendidikan yang jauh lebih baik dan merata. Apalagi, pendidikan gratis di Banten untuk masyarakat yang tidak mampu sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas SDM, khususnya usia produktif di Banten.

"Juga pemimpin yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Banten, terutama mendorong kewirausahaan dan UMKM lebih di tingkatkan lagi," tuturnya

Sebagai perempuan, Titim juga berharap, kesetaraan gender bisa diterapkan di Banten, bukan hanya omon-omon setiap Pilkada saja. Pasalnya, perlindungan hak perempuan, termasuk hak aman dari kekerasan dan pelecehan seksual merupakan kewajiban pemerintah.

"Semoga ada kesetaraan gender, diberikan tempatnya sebagai perempuan untuk berorganisasi. Perlindungan untuk para wanita lebih ditingkatkan, karena banyaknya kekerasan pada perempuan yang terjadi belakangan ini," ungkapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Maya Aulia Aprilianti
Ita Lismawati F Malau
Maya Aulia Aprilianti
EditorMaya Aulia Aprilianti
Follow Us

Latest News Banten

See More

Penerbangan di Bandara Banda Aceh Meningkat 500 Persen Pascabencana

31 Des 2025, 04:44 WIBNews