TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ombudsman: Aduan Soal Bansos di Banten Tertinggi se-Indonesia

Penyaluran JPS dinilai masih carut-marut

Penerima bantuan sosial di tengah pandemik COVID-19 (Dok. Kemensos)

Serang, IDN Times - Sejak Ombudsman RI Perwakilan Banten membuka posko pengaduan melalui media daring (online) bagi masyarakat terdampak pandemik virus corona atau COVID-19 pada 29 April yang lalu, laporan yang masuk mayoritas terkait permasalahan bansos dari pemerintah.

Hingga pada saat ini, Ombudsman Banten menerima 116 laporan atau pengaduan. Sebanyak 105 aduan atau lebih dari 90 persen terkait bansos bagi warga terdampak COVID-19. Sisanya, layanan keuangan sebanyak 8 laporan dan layanan kesehatan 2 laporan serta layanan transportasi sebanyak 1 laporan.

"Jumlah pengaduan yang diterima Ombudsman Banten merupakan jumlah aduan tertinggi secara nasional," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten, Dedy Irsan melalui siaran pers, Jumat (29/5).

Baca Juga: Ombudsman: Penyaluran Bansos di Banten Masih Carut-marut 

1. Aduan didominasi di wilayah Tangerang Raya

Warga Ciputat, Tangsel, penerima bantuan sembako (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Sedangkan sebaran asal pengaduan di Provinsi Banten didominasi dari wilayah Tangerang Raya, yakni 60 aduan, dengan rincian Kota Tangerang Selatan 20 aduan, Kota Tangerang 21 aduan, dan Kabupaten Tangerang 19 aduan.

Pengaduan lainnya berasal dari Kabupaten Serang (8 laporan), Kota Serang (8 laporan), Kabupaten Pandeglang (2 laporan), dan Kabupaten Lebak (14 laporan).

"Sementara 7 laporan berupa pengaduan terkait instansi pusat dan instansi lainnya, seperti BUMN," katanya.

2. Prosedur penyaluran bansos dinilai tidak jelas

Paket sembako sebagai bansos untuk warga miskin (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Dedy menjelaskan, laporan terkait bansos yang diterima Ombudsman Banten secara umum bahwa para pelapor memandang prosedur dan persyaratan untuk menerima bantuan tidak jelas, banyak masyarakat terdampak tidak menerima bantuan.

Penerima bansos dipandang tidak tepat karena ada yang lebih membutuhkan, tidak mendapat bantuan karena pendatang, jumlah bantuan yang diterima tidak sesuai, tidak dapat menerima bantuan karena tidak memiliki KTP/KK, serta masih adanya pungli dari aparat di lapangan.

“Kami masih melihat pendataan dan penyaluran bansos masih karut-marut. Masyarakat mengeluh, demikian pula aparat di bawah yang melakukan pendataan dan penyaluran," katanya.

Sementara di tingkat instansi daerah masih mencari formula untuk menyampaikan informasi terkait bansos dengan baik dan lengkap,” papar Dedy.

“Untuk itu, kami mendorong agar seluruh pihak, pusat, daerah, hingga desa dan aparat RT/RW bersinergi dan segera disusun ketentuan yang mengintegrasikan pendataan sekaligus menjadi pedoman bagi pelaksanaan penyaluran di lapangan," katanya.

Baca Juga: [LINIMASA] Banten Melawan COVID-19 Jelang New Normal

Berita Terkini Lainnya