TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[Wansus] Suara Milenial Dari Ketua DPRD Lebak Muhammad Agil Zulfikar

Agil saat ini menjadi ketua DPRD termuda di Indonesia

IDN Times/Aldila Muharma

Lebak, IDN Times - Muhammad Agil Zulfikar merupakan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lebak masa jabatan 2021-2024. Dilantik tahun 2021 di usia 24 tahun, Agil pun menjadi ketua DPRD termuda di Indonesia. 

Pria kelahiran Lebak, 3 Januari 1997 silam ini merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. Suami dari Intan Ratna Komala ini menamatkan tingkat sekolah dasar hingga atasnya di Rangkasbitung, sebelum melanjutkan kuliah S1 di Univrsitas Brawijaya, Malang pada 2014 dan menyelesaikan studi Ilmu Politik pada 2020 lalu.

IDN Times mendapat kesempatan khsusus mewawancarai sosok muda, mahasiwa S2 Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ini. Bagaimana pandangan Agil mengenai kaum muda dan dunia politik? Simak wawancara berikut: 

Baca Juga: Mengenal Lebak Parahiang, Pernah Jadi Ibu Kota Lebak

Politik selalu diasosiasikan dengan usia tua atau senior. Menjadi ketua DPRD termuda, apa yang kamu alami dan rasakan?

(IDN Times/Muhamad Iqbal)

Di satu sisi anugerah, di satu sisi juga tantangan karena betul seperti apa yang disampaikan bahwa memang biasanya politik yang mengisi posisi puncak itu diisi orang-orang yang usianya mapan anggapan di negara kita ini usia sebagai patokan kemapanan. Nah ketika kemudian di Lebak justru ketua DPRD nya diisi oleh sosok yang muda ini tantangan juga buat saya untuk menjaga nama baik soal tokoh muda, dijaga dengan baik dengan prestasi dan jangan sampai ada persoalan-persoalan di kemudian harinya.

Saya sendiri lulusan Universitas Brawijaya itu tahun 2014 terus lulus di waktu yang tepat, bukan tepat waktu. Artinya saya berkuliah itu lulus kemarin di tahun 2021. Sebetulnya lulus 2020, tapi memilih wisuda pada tahun 2021 karena kebetulan ada sedang ramai-ramainya pndemik COVID-19 sehingga tidak ada prosesi wisuda di tahun 2020.

Dan sekarang sedang berkuliah di (Universitas Sultan Ageng) Tirtayasa mengambil jurusan hukum S2. Minta doanya juga.

Sebagai anak muda, tentunya jiwa muda yang masih ada, hasrat bermain atau hangout dan hal lain sewajarnya pemuda di usia kamu rasakan, pasti masih ada. Apakah anda masih menjalaninya?

AC Milan berhasil melakukan comaback gemilang saat memepermalukan Inter Milan dalam Derby della Madoninna dengan skor 1-2 di Stadion Giuseppe Meazza, Minggu (6/2/2022) dini hari WIB. (Twitter/@acmilan)

Saya biasanya menghabiskan waktu di luar tugas pengabdian negara itu main game. Kebanyakan di rumah main game, undang teman ke rumah ngobrol di rumah sambil main game di Playstation atau di PC (personal computer).  Kita sering main game dan kadang baca buku.

Kalau hangout, hangout keluar ini kebetulan karena pandemik ini jadi agak agak turun trennya karena takut, gimana gitu ya cuman karena ada perasaan kita karena kita punya anak aja sih baru 1 tahun.

Kita takut kemudian penyakit itu ditransfer ke anak, itu jadi agak dikurangi lebih suka kumpul di rumah Main PS bareng keluarga temen gitu.

Apa kamu masih memiliki keinginan dari hobi masa muda ini?

Saya ini Milanisti (sebutan penggemar klub sepakbola AC Milan) banget sama The Jack Mania kita dalam negerinya The Jack Mania (penggemar klub sepakbola Persija Jakarta).

Salah satu saya mimpinya adalah menyaksikan AC Milan berlaga secara langsung.

Banyak anak muda di usia seperti kamu memilih jalan hidup sebagai enterpreneur hingga pekerja kantoran di kota-kota besar, kenapa memilih terjun ke politik?

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Proses ini memang terbangun dari sebelum kuliah. Jadi gini, di rumah saya itu, hanya ada satu televisi jadi kalau habis magrib setelah beres ngaji itu kita kumpul bareng keluarga, kita kan biasa menghabiskan waktu menonton televisi dulu ya zaman SD SMP.

Saya nonton bareng sama ayah saya kadang kemudian kita nyari yang kesukaan kita entah itu apa talkshow atau acara-acara yang kita suka.

Kalau iklan, biasanya ayah pindahin channel ke acara-acara yang sifatnya berita politik karena dia suka banget politik. Sejak kecil saya menghabiskan waktu itu nonton bareng sama orangtua, sama bapak, berita-berita politik dan lain-lain gitu.

Kemudian dorongan menjadi seorang politisi itu saya kira terbangun dari sini, terus dibawa ke perkuliahan kita juga aktif melihat realita.

Kemudian lebih kuat lebih bulat di 2018. Saya izin ke orang tua terjun menjadi kontestan menjadi calon anggota DPRD Kabupaten Lebak terus jadi.

Prosesnya memang dari kecil saya perhatiin emang gara-gara TV itu. Jadi karena mau engga mau harus kita nonton TV itu, karena nggak mau kan ketika iklan acara kita pindahin ke berita-berita yang sifatnya politik itu kan lama-lama kita ikut menikmati dari situlah pokoknya ada imajinasi ada semangat untuk menjadi seorang politisi, imajinasi itu terbang dari situ.

Baca Juga: Jembatan Terputus, Siswa di Lebak Seberangi Sungai untuk Sekolah

Baca Juga: Semarak Kemerdekaan, Ada Lomba Selfie di Jalan Rusak

Dalam survei Indikator Politik Indonesia, tingkat kepercayaan anak muda terhadap partai politik atau politikus tidak begitu tinggi. Hasil survei itu menunjukkan, mayoritas atau 64,7 persen anak muda menilai partai politik atau politikus di Indonesia tidak terlalu baik dalam mewakili aspirasi masyarakat. Kenapa kamu justru malah terjun sebagai politisi di usia yang umumnya masih sangat muda dalam kancah politik?

IDN Times/Aldila Muharma

Survei itu kan hasil dari data yang cukup objektif ini mungkin merupakan otokritik bagi kita. Tapi kemudian yang saya alami sepanjang saya menjadi bagian dari salah satu partai, yaitu partai Gerindra justru partai politik itu mendorong saya untuk terus bersentuhan dengan masyarakat.

Saya bisa menjadi ketua DPRD tahun 2021 karena saya sering sekali melakukan gerakan apa yang kemudian diarahkan oleh partai yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat. Sebab alasan utama partai mengangkat kadernya pun salah satunya adalah soal menyuarakan isu-isu, menindaklanjutinya.

Makanya kemudian ketika ada hasil survei yang menyatakan seperti itu memang mungkin bagian dari pada otokritik dari partai politik cuma ketika kita masuk ke dalamnya seru, partai melecut kader-kadernya untuk lebih intim dengan masyarakat.

Contoh saya sebagai anggota DPRD sebagai anggota legislatif, wajib hukumnya kita berdekatan dengan masyarakat karena tugas kita kan sesederhana hanya menyampaikan aspirasi dan memperjuangkannya. Apa yang ingin kita perjuangkan dan sampaikan kalau kita enggak tahu suara masyarakat.

Dulu, mungkin saya mempunyai persepsi yang sama dengan apa yang ada di hasil survei itu karena memang kalau dulu, pertama jelas tidak seterbuka sekarang, kalau sekarang karena berkomunikasi dan menyampaikan informasi baik itu ke partai politik atau kader partai yang sedang di amanah menjadi pejabat publik itu semakin terbuka.

Banyak media, media sosial pun variatif sekali, banyak kanal-kanal nya belum lagi Kemudian ada website-website yang kemudian menyambungkan antara kita dengan masyarakat.

Saya sendiri termasuk orang yang kemudian hari ini sering sekali memanfaatkan media sosial untuk jadi media perantara silaturahmi dengan masyarakat. Saya lihat-lihatin komentarnya, meskipun ada yang perlu kita balas ada yang tidak perlu kita balas.

Kalau memuji tentu kita nggak perlu balas tapi kalau yang soal aspirasi soal kebutuhan masyarakat kita mention balik dan lain-lain. Nah justru apa yang dulu kita punya pandangan yang sama apatis soal apa yang kemudian politik karena memang kondisinya dulu komunikasinya pun terbatas berbeda dengan sekarang.

Banyak orang di Indonesia memiliki persepsi bahwa usia muda menandakan belum matangnya pengalaman maupun kemampuan seseorang untuk terjun ke kancah dunia politik. Dalam keseharian kamu, apakah masih kerap terjadi praktik pemahaman itu?

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Di DPRD Lebak sendiri sudah tidak terjadi, karena saya ketuanya.  Kalau masih ada memandang usia sebagai patokan kemapanan, keterlaluan.

Tapi dulu ketika saya berkampanye di 2019 tantangannya ada masyarakat yang meragukan, karena saya umur segini bisa apa dan lain-lain.

Tapi ada arus informasi dan mulai dipopulerkannya tokoh-tokoh atau sosok milenial di media massa, media sosial dan jejaring online lah ya itu, kalau dulu mungkin pertanyaannya setiap saya turun ke masyarakat berkampanye mungkin hampir semua masyarakat menanyakan soal usia.  Kalau sekarang, sebagian saja (warga) yang menanyakan usia.

Sekarang dominasi budaya budaya sisa-sisa budaya budaya feodal itu yang menganggap usia sebagai patokan kemapanan sudah mulai runtuh. Terbukti ketika melihat hasil, artinya mindset itu sudah mulai ketinggalan zaman, soal yang muda itu tidak punya pengalaman yang tidak punya rasionalitas dan potensialnya masing-masing.

Padahal sejarah membuktikan bangsa dan perjalanan kebangsaan ini banyak diisi oleh angkatan muda kemerdekaan kita dimulai oleh angkatan muda Indonesia. Orang pertama yang mempopulerkan nama Republik Indonesia bisa terpopuler oleh tokoh muda dulu namanya Tan Malaka, perubahan sosial politik tahun 1998 di Indonesia terjadi karena pemuda.

Generasi muda ini punya saham pembangunan kebangsaan. Seharusnya yang punya saham ikut serta secara aktif dalam mengawal pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia ke depan itu keyakinan saya hari ini.

Baca Juga: Kisah Mul yang Ajarkan Anak-anak Baduy Membaca

Menurut kamu, apakah saat ini dunia perpolitikan di Indonesia sudah ramah terhadap anak muda?

IDN Times/Aldila Muharma

Sekarang ternyata trennya justru lebih mendominasi. sebab ada potensi bonus demografi istilahnya soal perilaku pemilih mungkin bisa kita deteksi.

Sosok muda pun sebenarnya lebih mudah berinteraksi dengan zaman, Kan kita generasi muda sebagai sosok yang dinamis. Penggunaan media sosial sekarang dimonopoli oleh orang yang usianya 23 sampai 40 tahun rata-rata, artinya peluang untuk lebih mendominasi itu.

Dan sekarang kalau berbicara Indonesia saya kira jelas lebih ramah gitu dari yang sebelum-sebelumnya. Contoh saya dari yang di Kabupaten nan Jauh di sana bukan kota metropolitan sudah mulai Open masyarakatnya kita berbicara bingkai ke-Indonesiaan kemudian miniaturnya Jakarta dan lain-lain pasti sudah sangat ramah berbeda dengan kalau saya pribadi.

Di DPRD Lebak itu ada empat atau lima anggota yang usianya di bawah 30 tahun.

Baca Juga: Kisah Milennial Baduy, Jualan Online Hingga Tembus Luar Negeri 

Demikianlah wawancara dengan Agil Zulfikar. Bagaimana, apakah kamu para milenial tertarik terjun ke dunia politik? 

Berita Terkini Lainnya