Terminal Ciboleger Baduy Dipenuhi Tumpukan Sampah, Ini Kata DLH

- DLH menyebut, kebersihan terminal itu merupakan tanggung jawab desa. Pengelolaan sampah di Terminal Ciboleger merupakan tanggung jawab Pemerintah Desa Bojongmenteng, sesuai Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2018.
- Belum ada kesepakatan pengelolaan sampah di terminal tersebut. Hingga kini belum ada nota kesepahaman atau kerja sama yang ditandatangani antara DLH, pemerintah desa, dan pengelola terminal.
- Tumpukan sampah dipenuhi tumpukan sampah yang belum terangkut selama beberapa hari. Sampah-sampah tersebut dikumpulkan warga secara sukarela dengan memasukkannya ke dalam karung.
Lebak, IDN Times – Kondisi Terminal Ciboleger di Desa Bojongmenteng, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, memprihatinkan. Area terminal yang menjadi pintu gerbang utama menuju kawasan adat Baduy itu kini dipenuhi tumpukan sampah yang belum terangkut selama beberapa hari.
Sampah-sampah tersebut dikumpulkan warga secara sukarela dengan memasukkannya ke dalam karung. Namun, karena tidak ada penanganan, tumpukan karung berisi sampah terus menggunung dan menimbulkan bau tak sedap, apalagi di tengah musim hujan.
“Sudah beberapa hari gak diangkut lagi, jadi warga inisiatif masukan ke karung. Sekarang sudah bau, apalagi hujan,” kata Herdi, warga, sekaligus juru parkir di Terminal Ciboleger, Selasa (21/10/2025).
Herdi menyebut sebagian besar sampah berasal dari wisatawan yang transit menuju Baduy, terutama sampah plastik dan sisa makanan. Kondisi ini dikhawatirkan mencoreng citra kawasan wisata adat yang selama ini dikenal alami dan bersih.
1. DLH menyebut, kebersihan terminal itu merupakan tanggung jawab desa

Menanggapi persoalan tersebut, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lebak, Nana Mulyana, menjelaskan bahwa pengelolaan sampah di Terminal Ciboleger merupakan tanggung jawab Pemerintah Desa Bojongmenteng, sesuai Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah.
Menurut Nana, pihak desa seharusnya berkoordinasi dengan pengelola terminal untuk menangani sampah di area tersebut. Sementara DLH baru bisa turun tangan jika sudah ada kerja sama resmi antara kedua pihak dengan pemerintah daerah.
“Kalau ke DLH, hitungannya per kubik Rp44 ribu. Satu bak itu 5 kubik, jadi sekitar Rp220 ribu masuk ke kas daerah,” jelasnya.
2. Belum ada kesepakatan pengelolaan sampah di terminal tersebut

Namun, hingga kini belum ada nota kesepahaman atau kerja sama yang ditandatangani antara DLH, pemerintah desa, dan pengelola terminal. Nana mengungkapkan, kedua pihak saling lempar tanggung jawab soal retribusi pengelolaan sampah.
“Desa bilang pihak terminal tidak kasih retribusi ke desa, sementara pihak terminal juga bilang mereka tidak menarik uang retribusi dari pedagang atau pengunjung,” ungkap Nana.
Ia menegaskan, tanpa adanya kerja sama resmi, DLH tidak bisa melakukan pengangkutan rutin ke lokasi tersebut. “Kalau tidak ada kerja sama, ya kami tidak bisa menangani,” tegasnya.