Kasus Peredaran Obat Ilegal, Bos Apotek Gama Lolos Tuntutan Penjara

- Lucky Mulyawan Martono hanya dituntut denda Rp1,8 miliar oleh JPU Kejati Banten dan Kejari Cilegon.
- Jaksa menyebut perbuatan para terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan peredaran dan penyalahgunaan obat keras tanpa izin edar.
- Kasus berawal dari temuan BPOM pada 2019 yang menemukan sejumlah pelanggaran di Apotek Gama 1, termasuk penyaluran obat keras tanpa resep dokter.
Serang, IDN Times – Lucky Mulyawan Martono, pemilik sekaligus penanggung jawab Apotek Gama 1 di Kota Cilegon, lolos dari tuntutan pidana penjara dalam kasus peredaran obat ilegal dan penjualan obat keras tanpa resep dokter.
Meski dinyatakan terbukti bersalah, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten dan Kejari Cilegon hanya menuntut Lucky dengan pidana denda.
1. Lucky hanya dituntut denda Rp1,8 miliar

JPU Kejati Banten Hendra Melyana bersama JPU Kejari Cilegon Rizky Khairullah menyatakan Lucky terbukti melanggar Pasal 435 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Lucky Mulyawan Martono dengan pidana denda sebesar Rp1,8 miliar, subsider enam bulan kurungan,” kata Hendra di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Hasanuddin dalam sidang di Pengadilan Negeri Serang, Senin (29/12/2025).
Sementara itu, terdakwa lainnya, Popy Herlinda Ayu Utami selaku apoteker penanggung jawab, dituntut pidana denda sebesar Rp312 juta.
"Dengan subsider dua bulan penjara," katanya.
2. Jaksa ungkap hal memberatkan dan meringankan

Dalam tuntutannya, jaksa menyebut perbuatan para terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan peredaran dan penyalahgunaan obat keras tanpa izin edar serta tidak memenuhi standar keamanan, kemanfaatan, dan mutu.
“Hal yang meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum,” kata Hendra.
3.Kasus berawal dari temuan BPOM

Perkara ini bermula dari hasil pengawasan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Serang pada 2019. Saat itu, BPOM menerima informasi bahwa Apotek Gama 1 memperjualbelikan obat stelan atau obat keras tanpa kemasan dan keterangan resmi.
Menindaklanjuti laporan tersebut, BPOM mengeluarkan Surat Perintah Tugas pada 12 Februari 2019 untuk melakukan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan, petugas menemukan sejumlah pelanggaran, di antaranya penyimpanan obat di gudang lantai 3 yang tidak memiliki izin, penyaluran obat keras tanpa resep dokter, serta peredaran obat racikan, obat tradisional, dan kosmetik tanpa izin edar.
Atas temuan itu, BPOM memberikan Surat Peringatan kepada Apotek Gama 1 pada 6 Maret 2019. Namun, pelanggaran tersebut kembali terulang.
Pada Januari 2024, BPOM kembali menerima informasi terkait penjualan obat stelan tanpa label di apotek yang sama. Untuk memastikan kebenaran informasi tersebut, petugas BPOM menyamar sebagai konsumen.
Dalam penyamaran itu, karyawan apotek sempat menawarkan obat bermerek Cataflam seharga Rp75 ribu. Setelah petugas meminta obat yang lebih murah, karyawan kemudian menjual satu paket obat seharga Rp25 ribu berisi 15 butir obat berupa kapsul hijau-kuning, tablet putih, dan tablet berwarna pink.
Obat-obatan tersebut tidak dilengkapi label yang mencantumkan nama obat, aturan pakai, maupun tanggal kedaluwarsa.
Selanjutnya, pada 19 September 2024, BPOM kembali melakukan inspeksi mendadak di Apotek Gama 1. Pemeriksaan yang disaksikan pihak apotek menemukan adanya ruang penyimpanan sediaan farmasi serta ruang penyimpanan cangkang kapsul di lantai 3 yang tidak memiliki izin resmi.
Berdasarkan rangkaian temuan tersebut, Lucky Mulyawan Martono bersama Popy Herlinda Ayu Utami dinyatakan terbukti menjual obat keras tanpa resep dokter dan melakukan pelanggaran peredaran obat.
Usai pembacaan tuntutan, Majelis Hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda pembelaan atau pledoi dari kedua terdakwa.


















