Eks Kades di Tangerang Terima Suap Rp600 Juta Kasus PTSL

- Sueb dan tiga terdakwa lainnya menerima uang hingga Rp600 juta untuk mempercepat pengurusan sertifikat tanah milik pengusaha Jimmy Lie.
- BPN tetap memproses sertifikat, meski pengurusan tak melalui prosedur resmi, dengan melibatkan pegawai honorer di Kantor BPN Kabupaten Tangerang.
- Setelah sertifikat terbit, para terdakwa menerima imbalan dari keluarga Jimmy Lie sebesar Rp640 juta, termasuk uang sebesar Rp600 juta untuk Sueb yang digunakan untuk membeli tanah di Desa Kalibaru.
Serang, IDN Times – Mantan Kepala Desa Kalibaru, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang bernama Sueb (60) didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2022. Ia bersama tiga orang lainnya diduga menerima uang hingga Rp600 juta untuk mempercepat pengurusan sertifikat tanah milik pengusaha Jimmy Lie.
Adapun ketiga terdakwa lain yakni Hasbullah (74), Raden Febie Firmansyah (45), dan Iman Nugraha (32). Hal itu terungkap dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang, Kamis (24/7/2025). Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang, Suhelfi Susanti, membacakan dakwaan di hadapan majelis hakim yang dipimpin Mochamad Ichwanudin.
1. Sueb cs menerima uang ratusan juta rupiah dari pengurusan 61 bidang tanah milik Jimmy

Dalam dakwaannya, Suhelfi menyebut bahwa pada tahun 2021 terdakwa Hasbullah (74) selaku perantara atau calo tanah mendekati Sueb yang saat itu masih menjabat kepala desa, sekaligus panitia ajudikasi PTSL. Dia menawarkan pengurusan sertifikat tanah milik Jimmy Lie melalui jalur program PTSL.
“Para terdakwa menerima sejumlah uang sebesar Rp600 juta untuk pengurusan sertifikat hak atas tanah melalui program PTSL tahun anggaran 2022, tanpa melalui proses yang semestinya,” kata Suhelfi dalam dakwaan, Kamis (24/7/2025).
Luas tanah milik Jimmy Lie yang diurus mencapai 321.366 meter persegi (m²) yang terbagi menjadi 61 bidang tanah atas nama Jimmy Lie, istrinya Shinta Wijaya, dan anaknya Angelina Josephine. Hasbullah menjanjikan pembayaran kepada Sueb sebesar Rp3.000 per m², asalkan proses PTSL dapat dipercepat tanpa mempersoalkan prosedur resmi.
"Pertemuan antara para pihak dilakukan di berbagai tempat, termasuk di kantor desa, restoran Papa Jack Alam Sutera, dan Dante Coffee Mall di kawasan Serpong," katanya.
2. BPN tetap memproses sertifikat, meski pengurusan tak sesuai prosedur

Dalam prosesnya, terdakwa Raden Febie Firmansyah (45), pegawai honorer di Kantor BPN Kabupaten Tangerang, ikut dilibatkan dan dijanjikan bayaran Rp2.000 per m². Ia kemudian menyuruh terdakwa Iman Nugraha (32), petugas Satgas Yuridis PTSL di BPN Kabupaten Tangerang, untuk mempercepat proses penerbitan sertifikat.
Iman sendiri dijanjikan Rp1.000 per m² dan juga menerima dana Rp70 juta dari Sueb, yang kemudian digunakan untuk membeli perangkat audio seperti speaker Yamaha DBR 15 inci dan kabel XLR, serta kebutuhan pribadi lainnya.
Proses PTSL itu diduga kuat dilakukan dengan melanggar sejumlah prosedur penting. Misalnya, berkas pengajuan tidak menyertakan tanda tangan batas tanah, tidak ada pengumuman data yuridis dan fisik selama 14 hari di kantor desa, serta tidak dilakukan inventarisasi atas sanggahan masyarakat sekitar yang mungkin merasa keberatan atas pengajuan tanah tersebut.
Meski demikian, Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang tetap menyatakan berkas lengkap dan menerbitkan 61 Sertifikat Hak Milik (SHM) pada November 2022. Parahnya lagi, SHM tersebut tidak diserahkan langsung kepada pemilik sah, melainkan dikumpulkan oleh Sueb.
“Penyerahan sertifikat oleh pihak Kantor Pertanahan kepada pihak, selain pemohon merupakan pelanggaran terhadap Pasal 31 ayat (5) Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 6 Tahun 2018 tentang PTSL,” katanya.
3. Setelah sertifikat terbit mereka dapat imbalan dari keluarga Jimmy

Setelah sertifikat terbit, terdakwa Hasbullah menerima uang Rp640 juta dari keluarga Jimmy Lie sebagai imbalan. Uang tersebut kemudian dibagi-bagikan ke para terdakwa, termasuk Rp600 juta untuk Sueb yang digunakan untuk membeli sebidang tanah di Desa Kalibaru seluas 588 m².
"Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata JPU.