Soal Dugaan Korupsi Lahan RSUD Tigaraksa, IKA Sakti Lapor ke Komjak

Tangerang, IDN Times - Ikatan Keluarga Alumni Sekolah Anti Korupsi Tangerang (IKA Sakti) telah melaporkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia pada Jumat lalu, 19 September 2025.
Laporan ini terkait penanganan perkara dugaan korupsi dalam pengadaan lahan RSUD Tigaraksa yang dinilai lamban dan tidak transparan. Dalam keterangannya, Alumni IKA Sakti, Doni Nuryana menilai, bahwa penanganan perkara tersebut terkesan jalan di tempat dan minim transparansi.
Doni juga menyoroti terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus RSUD Tigaraksa oleh Kejari pada tahun 2024, lalu.
"Kami baru saja melaporkan Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang kepada Komisi Kejaksaan RI atas penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan lahan RSUD Tigaraksa yang lambat dan terkesan jalan di tempat," kata Doni kepada IDN Times, Minggu (21/9/2025).
1. IKA Sakti tuding adanya intervensi politik

IKA Sakti juga menuding adanya indikasi intervensi politik dalam proses penegakan hukum di daerah. Dugaan ini mencuat lantaran Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang diduga bertanggung jawab dalam kasus tersebut, kini menjabat sebagai Bupati Tangerang.
"Kami menduga konflik kepentingan menjadi faktor penghambat. Hal ini memperkuat dugaan bahwa independensi kejaksaan di tingkat daerah mulai tergerus," kata Doni.
2. IKA Sakti minta kejaksaan tak tunduk pada tekanan politik

Selain itu, IKA Sakti meminta Komisi Kejaksaan untuk membuka investigasi mendalam guna memastikan bahwa kejaksaan tidak tunduk pada tekanan politik. Mereka juga mendorong agar temuan Komisi Kejaksaan dilaporkan kepada Presiden dan DPR RI.
"Investigasi Komisi Kejaksaan diperlukan untuk membuktikan apakah penegakan hukum di sana benar-benar independen atau tunduk pada tekanan politik," kata dia.
3. Kasus korupsi pengadaan lahan RSUD Tigaraksa sempat di SP3, audit BPK jadi novum baru

Dugaan korupsi dalam pengadaan lahan RSUD Tigaraksa kembali mencuat setelah LHP BPK Provinsi Banten 2025 mengungkap adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan lahan dan luas yang dibeli.
Studi kelayakan menyebut kebutuhan hanya sekitar 50.000 m² (meter persegi), namun lahan yang dibeli mencapai 114.480 m². Kelebihan sekitar 64.607 m² ini berpotensi menyebabkan kerugian keuangan daerah hingga Rp26,4 miliar.
Masalah lain yang muncul adalah indikasi tumpang tindih sebagian lahan dengan perumahan warga di Perumahan Kota Tigaraksa Blok AE.
Meskipun sebelumnya kasus ini sempat dihentikan melalui SP3 oleh Kejari Tangerang, munculnya novum dari audit BPK dan laporan masyarakat sipil seperti IKA Sakti menjadi alasan kuat untuk membuka kembali penyelidikan.