Nelayan Tanjung Pasir: Dari Dulu Lokasi Pagar Laut Bukan Daratan!

- Nelayan menilai pagar laut mengganggu aktivitas mereka di Kabupaten Tangerang
- Minimnya akses nelayan ke lautan karena adanya pagar laut yang sebelumnya merupakan lautan
- Menteri ATR dan BPN berjanji akan menuntaskan soal penerbitan sertifikat hak guna bangunan dan hak milik di wilayah perairan Tangerang
Tangerang, IDN Times - Lokasi pagar laut di Kabupaten Tangerang yang ternyata telah memiliki nomor identifikasi bidang tanah (NIB) diklaim sebagai daratan yang tergerus ombak hingga menyebabkan abrasi dan bibit lantai menjadi mundur. Namun, Nurjen (52) nelayan di Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga mengungkapkan, seluruh wilayah yang dipagari laut sejak dahulu merupakan lautan, bukan daratan.
"Bukan (daratan) itu, saya jadi nelayan sejak tahun 1990-an, dari dulu memang sudah laut," kata Nurjen saat ditemui di Dermaga Tanjung Pasir, Senin (20/1/2025).
1. Pagar laut menyulitkan nelayan untuk mencari pakan pancing

Nurjen menuturkan, sebelum adanya pagar laut, kawasan pinggir pesisir tersebut biasanya digunakan untuk nelayan menjala udang-udang kecil sebagai pakan pancing. Tak hanya itu, biasanya terdapat nelayan jala yang juga menjala ikan kecil dan udang di pinggir laut.
"Kasihan itu, karena nelayan jala biasanya udah lansia yang engga bisa ke tengah laut lagi, jadi kan kalau ada pagar laut ini sudah dia jalanya," ungkapnya.
2. Menteri Nusron menyelidiki penerbitan SHGB-SHM di perairan Tangerang

Diberitakan sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid berjanji siap blak-blakan dan menuntaskan soal penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah Perairan Tangerang. Hal itu termasuk menelusuri pihak-pihak yang berkontribusi terhadap terbitnya SHGB dan SHM.
Nusron mengatakan ada 263 bidang yang sudah diterbitkan SHGB-nya. Sebanyak 234 bidang SHGB dimiliki oleh PT Intan Agro Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa dan sembilan SHGB lainnya milik perorangan.
"Ada juga 17 bidang yang tercatat memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM)," ujar Nusron ketika memberikan keterangan pers di Kantor Kementerian ATR, Jakarta Selatan pada Senin (20/1/2025).
SHGB dan SHM itu, kata Nusron, diterbitkan pada 2023 lalu. Kementerian ATR juga akan memanggil sejumlah pihak yang diduga tidak mematuhi aturan.
"Kira-kira yang terlibat ada pada proses pengukuran, juru ukur. Kami sudah cek di kepala pertanahan, kemarin menggunakan kantor jasa survei berlisensi, berarti pihak swasta," tutur dia.
Nusron telah meminta kepada Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Virgo Eresta Jaya untuk memanggil pemilik kantor jasa survei tersebut. Bila terbukti mereka tak mematuhi ketentuan dan mengeluarkan SHGB dan SHM, maka Kementerian ATR meminta agar tak lagi menggunakan jasa dari kantor tersebut.
"Kalau perlu kami merekomendasikan agar izin (kantor jasa survei) dicabut," katanya.
Kepala Seksi Pengukuran yang bekerja di kantor pertanahan di Kabupaten Tangerang juga akan dimintai pertanggung jawaban. Pihak lain yang bakal dimintai pertanggung jawaban adalah Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah. Bila ia terbukti melanggar ketentuan, kata Nusron, juga bakal ditindak.
Kepala Kantor Pertanahan di Tangerang tak luput untuk dimintai keterangan. Meskipun, ia sudah pensiun sebagai ASN.
"Kami akan lihat apakah yang bersangkutan ikut terlibat dalam hal ini atau tidak," imbuhnya.