Proyek Main-main Pengamanan Badak Jawa

Proyek Sarana JRSCA terbengkalai, badak Jawa terancam

Serang, IDN Times - Sunendi tertunduk lesu saat mendengarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang yang menjatuhinya hukuman 12 tahun penjara pada 5 Juni 2024. Dia dihukum karena terbukti menembak mati 6 badak bercula satu di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang. 

Sunendi merupakan pimpinan salah satu kelompok jaringan perburuan badak Jawa. Warga Kampung Ciakar, Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang itu memimpin aksi perburuan hewan langka itu sejak 2018.

Sebanyak 22 ekor badak mati di tangan komplotan Sunendi. Data itu diungkap Yudhis Wibisana saat masih menjabat Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Banten sekira November 2023. "Sudah dijual culanya," kata Yudhis. 

Selain kelompok Sunendi, rupanya ada kelompok lain yang juga berburu badak di TNUK, pimpinan Rahmat. Kelompok ini telah beraksi sejak 2021 dan telah membunuh 4 badak Jawa. Hingga bulan Juni 2024 polisi telah menetapkan 14 tersangka. Rahmat sendiri masih DPO Polda Banten.

Total, ada 26 ekor badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) yang telah mati diburu oleh dua kelompok ini di kawasan TNUK. Dan, semua mengincar hal yang sama: cula. 

Cula badak Jawa diperjualbelikan dengan angka fantastis. Dari fakta persidangan Sunendi, cula dijual ke Tiongkok melalui seorang penadah di Jakarta dengan harga variatif mulai Rp200 juta hingga Rp500 juta tergantung berat dan kondisi cula.

Kini, badak Jawa masuk kategori sangat terancam dengan jumlah spesies tak sampai 100 ekor. Dan, TNUK menjadi satu-satunya habitat yang tersisa bagi badak Jawa, seperti dikutip dari ksdae.menlhk.go.id.

Perlindungan badak Jawa pun sangat penting dan urgent. Bagaimana upaya pemerintah menjaga badak Jawa dari kepunahan dan tangan-tangan pemburu berdarah dingin? 

Baca Juga: Tembak Mati 6 Badak Jawa, Sunendi Divonis 12 Tahun Bui

Pemerintah telah mengucurkan anggaran ratusan miliar untuk konservasi badak Jawa

Proyek Main-main Pengamanan Badak JawaJembatan Rancapinang di kawasan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) (IDN Times/Khaerul Anwar)

Di balik kasus puluhan kematian badak Jawa yang tak wajar itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah membangun proyek Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) dengan anggaran yang fantastis.

JRSCA merupakan program konservasi bertujuan untuk meningkatkan jumlah populasi badak Jawa.  Program ini juga dimanfaatkan sebagai pusat pengetahuan tentang pemeliharaan dan pemindahan atau translokasi badak Jawa.

Proyek itu terdiri berdiri di di atas lahan daratan (terestrial) seluas 61.357,46 hektare (ha) dan perairan (marine) seluas 44.337 ha.

Dari laman sistem informasi rencana umum pengadaan (Sirup) KLHK, anggaran konservasi badak Jawa di Balai TNUK tercatat naik dari 2018 hingga tahun 2022. Berikut datanya anggaran untuk Balai TNUK selengkapnya: 

  • Tahun 2018: Rp3.186.000.000
  • Tahun 2019: Rp19.130.288.000
  • Tahun 2020: Rp1.114.500.000
  • Tahun 2021: Rp33.883.865.000
  • Tahun 2022: Rp155.344.597.400

Proyek JRSCA sendiri mulai ada di tahun 2021 dan 2022.  Pada tahun 2021, ada 5 paket pekerjaan JRSCA yang dilelang pemerintah, 4 diantaranya pekerjaan konstruksi dan 1 pekerjaan jasa konsultasi.

Berikut proyek dan nilai anggarannya: 

Konstruksi

  1. Pembangunan pos jaga dan pagar batas aermokla senilai Rp3.400.000.000 yang dimenangkan CV Putra Tubagus Corp
  2. Pembangunan Jembatan Rancapinang Rp4.473.000.000, dimenangkan CV Dua Putra Panjalu
  3. Pembangunan pagar dan area parkir Rancapinang sebesar Rp1.030.000.000 yang dikerjakan Berdikari Jaya
  4. Pembangunan kandang pengendali penggembalaan liar ternak masyarakat Rancapinang senilai Rp2.886.800.000, dikerjakan Mahatama Karya

Jasa Konsultansi
1. Perencanaan Teknis Pembangunan JRSCA bernilai Rp2.424.750.000, dimenangkan oleh Panca Guna Duta.

Proyek Main-main Pengamanan Badak JawaPagar batas aermokla di kawasan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) (IDN Times/Khaerul Anwar)

Baca Juga: Satu Anakan Ditemukan, Populasi Badak Jawa Bertambah

Sejumlah proyek JRSCA terbengkalai dan tak difungsikan

Proyek Main-main Pengamanan Badak JawaSarana penunjang di kawasan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) (IDN Times/Khaerul Anwar)

Proyek baru rampung dan masif digunakan pada tahun 2021 di Desa Rancapinang dan 2022 di Desa Ujung Jaya. Tim Klub Jurrnalis Investigasi (KJI) Banten, termasuk IDN Times Banten, menyusuri beberapa proyek JRSCA di kedua desa tersebut pada 28 Juni lalu.

Proyek pertama adalah pembangunan jembatan sepanjang 10 meter dengan lebar sekitar 1,3 meter. Jembatan yang menelan anggaran Rp4,4 miliar itu menjadi salah satu akses masuk wilayah TNUK.

Setelah sekitar dua tahun difungsikan, tiang besi di sisi kanan dan kiri jembatan tampak menguning berkarat. Begitu pula di bagian kolong jembatan. Meski demikian, jembatan masih berfungsi dan bisa dilalui. 

Pembangunan jembatan itu dikerjakan CV Dua Putra Panjalu. Perusahaan itu sempat terancam di-blacklist oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena melewati batas waktu pekerjaan. Hal itu terungkap dalam hasil audit auditor KLHK tahun 2022.  

Seharusnya pekerjaan jembatan selesai dalam 180 hari kerja. Pekerjaan proyek itu kemudian diperpanjang selama 30 hari. Meski sudah diperpanjang, pekerjaan jembatan urung selesai tepat waktu. Perusahaan pun disebut harus membayar denda karena melewati batas waktu pekerjaan.

Tepat di seberang jembatan, ada sarana pendukung JRSCA lainnya, yaitu area parkir yang satu kawasan dengan bangunan resort. Material area parkir yang dipasok dan dibangun oleh CV Berdikari Jaya itu, terbuat dari paving blok persegi panjang. Nilai proyeknya mencapai Rp1 miliar. Ukurannya tak terlalu luas dengan kapasitas di bawah 10 kendaraan minibus.

Di resort itu ada petugas penjaga kawasan TNUK bagian selatan. Tiap warga yang melintas menuju wilayah TNUK atau kandang kerbau, harus melapor ke penjaga di sana. Petugas juga sempat menegur kami karena memotret pagar serta kondisi area parkir.

Kandang hewan berkarat, pintu pun copot dari engsel

Proyek Main-main Pengamanan Badak JawaKandang di kawasan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) (IDN Times/Khaerul Anwar)

Sekitar 1 kilometer (km) dari resort, ada 12 bangunan proyek kandang ternak. Materialnya dari besi dan tampak sudah berkarat. Pintu-pintu kandang juga copot dari engselnya. 

Bangunan kandang pengendali ternak warga ini juga termasuk dalam sarana pendukung JRSCA. Kandang dibangun pada 2021 oleh Mahatama Karya dengan anggaran Rp2,8 miliar.

Kandang itu masih sering digunakan warga. Namun mereka enggan menyimpan ternaknya lama-lama di sana, mengingat kondisi kandang yang sudah tidak layak. Warga menduga kandang cepat rusak karena dibangun menggunakan material yang tidak antikarat, padahal lokasinya berada di tepi laut.

“Kalau roboh malam hari, enggak ketahuan nanti pada mati kerbaunya,'' kata salah satu warga setempat yang enggan disebutkan namanya.

Sekitar 20 menit perjalanan dari kandang, terdapat bangunan pos berupa rumah panggung berdinding putih dikelilingi pepohonan rimbun. Daun-daun tampak berserakan di lantai bangunan. Pintu dan jendela terkunci rapat. Pos dan pagar itu dibangun pada 2021 silam oleh CV Putra Tubagus Corp dengan anggaran Rp3,4 miliar.

Bangunan itu dikelilingi oleh pagar besi yang kusam. Pagar serupa juga ada di seberang bangunan yang dipisahkan oleh jalan setapak. Pos ini seharusnya difungsikan petugas untuk berjaga di kawasan TNUK. Tapi tidak terlihat satupun petugas yang berjaga di sana. Padahal, pasca kasus 26 badak Jawa mati akibat diburu sepanjang tahun 2019-2023, Balai TNUK menginstruksikan adanya penjagaan selama 24 jam.

Tak hanya itu, Desa Rancapinang menjadi akses jalur masuk dua kelompok pemburu yang dipimpin Sunendi dan Rahmat ke kawasan TNUK. Dua kelompok ini telah membunuh 26 ekor badak.

Selain ke Desa Rancapinang, pada 29 Juni 2024, tim KJI Banten juga mengunjungi Desa Ujung Jaya untuk melihat sarana penunjang JRSCA lainnya. Di sana terdapat bumi perkemahan, stasiun riset arboretum, dan juga kandang kerbau.

Kondisi bangunan di sana juga memprihatinkan. Rumput liar memenuhi area bumi perkemahan, kesan tidak terawat sungguh terasa. Padahal, terdapat bangunan serbaguna yang baru saja direnovasi karena sempat rusak parah tahun 2023, meski baru diresmikan pada 2020 oleh Bupati Pandeglang Irna Narulita.

Sejumlah gazebo juga terlihat tidak terawat dan juga dipenuhi rumput liar. Bangunan berbentuk segi enam itu terbuat dari material batu kali dan bata. Pintu kayu yang menyatu dengan kaca terkunci rapat. Isi gazebo juga tampak kosong.

Sarana lainnya, yaitu stasiun riset juga tampak tidak digunakan. Alih-alih dibuat untuk ilmuwan melakukan penelitian, tiga bangunan dari kayu itu tampak dingin, tanpa hawa kehidupan. Setiap pintu juga terkunci, sebagian kaca jendela bahkan sudah pecah. Meja dan kursi yang biasanya jadi barang wajib dalam bangunan perkantoran juga tidak tampak.

Di desa ini juga ada proyek pembangunan kandang ternak yang fungsinya sama dengan di Desa Rancapinang. Meski bangunan terlihat kokoh karena tiang penyangga dari terbuat dari beton, namun warga setempat memilih tak menggunakan kandang ini karena tidak ada akses masuk dan lokasi pakan ternak yang jauh.

Di Desa Tanjung Lame juga ada pagar dengan sling kawat yang rusak. Banyak rumput liar tumbuh di pagar ini. Akses jalan paving blok selebar 1,5 meter terhalang pohon tumbang dan menimpa satu gazebo yang terus dibiarkan.

Sejumlah proyek JRSCA diduga bermasalah sejak lelang

Proyek Main-main Pengamanan Badak Jawakandang pengendali penggembalaan liar ternak masyarakat Rancapinang di kawasan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) (IDN Times/Khaerul Anwar)

Samsuri, seorang pengusaha konstruksi asal Ujung Kulon menduga sejumlah proyek pembangunan JRSCA sudah bermasalah sejak proses lelang. Indikasi itu terlihat saat pihak Balai TNUK menerapkan sistem lelang terbatas agar perusahaan tertentu saja yang bisa mengikuti lelang.

''Ketika saya cek, ternyata itu lelang terbatas,'' kata kepada tim KJI Banten sekira bulan Juli 2024.

Selain itu, ia pun menyoroti indikasi praktik nakal yang dilakukan oleh pemenang lelang proyek yang menyerahkan pengerjaan kepada subkontraktor, setelah kontrak ditandatangani. Namun, ia menyayangkan hal tersebut dianggap lumrah. "Sudah biasa terjadi itu yah (proyek dikerjakan subkontraktor),'' katanya.

Samsuri mengaku perusahaannya sempat mengerjakan proyek pagar pertama JRSCA sepanjang 8 km, dari Cilintang-Cimahi, tahun 2010. Dia mengklaim tahu bagaimana kondisi lapangan di TNUK. Seharusnya, dalam proyek JRSCA itu, Balai TNUK melibatkan warga lokal yang mengetahu geografis di sana.

“Sayang anggaran besar, mestinya melibatkan orang-orang lokal. Maaf saya di konstruksi, orang balai tahu kerja saya di konstruksi, yah minimal diajak sharing lah, termasuk minimalnya mana saja yang boleh secara custom (dibangun), material apa saja yang cocok,” katanya.

Atas temuan tersebut, tim KJI Banten berupaya mengonfirmasi kepada beberapa perusahaan pemenang lelang proyek JRSCA. Perusahaan yang pertama didatangi tim KJI Banten adalah CV Putra Tubagus Corp. Mulanya kami coba menghubungi Hendra Makendro melalui sambungan telepon.

Berdasarkan dokumen Administrasi Hukum Umum (AHU), Hendra menjabat sebagai direktur. Karena tak direspons, tim mendatangi lokasi kantor CV Putra Tubagus yang berlokasi di Jalan Nyi Mas Anjung, Kelurahan Sumur Pecung, Kota Serang pada 28 Juni lalu.

Kantor CV Putra Tubagus ternyata merupakan rumah tua dengan cat putih yang sudah cukup memudar. Tidak ada penjaga atau pegawai layaknya sebuah kantor sebuah perusahaan.

Di sana, tim KJI Banten malah bertemu dengan seorang wanita paruh baya bernama Heriah. Ia mengaku sebagai ibu kandung dari Hendra dan menyebut, anaknya tidak berada di tempat. Lalu tim menitipkan surat permohonan wawancara kepada Hendra melalui ibunya, tapi hingga saat ini tak ada surat balasan.

Kemudian, tim pun mencoba mengkonfirmasi perusahaan lain yang mengerjakan salah proyek JRSCA, yakni CV Dua Putra Panjalu. Perusahaan itu merupakan pemenang lelang proyek jembatan di Desa Rancapinang. Sang Direktur, Sanawiah menolak dikonfimasi saat kami coba temui di kantornya di daerah Kabupaten Serang.

Kantor yang ditempati CV Dua Putra Panjalu pun merupakan rumah orangtua Sanawiah. Rumah dengan dua lantai itu berlokasi di Kabupaten Serang. Dari hasil penelusuran tim KJI Banten, CV Dua Putra Panjalu pernah terancam di-blacklist pada tahun 2022 karena bermasalah mengerjakan proyek Jembatan Rancapinang.

Sementara, perusahaan lain, yakni CV Berdikari Jaya yang juga mengerjakan proyek JRSCA bersedia meladeni konfirmasi tim KJI Banten. Di sebuah kontrakan petak sempit yang disulap jadi kantor, hanya ada sebuah banner kecil yang menempel di dinding sebagai penanda keberadaan perusahaan.

Igun Firmansyah selaku pimpinan CV Berdikari Jaya mengaku, tidak tahu banyak soal proyek tersebut karena sejak proses lelang hingga pengerjaan, pembangunan kandang kerbau di Rancapinang dibantu oleh perusahaan PT Mahatma Karya.

“Terkait detail mulai dari lelang, proses lelang, pekerjaan, kontrak, diambil alih semuanya sama Indra (Direktur Mahatama Karya). Jujur waktu itu saya kepecah, Indra ngerjain di sana (TNUK), saya ngerjain di Tangerang pengecoran jalan,” katanya.

Namun, keterangan Igun itu dibantah oleh Direktur Mahatama Karya, Indra Setia Gunawan saat dikonfirmasi. “Ngapain saya ngerjain kerjaan orang? Kerjaan sendiri saja sudah kewalahan,” kata Indra melalui pesan singkat.

Sedangkan, Direktur Panca Guna Duta Asep Rachmatullah tidak merespons ketika tim KJI Banten hendak mengkonfirmasi statusnya sebagai konsultan dalam proyek JRSCA.

Proyek JRSCA di TNUK tak sesuai dengan kebutuhan?

Proyek Main-main Pengamanan Badak JawaJembatan Rancapinang di kawasan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) (IDN Times/Khaerul Anwar)

Peneliti ICW Siti Juliantari Rachman berpendapat bahwa pengadaan barang dan jasa pada proyek JRSCA tidak sesuai dengan kebutuhan karena mayoritas fasilitas malah terbengkalai atau bahkan tidak digunakan sesuai fungsi. 

“Dengan kondisi yang tidak digunakan ini, jangan-jangan pengadaannya hanya digunakan untuk kepentingan dan kelompok tertentu. Jadi basisnya bukan kebutuhan,” katanya.

Tindakan tertentu dalam pengadaan barang dan jasa, kata Tari, dapat menjadi indikator adanya kecurangan. Misalnya, praktik pengkondisian lelang seperti arisan atau penetapan spesifikasi yang mengarah pada penyedia tertentu merupakan bentuk persekongkolan.

Hubungan yang tidak wajar antara panitia pengadaan dan vendor atau antar-calon penyedia juga menunjukkan adanya indikasi kesepakatan tersembunyi.

“Modus-modus seperti ini sering kali menjadi bagian dari praktik korupsi dalam pengadaan. Berarti ada potensi bahwa pengadaan yang dilakukan belum bisa menjawab kebutuhan atas keamanan badak yang berada di JRSCA. Padahal sudah ada beberapa kali pengadaan terkait pos jaga dan pagar perbatasan,” katanya.

Sementara itu, peneliti Auriga, Rizki Is Hadianto menilai pembangunan JRSCA di kawasan TNUK kurang tepat. Dia menilai, seharusnya proyek itu dibangun di lokasi lain untuk menyediakan habitat kedua bagi badak Jawa.

Riset untuk habitat kedua itu pernah dilakukan di Cagar Alam Leuweung Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi, tetapi hasilnya tidak diketahui lebih lanjut.

“Sebaiknya lokasi itu (JRSCA) jauh dari Ujung Kulon sehingga kalau misalkan ada bencana alam, ada penyakit yang menyerang, dipisahkanlah 'kantungnya,' supaya tidak musnah bareng-bareng," katanya.

Rizki juga mengkritik anggaran miliaran rupiah untuk sarana JRSCA, tanpa dibarengi persiapan pemindahan badak. Akibatnya, sarana JRSCA terbengkalai dan memerlukan biaya tambahan.

“Ketika itu (pemilihan individu badak Jawa) masih berproses, JRSCA-nya sudah dibangun. Jadi kalau melihat proyeknya terbengkalai, ya wajar karena secara persiapan, badak yang mau dipindahinnya belum siap untuk dipindahkan,” katanya.

Rizki juga mengungkap, ada pemecatan sepihak terhadap warga lokal yang dipekerjakan di JRSCA. Dia menyayangkan hal itu. 

'Harus sudah dipikirkan sama yang meng-hire. Kalau seperti ini justru mereka (warga lokal) jadi korban karena kegagalan sistem. Mereka dipecat dan harus digarisbawahi mereka warga lokal yang harus paling banyak dapat manfaat dari kawasan konservasi,” katanya.

Dia menilai, jika pengelola JRSCA bisa memberdayakan masyarakat sekitar kawasan, hal itu bisa mencegah warga lokal melakukan perburuan, seperti yang dilakukan Sunendi Cs.

Balai TNUK mengklaim tengah fokus menggiring badak ke kawasan JRSCA

Proyek Main-main Pengamanan Badak JawaAnak badak Jawa terekam kamera di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten (Dok. IDN Times/Banten)

Saat dikonfirmasi, Kepala Balai TNUK Ardi Andono mengakui bahwa ada banyak sarana pendukung JRSCA yang rusak dan beberapa bangunan--seperti pos jaga di Rancapinang-- tidak difungsikan. Belum ada rencana perbaikan, sebab, ia beralasan, pihaknya saat ini tengah fokus menggiring badak Jawa ke kawasan JRSCA.

Ardi mengklaim upaya konservasi badak Jawa lewat JRSCA merupakan langkah paling tepat. Pemilihan lokasi JRSCA yang menjadi habitat kedua badak Jawa di Semenanjung Ujung Kulon juga sudah melalui kajian yang matang.

''JRSCA di lehernya Semenanjung, di bawahnya Gunung Honje, dari Rancapinang ada bukit-bukit kecil jadi kemungkinan (badak Jawa) survive-nya ada. Tsunami Krakatau meletus 1883 tidak memusnahkan badak. Artinya badak bersembunyi dan tempat ini masih aman,” kata Ardi, saat ditemui KJI Banten sekira pertengahan Juli 2024.

Namun, Ardi enggan mengomentari lebih banyak terkait sarana penunjang JRSCA yang terbengkalai. Menurutnya bangunan pendukung itu menjadi tanggung jawab kepala balai sebelumnya.

“Dari 2007 sampai sekarang badaknya belum ada, ngapain diperbaiki? Petugas patroli, pos itu tidak digunakan, ngapain kami jagain pos?” kata Ardi.

Pasca kasus perburuan 26 badak Jawa, Balai TNUK mengubah semua sistem kerja penjagaan. Mereka menerapkan patroli di darat, laut, udara selama 24 jam dan ini bekerja sama dengan TNI/Polri. Bahkan saat ini, kata Ardi, pemasangan kamera jebak hingga metode perhitungan individu badak juga diubah.

“Pintu masuk perburuan sekarang kami portal, masyarakat yang menggarap lahan di daerah ini harus lewat pemeriksaan. Kalau masuk nggak keluar-keluar, sudah dipastikan (berburu), ngapain misalkan seminggu gak keluar-keluar kalau gak berburu,” katanya.

Catatan: Artikel ini merupakan salah satu laporan hasil kolaborasi sejumlah media yang tergabung dalam Klub Jurnaslis Investigasi (KJI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Baca Juga: Perantara Penjualan Cula Badak Jawa Buruan Sunendi Divonis 4,5 Penjara

Khairil Anwar Photo Community Writer Khairil Anwar

Jurnalis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya