Anak Anggota DPRD Banten Didakwa Aniaya Satpam Perumahan

- Anak anggota DPRD Banten didakwa menganiaya satpam perumahan di Kota Serang bersama empat terdakwa lainnya.
- Dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum menyebut kelima terdakwa menggunakan kekerasan terhadap orang lain yang menyebabkan luka-luka.
- Pengacara terdakwa menyebut dakwaan tidak sesuai fakta, karena tanah yang dipasang pagar merupakan lahan milik dari anggota DPRD Banten Djasmarni.
Serang, IDN Times - Anak anggota DPRD Banten Djasmarni, Novreza Rizal didakwa menganiaya satpam perumahan di Kota Serang. Selain Novreza, ada empat terdakwa lain yang dalam kasus tersebut.
Keempat terdakwa tersebut, Mardanus, Tamzil, Uci dan Apri Jaya. Sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Kamis (5/12/2024).
1. Jaksa menyebut kelima terdakwa disebut bersama-sama melakukan kekerasan

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Serang Pujiyati, kelima terdakwa secara bersama-sama menggunakan kekerasan terhadap orang lain yang menyebabkan luka-luka.
"Dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang jika dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka," kata Pujiyati saat membacakan dakwaan.
2. Kronologi penganiayaan yang dilakukan Novreza cs dalam dakwaan

Pujiyati mengatakan, peristiwa penganiayaan terjadi pada hari Minggu (3/3/2024) pukul 10.30 WIB. Bermula ketika korban Edi Mulyadi sebagai kepala keamanan Perumahan Banjarsari Home Land melihat ada kegiatan pemagaran. Padahal, tanah tersebut milik PT Berkah Maha Perkasa yang terletak tidak jauh dari Perumahan Banjarsari Home Land, yaitu di Jl Syech Nawawi Al-Bantani, Cidadap Kelurahan Banjarsari Kec, Cipocok Jaya Kota Serang.
Melihat itu, Edi memerintahkan anak buahnya yang bernama saksi Faisal dan Khasanudin untuk mengecek ke lokasi. "(Mereka) Menanyakan kegiatan pemagaran tersebut atas perintah dari siapa dan meminta agar kegiatan pemagaran tersebut segera dihentikan," katanya.
Namun, para pekerja tidak berhenti memasang pagar sehingga Edi Mulyadi dan Mustapa berusaha menghentikan. Tidak lama kemudian datang Novreza, dan terjadilah perdebatan dengan Edi.
Melihat ada perdebatan, Apri Jaya datang dengan dengan membawa senjata tajam berupa golok dan langsung mengacungkan golok. Namun pada saat itu dicegah oleh saksi Faizal sehingga Edi menjauh untuk menghindar, tetapi tetap dikejar.
Edi medapatkan pukulan di bagian muka dengan menggunakan tangan oleh Novreza dan Tamzil hingga terjatuh.
"Kemudian Apri Jaya langsung mengayunkan golok ke Edi di bagian dada hingga jaket hingga kaosnya robek dengan tujuan untuk menikam," kata jaksa.
Saat bersamaan, terdakwa Uci memegang tangan Edi dan menendang pinggang sebelah kiri. Rekan Edi, Faisal berusaha merebut golok tersebut untuk dibuang. Akan tetapi Faizal dicekik dari belakang oleh Mardanus.
Akibatnya, korban mengalami luka akibat kekerasan tumpul berupa luka lecet dan memar pada beberapa bagian tubuh. Luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau gangguan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari.
Atas Perbuatan kelima terdakwa diancam pidana melanggar Pasal 170 ayat (2), dan atau Pasal 170 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman 6 bulan penjara.
3. Pengacara kelima terdakwa sebut dakwaan jaksa tak sesuai fakta

Usai pembacaan dakwaan, pengacara kelima terdakwa, Muhammad Nursalam mengatakan, dakwaan jaksa tidak sesuai fakta. Nursalam menyebut tanah yang dipasang pagar itu merupakan lahan milik dari anggota DPRD Banten Djasmarni, ibu dari Novreza Rizal.
“Faktanya, para pihak yang mengaku sebagai korban ini berupaya untuk menyerobot lahan bersertifikat milik klien kami. Jadi klien kami hanya pada posisi mempertahankan hak miliknya,” kata Nursalam kepada wartawan.
Seharusnya, kata Nursalam, Pengadilan Negeri Serang memberikan perlindungan hukum pada pihak yang memiliki landasan hukum dan legalitas hak milik yang menjadi dasar dari munculnya perkara yang berujung pada pertikaian. Apalagi, menurut dia, satpam PT BMP dinilai mengganggu dan menyerang kliennya terlebih dahulu.
Nursalam menambahkan, aktivitas PT BMP yang mengklaim lahan milik keluarga Djasmarni dan melakukan aksi menghalangi merupakan dugaan tindakan perilaku premanisme.
"Masyarakat bisa menilai dari kronologi yang terjadi, keluarga ibu Djasmarni ditahan mendapat perlakuan tidak adil," katanya.