Didakwa Korupsi, Direktur PT EPP: Ini Kasus Perdata

- Pengacara menilai dakwaan tidak cermat dan cacat formil
- Surat dakwaan jaksa dianggap tidak disusun secara cermat, jelas, dan lengkap. Dakwaan dinilai prematur dan cacat formil karena tidak melibatkan BPK.
- Pengacara meminta terdakwa dibebaskan dari penahanan
- Tim kuasa hukum meminta majelis hakim menerima eksepsi dan menghentikan perkara. Terdakwa lainnya juga mengajukan eksepsi yang hampir sama dengan Sukron.
Serang, IDN Times – Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dan pembuangan sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan, Sukron Yuliadi Mufti (54), mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten. Dalam eksepsi, pengacara terdakwa menilai, perkara yang menjerat Sukron seharusnya tidak dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Pengacara Sukron, Hutomo Daru Pradipta dan Adnan Shoheh Soebahagia, membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (8/10/2025).
“Perkara ini adalah perjanjian kontraktual antara pihak swasta dan pemerintah, sehingga potensi kerugian yang timbul bersifat keperdataan, bukan pidana korupsi,” kata dia.
Diketahui, Sukron yang menjabat Direktur PT Ella Pratama Perkasa (EPP) didakwa korupsi pengelolaan sampah bersama tiga terdakwa lain yakni Eks Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan, Wahyunoto Lukman (52) serta dua pegawai DLH Tangsel, yakni Zeky Yamani (44) dan Tubagus Apriliadhi Kusumah Perbangsa (35). Mereka disebut rugikan negara Rp21,6 miliar.
1. Pengacara menilai, dakwaan dinilai tidak cermat dan cacat formil

Dalam eksepsinya, tim penasihat hukum juga menilai surat dakwaan jaksa tidak disusun secara cermat, jelas, dan lengkap. Mereka bahkan menilai jaksa tampak kebingungan dalam menyusun konstruksi perkara. “Surat dakwaan yang disusun JPU tidak memuat uraian secara cermat, jelas, dan lengkap,” kata Hutomo di hadapan majelis hakim.
Lebih lanjut, mereka menilai dakwaan tersebut prematur dan cacat formil karena tidak melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam proses investigasi maupun perhitungan kerugian negara.
“Apabila majelis berpegang bahwa kewenangan penentuan kerugian negara secara konstitusional berada pada BPK, maka ketiadaan penetapan atau konfirmasi BPK menjadikan dakwaan ini prematur,” tegasnya.
2. Pengacara meminta terdakwa dibebaskan dari penahanan

Atas dasar itu, tim kuasa hukum meminta majelis hakim menerima eksepsi dan memerintahkan JPU untuk menghentikan perkara.
“Kami memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar menjatuhkan putusan sela yang amarnya memerintahkan penuntut umum untuk membebaskan dan mengeluarkan terdakwa Sukron Yuliadi Mufti dari penahanan,” ujar Hutomo.
Selain Sukron, terdakwa lainnya eks Kepala Subbagian Umum dan Kepegawaian DLH Tangsel, Zeky Yamani (44) juga mengajukan eksepsi yang isinya hampir sama dengan Sukron yang menyebut dakwaan JPU sebagai "obscuur libel atau tidak cermat."
“Surat dakwaan tersebut kehilangan dasar hukum yang sah, tidak memenuhi syarat formil maupun materil dan oleh karenya harus dinyatakan batal demi hukum serta tidak dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara lebih lanjut,” ujar kuasa hukum Zeky.
Usai pembacaan eksepsi kedua terdakwa, sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tanggapan dari jaksa atas eksepsi mereka