Setahun Kebakaran Lapas, Duka Trauma Masih Bayangi Keluarga Korban

Kebakaran Blok C Lapas Tangerang itu menewaskan 49 orang

Kota Tangerang, IDN Times - Setahun sudah berlalu, kebakaran hebat meluluhlantakkan Blok C Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas I A Tangerang. Sebanyak 49 narapidana tewas dalam kejadian nahas itu. 

Pilunya lagi, 41 diantara korban itu tewas terpanggang di lokasi. Fakta ini masih terus membayangi keluarga. Mereka yang ditinggalkan, merasakan duka dan sebagian tak ikhlas karena kerabat mereka tewas dengan cara tragis.

"Saya belum ikhlas, sampai sekarang tak ada transparansi atas cara dia meninggal seperti itu," kata Angeline, bibi keluarga korban kebakaran yang tewas di lokasi bernama Petra Eka, 25 tahun.

Trauma mendalam masih menghantui para keluarga korban tewas, salah satu sebabnya belum ada pencabutan status narapidana usai kejadian nahas, 8 September 2021 itu.

"Secara mental perlu juga kami dipulihkan karena kalau kita pergi ke kuburannya, kalau ada yang mengunjungi, cari makam korban pasti orang-orang kuburan tunjukin 'oh itu yang korban Lapas ya, napi yang korban Lapas ya yang mati kebakar ya.' Pasti kayak gitu. Jadi itu cukup merusak mental," kata Angeline, Rabu (8/9/2022).

Baca Juga: 25 Menit Penentu Saat Kebakaran Lapas Tangerang

1. Peradilan masih jauh dari rasa keadilan

Setahun Kebakaran Lapas, Duka Trauma Masih Bayangi Keluarga KorbanPotret Lapas Tangerang Pasca Kebakaran pada Rabu (8/9/2021). (dok. Humas Kemenkumham)

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang saat ini tengah menyidangkan empat terdakwa dalam kasus ini, keempatnya adalah pegawai Lapas Kelas I Tangerang, yaitu Suparto, Rusmanto, Yoga Wido Nugroho, dan Panahatan Butarbutar.

Adapun keempat terdakwa dituntut pidana dua tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dalam sidang. Jaksa menilai keempat terdakwa lalai dalam menjalankan tugas sebagai petugas lapas sehingga mengakibatkan kebakaran.

Kepada IDN Times, Angeline mengatakan, proses peradilan yang saat ini tengah berjalan masih jauh dari rasa keadilan bagi keluarga korban.

"Kita tuh diabaikan gitu. Kayaknya (mereka) merasa karena kita nggak punya power mungkin ya jadi ya udah sepertinya kasusnya juga udah mau satu tahun ini ya kayaknya dianggap ditelan bumi aja," kata dia.

Keluarga korban, lanjutnya, sangat berharap ada keadilan. Angeline dan para keluarga korban saat ini membuat grup khusus, dalam perbincangan-perbincangan di grup tersebut, para keluarga korban meyakini, yang disidangkan dalam kasus ini bukanlah orang yang benar-benar bertanggung jawab dalam tragedi ini.

"Ya maksudnya karena yang terdakwa itu sendiri bukan yang berkompeten (bertanggung jawab atas kejadian) juga sebenarnya," kata Angeline

Baca Juga: Terdakwa Kebakaran Lapas Tangerang Minta Dibebaskan

2. Bukan dibina di Lapas, malah diperas dan tewas

Setahun Kebakaran Lapas, Duka Trauma Masih Bayangi Keluarga KorbanPetugas menurunkan kantong jenazah korban kebakaran lapas di RSUD Kabupaten Tangerang, Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). (dok. IDN Times/Istimewa)

Pemerintah semestinya bertanggung jawab penuh atas kejadian ini. Para narapidana yang ada di dalam lapas, imbuhnya, tengah dibina. Ini artinya, pemerintah harusnya bertanggung jawab atas pembinaan sekaligus menjamin keselamatan mereka. 

"Ya udah almarhum kategorinya bermasalah dengan hukum, tapi kan pemerintah yang ngambil keputusan kalau anak ini harus dipenjara karena harus dibina secara mental. Berarti negara seharusnya bertanggung jawab atas anak yang kita titipkan sama negara," lanjutnya.

Bahkan, ungkap Angeline, saat dipenjara pun yang didapatkan keluarganya bukan pembinaan, yang ada malah pemerasan, seperti untuk bayar kamar, kasur dan lain-lain.

"Dia dipenjara pun tidak ada pembinaan tidak ada hak sebagai manusia malah yang ada kita diperas. Lalu Humasnya (Kemenkumham) bicara 'kenapa tidak dilaporkan?' Iya sekarang kita ngambil warasnya aja kalau kita laporkan apa nasibnya keluarga kita yang sedang di dalam (penjara) dengan kalian," ungkap Angeline.

Pernyataan Angeline pun sudah terungkap melalui kesaksian seorang narapidana yang menjadi salah satu saksi dalam persidangan kasus kebakaran Lapas Kelas I A Tangerang. Dia menyebut, ada praktik jual beli kamar tahanan.

Hal itu terungkap saat sidang kedua yang beragendakan pemeriksaan saksi di PN Tangerang, Selasa (8/2/2022).

Upi, keluarga korban lainnya juga mengaku skeptis dengan peradilan terhadap orang yang bertanggung jawab dalam kasus ini. Anggota keluarga Upi, Jueni (25), turut menjadi korban tewas dalam kebakaran itu.

"Saya minta dibuka dengan sejujur-jujurnya dibuka ke masyarakat, khususnya ke keluarga korban. Apa yang sebenarnya terjadi di Lapas Tangerang yang menjadi korban kebakaran ini. Karena itu kan Lapas kelas A. Masa iya sih fasilitasnya tidak bagus?" kata Upi.

Kalau ada kelalaian, kata Jueni, siapa yang punya kebijakan di situ? Apakah Lapas, apakah penjaga blok? "Ya kita nggak tahu pastinya, yang tahu hanya mereka dan kepolisian lebih tahu siapa yang bertanggung jawab," kata Upi.

Baca Juga: Narapidana Ungkap Ada Biaya Sewa Kamar di Lapas Tangerang

3. Kebakaran di Lapas Tangerang, gak bakal ada hikmahnya

Setahun Kebakaran Lapas, Duka Trauma Masih Bayangi Keluarga KorbanMenteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (dok. Humas Kemenkumham)

Dalam rubrik opini, pemimpin redaksi IDN Times, Zulfiani Lubis, menulis:

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H Laoly mengakui Lapas Kelas 1A Tangerang Banten kelebihan penghuni hingga 400 persen. “Penghuni ada 2.072 orang narapidana, yang terbakar ini Blok C2 yaitu model paviliun-paviliun,” kata Yasonna, saat mengunjungi Lapas yang dilanda kebakaran hebat itu, Rabu (8/9/2021). Dini hari sebelumnya, api mengepung blok C2, 40 napi yang terkunci dalam sel terbakar hidup-hidup, satu meninggal setelah dievakuasi.

Yasonna, politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu juga mengatakan, kebakaran terjadi kemungkinan karena instalasi listrik. “Lapas dibangun 1972, sudah 49 tahun. Sejak itu kita tidak memperbaiki instalasi listriknya,” kata Yasonna.

Bagaimana perasaan Yasonna saat menyampaikan dua fakta itu? Hanya Tuhan dan dia yang tahu. Tapi, kalau saya dalam posisi dia, tentunya malu berat. Mengapa? Karena isu kelebihan penghuni dan perawatan instalasi listrik adalah tugas pemerintah, dalam hal ini kementerian yang dipimpin Yasonna. Kebakaran hebat yang menelan puluhan nyawa menunjukkan bahwa kementerian dan Yasonna gagal mencegah musibah yang masuk kategori “man made disaster”, bencana bikinan manusia itu.

Kelebihan penghuni di penjara Indonesia adalah masalah klasik yang tak pernah serius ditangani. Makanya terus terjadi. Ironi yang muncul di publik adalah para napi elite termasuk politisi bisa menikmati fasilitas istimewa termasuk menggunakan telepon seluler, sementara napi rakyat jelata, dari pelaku kriminal dan narkoba, harus berdesak-desakan di sel.

Apakah problem kelebihan penghuni dan instalasi listrik yang tua sehingga berpotensi memicu kebakaran bakal ditangani segera, jujur saya ragu. Di negeri ini, kita akhirnya  harus banyak berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Baik itu saat lapar tak punya makanan, kesakitan tanpa akses ke fasilitas kesehatan saat pandemik merajalela, atau saat menghitung hidup setiap hari di balik terali besi penjara.

Dari tragedi ke tragedi, gak bakal diambil hikmahnya.

Baca Juga: Kebakaran Lapas Tangerang Mulai Disidangkan, Ini 5 Faktanya 

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya