Kisah Arum, Balita Penderita Stunting di Pandeglang 

Arum (bukan nama sebenarnya) alami pelambatan pertumbuhan

Pandeglang, IDN Times - Arum (bukan nama sebenarnya) sudah berusia 1 tahunan. Namun, tak seperti balita lain seumurannya, bobot tubuh Arum justru menyusut.

Dengan raut wajah sendu, Ne (25) menceritakan bagaimana putrinya hingga divonis stunting. Berawal kala Arum menderita sakit batuk, pilek, dan panas saat tinggal di rumah suaminya, He (30) di daerah Pamarayan, Kabupaten Serang.

Ne kemudian membawanya ke bidan untuk berobat, namun tak membuat Arum membaik justru kondisinya makin parah. "Berat badan tiap bulan turun aja. Batuk pilek gak mau berhenti," kata Ne kepada IDN Times, Jumat (19/8/2022).

Baca Juga: Tak Hanya Kemiskinan, Salah Pola Asuh Sebabkan Stunting di Klungkung

1. Awalnya Arum divonis postif paru

Kisah Arum, Balita Penderita Stunting di Pandeglang IDN Times/Khaerul Anwar

Kondisi itu membuat Ne panik. Dia lantas membawa anaknya pulang ke kampung halamannya di Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang. Di sana, dia membawa Arum ke posyandu dan menjelaskan kondisi anaknya kepada petugas. 

"Lalu diperiksa dokter gizi, napas gak stabil keadaannya lesu, lemes aja. Seminggu bulak-balik terus puskesmas kemudian dirontgen, hasilnya positif paru-paru awalnya," katanya.

Dia sempat merasa aneh anaknya bisa menderita penyakit paru, sebab, selama ini dia mengaku tidak pernah membakar obat nyamuk di dekat bayinya, suaminya pun tak berani merokok saat di rumah.

"Kata dokter pake obat nyamuk gak? saya jawab enggak, ayahnya ngerokok gak boleh. Tapi mungkin dari debu. Memang di Pamarayan cuaca panas suka ngebul debu lingkungannya," katanya.

2. Di usia 1 tahun, berat Arum hanya 5 kg

Kisah Arum, Balita Penderita Stunting di Pandeglang IDN Times/Khaerul Anwar

Selain didiagnosis tuberkulosis paru, kemudian Arum divonis menderita stunting karena mengalami pelambatan pertumbuhan. Saat berusia satu tahun berat badan Arum hanya seberat lima kilogram (kg) saja. Sebagai perbandingan, berat ideal untuk anak perempuan usia 1 tahun berkisar di atas 8 kg.

"Napsu makanya gak ada. Cuma 4 suap makan, kalau pagi bangun tidur banyak, siang sore-paling 4 suap," katanya.

Perkembangan motoriknya pun tidak sama seperti balita yang lain, bahkan untuk bisa duduk pun harus dibantu oleh orang lain.

"Seumur kaya dia harusnya sudah bisa merangkak ini mah gak bisa apa-apa. Kalau udah duduk-duduk, duduk aja. Kalau udah tidur tidur aja, gak bisa ngapa-ngapain," katanya.

3. Hanya mendapatkan obat paru gratis, untuk vitamin beli sendiri

Kisah Arum, Balita Penderita Stunting di Pandeglang IDN Times/Khaerul Anwar

Segala usaha untuk memperbaiki kondisi kesehatan Anis sudah dilakukan sang ibu, Ne. Mulai dari membawanya ke Puskesmas hingga dilakukan perawatan ke dokter gizi.

"Kata dokter memang pertumbuhannya lambat gitu tar juga sedikit-sedikit bisa," katanya.

Sekarang Arum pun rutin dilakukan pemantauan dua minggu sekali oleh bidan dan dokter gizi dari Puskesmas dan biayanya sudah ditanggung pemerintah.

"Cuma hanya dikasih obat paru yang gratis, kalau vitamin sirup dari luar harus beli. (Vitamin sirup) anjuran dari dokter tapi tidak ada di puskesmas," katanya.

4. Kondisi serba keterbatasan, Ne mengaku berat jika tiap bulan harus beli vitamin sendiri

Kisah Arum, Balita Penderita Stunting di Pandeglang IDN Times/Khaerul Anwar

Al hasil, setiap bulan dia harus menanggung sendiri biaya pembelian vitamin jenis sirup yang dianjurkan dokter gizi. Kondisi ini yang membuat berat di tengah keterbatasan ekonomi. He, suami Ne hanya bekerja sebagai harian lepas di sebuah toko keramik di Serang.

Arum merupakan anak ketiga dari pernikahannya dengan He. Anak pertama mereka sudah terlebih dahulu meninggal. Sementara anak ketiga normal.

"Jangankan buat berobat buat makan jajan saja kekurangan. Ini aja dibantu sama orangtua," katanya.

Kendati demikian, semenjak dipantau selama tiga bulan dan rutin minum obat dan vitamin, kata Ne, anaknya berkembang dengan baik. Berat badannya kini bertambah menjadi 7 kilogram.

"Sekarang mah kalau duduk pegangan berdiri sendiri. Sudah mulai ngesot juga," katanya.

Arum bukan satu-satunya mengalami nasib kurang beruntung. Ada sebanyak 6.331anak di Kabupaten Pandeglang yang mengalami stunting. Dengan jumlah tersebut Kabupaten Pandeglang menempati posisi kasus stunting tertinggi se Banten.

Baca Juga: 294.862 Balita di Banten Alami Stunting, Tertinggi Ada di Pandeglang 

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya