JPPI Sesalkan Ada Kekerasan di Sekolah, Minta Pemerintah Evaluasi

- Ubaid meminta pemerintah mengevaluasi total Satgas Pencegahan
- Aksi mogok sebagai bentuk suara siswa
- Guru juga kerap memberi contoh buruk kepada siswa
Lebak, IDN Times – Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menyesalkan tindakan kekerasan fisik yang terjadi di SMA Negeri 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten. Ia menilai, peristiwa kepala sekolah menampar siswa yang ketahuan merokok menjadi bukti lemahnya sistem pencegahan kekerasan di lembaga pendidikan.
“Semestinya ini bisa dibendung dan dicegah. Ada Satgas Pencegahan Kekerasan, tapi mengapa kasus seperti ini terus terjadi?” ujar Ubaid, Selasa (14/10/2025).
Menurut Ubaid, kasus di Cimarga menunjukkan bahwa aturan dan tim pencegahan kekerasan di sekolah belum berjalan optimal. Ia menilai, sanksi kepada siswa semestinya tidak dilakukan dengan kekerasan fisik.
“Merokok itu memang pelanggaran, tapi menampar siswa bukan bentuk pendisiplinan. Itu tetap kekerasan dan harus dihindari. Tidak ada alasan yang membenarkan kekerasan terhadap anak,” tegasnya.
1. Ubaid meminta pemerintah mengevaluasi total Satgas Pencegahan

Ubaid menilai, pemerintah pusat dan daerah perlu mengevaluasi efektivitas Satgas Pencegahan Kekerasan serta Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang ada di sekolah-sekolah. Menurutnya, penegakan hukum harus dibarengi perubahan pola pikir para tenaga pendidik.
“Guru dan tenaga pendidik harus sadar bahwa kekerasan dalam mendidik itu dilarang dan tidak mendidik. Justru melukai anak, menimbulkan trauma, dan kontraproduktif dengan tujuan pendidikan,” ujarnya.
2. Aksi mogok sebagai bentuk suara siswa

Meski menolak kekerasan, Ubaid juga menganggap aksi mogok sekolah yang dilakukan siswa SMAN 1 Cimarga sebagai bentuk penyampaian pendapat yang sah. Ia mengingatkan agar pihak sekolah dan Dinas Pendidikan mendengarkan suara siswa yang mogok.
“Aksi mogok itu bagian dari ekspresi dan protes anak-anak. Mungkin selama ini mereka tidak pernah didengar. Maka penting bagi sekolah dan pemerintah untuk membuka ruang dialog kritis dan argumentatif,” katanya.
3. Guru juga kerap memberi contoh buruk kepada siswa

Ubaid juga menyoroti perilaku sebagian guru yang justru memberi contoh buruk kepada siswa, seperti merokok di area sekolah. Ia menilai, keteladanan guru menjadi kunci membangun karakter anak.
“Banyak guru yang juga merokok di sekolah, itu dilihat dan ditiru siswa. Guru harus memberi teladan yang baik agar pendidikan benar-benar jadi ruang aman dan mendidik,” tegasnya.