TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Brigjen Kyai Haji Syam'un, Ulama Pejuang di Tanah Jawara 

Dia merupakan cucu pimpinan gerakan Geger Cilegon

Dok. Pemprov Banten

Serang, IDN Times - Brigadir Jenderal (Brigjen) Kiai Haji Syam’un ditahbiskanmerupakan salah satu ulama pejuang yang menjadi pahlawan nasional dari Tanah Jawara, Banten.

Brigjen Syam'un merupakan cucu dari Kiai Wasid yang merupakan pemimpin perjuangan Geger Cilegon pada 1888 melawan Belanda. Satu peristiwa bersejarah awal pergerakan ulama dan petani Banten yang menjadi tonggak perjuangan fisik melawan kolonialisme di Indonesia.

Baca Juga: Sejarah Islam di Tanah Jawara: Petani, Ulama, dan Pemberontakan

1. Syam’un, seorang ulama bergelar jendral militer

Museum Peta di Jalan Sudirman Nomor 35, Bogor, Jawa Barat. (rri.co.id)

Lahir pada tahun 1883, KH Syam'un menjadi pelopor pengajaran Islam tradisional melalui Pesantren Al-Khairiyah di Banten yang kemudian tersebar di Jawa sampai Sumatera.

Dalam perjuangannya, kiai lulusan Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir itu pernah bergabung dengan Pembela Tanah Air atau Peta pada 1943-1945 dan terlibat untuk pembentukan pemerintah daerah dan diangkat menjadi Bupati Serang.

Baca Juga: Nyimas Gamparan, Kisah Pendekar Perempuan di Tanah Jawara

2. Menjadi tokoh pengusir Jepang di Banten

Ilustrasi perang/konflik. (IDN Times/Aditya Pratama)

Berdasar catatan sejarah dari biografi KH Syam'un yang disusun oleh peneliti dan Budayawan Banten Mufti Ali dan kawan-kawan yang merupakan adaptasi dari naskah akademik usulan Pemprov Banten untuk gelar pahlawan nasional, Syam'un dikenal sebagai komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan berada di garis depan pengusiran tentara Jepang pada 1945.

Pada Oktober 1945 sampai Januari 1946, ia turut berupaya menumpas Gerakan Dewan Rakyat. Kemudian, diangkat menjadi panglima TKR Divisi 1000/I dan kemudian diangkat menjadi komandan Brigade I/Tirtayasa periode 1946-1947. Brigade I/Tirtayasa merupakan cikal bakal Korem Maulana Yusuf Serang.

3. Syam'un didaulat sebagai komandan Peta di Banten bentukan Jepang

Dok. Pemprov Banten

Dari gerakan pesantren dan madrasah, KH Syam'un bertransformasi menjadi tokoh militer dan ikut andil dalam sejarah kemerdekaan Indonesia khususnya di Banten. Status sosialnya sebagai ulama di Banten menjadikan Syam'un diangkat menjadi komandan batalyon (daidancho) Peta bersama KH Achmad Chatib bentukan Jepang.

Setelah Jepang kalah oleh pasukan sekutu, KH Syam'un kemudian diangkat menjadi ketua Badan Keamanan Rakyat (BKR) untuk Keresidenan Banten dan Serang pada 1945. Badan ini kemudian yang mengusir tentara Jepang di markas Kenpetai melalui baku tembak di kampung Benggala.

Pada Oktober 1945 begitu dibentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Komandemen 1/Jawa Barat membentuk Divisi 1 TKR dengan nama Divisi 1000/1 dengan panglima divisi KH Syam'un dengan pangkat kolonel. Di bawah pimpinannya, Divisi 1 TKR menumpas Gerakan Dewan Rakyat yang menangkap tokoh-tokoh penting pemerintahan di Banten.

Bahkan karena gerakan ini, ada desas-desus Banten akan melepaskan diri dari Indonesia, hal ini kemudian mendorong Sukarno dan Hatta harus turun ke Banten dan meyakinkan rakyatnya.

Pada 1946, terjadi penggantian jabatan di Banten dan pilihnya jatuh ke KH Syam'un menjadi Bupati Serang. Naiknya ulama di lingkungan pemerintahan diharapkan menjaga kedaulatan RI dari ancaman termasuk tentara Belanda yang datang setelah Jepang kalah dari sekutu.

Saat Tentara Keamanan Rakyat mengalami perubahan dan restrukturisasi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) pada 1946, Komandemen 1/Jawa Barat berubah menjadi Divisi I/Siliwangi dan dipimpin oleh Panglima Jenderal Mayor AH Nasution.

Divisi ini kemudian membawahi lima brigade salah satunya Brigade I/Tirtayasa di Banten dengan komandan Kolonel KH Syam'un. Dalam perkembangannya, karena merangkap menjadi Bupati, ia kemudian diganti oleh Letnan Kolonnel Soekanda Bratamenggala.

Baca Juga: Dari Tradisi Cina Benteng, Perayaan Pehcun Persatukan Warga Tangerang

Berita Terkini Lainnya