Operasi Bypass Jantung atau Pasang Ring, Mana Lebih Baik?

Tangerang, IDN Times - Serangan jantung akibat pembuluh darah tersumbat atau biasa disebut jantung koroner masih menjadi penyakit mematikan nomor satu dunia dunia. Hal tersebut juga berlaku di Indonesia di mana jantung menyumbang penyebab kematian sebesar 95,68 kasus per 100.000 penduduk.
Terdapat dua prosedur yang biasa dilakukan untuk menangani adanya sumbatan di pembuluh darah, yakni pemasangan stent atau yang dikenal kateterisasi ring pada pembuluh darah yang tersumbat dan Coronary artery bypass graft (CABG) atau yang lebih dikenal operasi bypass jantung.
Dokter Spesialis Bedah Toraks, Kardiak, dan Vaskular Eka Hospital BSD, Akmal Alfaritsi Hamonangan mengungkapkan, prosedur yang dilakukan terhadap masing-masing pasien bisa berbeda meskipun sama-sama masalah serangan jantung.
"Kalau sumbatannya hanya 1, memang lebih baik pemasangan ring, tapi kalau sumbatannya lebih dari 3 dan tersebar di pembuluh darah utama, lebih baik bypass," kata Akmal.
1. Prosedur bypass tidak selalu operasi terbuka

Selain itu, Akmal menjelaskan, pembuluh darah pangkal sebelah kiri yang sudah tersumbat lebih dari 50 persen, penyumbatan lebih dari 70 persen pada 3 arteri koroner, dengan/atau tanpa penyumbatan pada LAD bagian proximal juga bisa mengindikasikan pasien menjalani operasi bypass.
Lalu, pertimbangan lainnya, terjadi satu atau lebih penyumbatan yang lebih dari 70 persen pada pasien dengan gejala angina, setelah dilakukan pengobatan maksimal. Serta adanya penyumbatan pada satu arteri koroner yang lebih dari 70 persen pada pasien yang pernah mengalami henti jantung mendadak, karena ventricular tachycardia akibat kondisi istemik.
"Intinya, kami bypass jantung upaya untuk mengembalikan fungsi pembuluh darah, sehingga lancar menuju otot jantung. Pembuluh darah yang digunakan bisa dari area mata kaki bagian dalam, atau untuk usia di bawah 60 tahun, berasal dari tangan yang nondominan," katanya.
Akmal mengungkapkan, selama ini banyak masyarakat yang takut menjalani operasi bypass jantung lantaran adanya momok menakutkan akan dibuka tulang dada. Padahal, saat ini terdapat juga operasi minimal invasif yang dilakukan tanpa memotong tulang dada.
"Jadi bisa dari samping, tapi tetap itu tergantung kondisi pasien. Selain itu, tingkat keberhasilan operasi bypass rata-rata mencapai 98 persen," jelasnya.
2. Pasien dengan bypass jantung lebih cepat pulih

Meski pelaksanaan bypass jantung dikategorikan operasi besar, dengan melakukan pembukaan di daerah dada tengah atau di bawah payudara sebelah kiri. Akmal memastikan, pasien setelahnya akan bisa recovery cepat, tingkat keberhasilan hingga 98 persen, serta tanpa ketergantungan obat-obatan yang banyak.
"Misal, dirawat di rumah sakit hanya 5 sampai 7 hari. Kemudian, 1 minggu lagi kontrol untuk memantau luka operasi. Setelahnya kontrol ke dokter jantung, fisioterapi akan dilakukan 6 minggu setelah operasi," katanya.
Bahkan setelah operasi dilakukan dan sudah lepas ventilator, pasien akan diminta untuk berdiri di samping tempat tidur. Sebab jantung harus segera dilatih, bukan setelahnya di rumah hanya tidur-tiduran atau bermalas-malasan.
"Harus banyak bergerak, namun dari yang teringan. Lakukan gerakan fisioterapi di rumah sakit, praktikkan kembali sehari-hari di rumah, sembari perbanyak jalan kaki, atau jogging ringan," katanya.
Dengan begitu, pasien akan kembali pulih, melakukan kegiatan sehari-hari seperti biasa. Sembari tetap menjaga asupan dan pola hidup yang sehat.
"Tidak merokok, kalau pada pasien komorbid seperti diabetes, hipertensi, kolesterol tinggi, tetap jaga agar angkanya tetap normal," ujarnya.
3. Kenali tanda-tanda gejala serangan jantung

Akmal mengungkapkan, tanda awal aliran darah yang menuju otot jantung berkurang yakni rasa nyeri dada, bisa berulang, ringan, kemudian hilang, dan akan muncul Kembali di kemudian hari.
"Sayangnya, rasa nyeri ini pada pasien komorbid, seperti pasien diabetes, nyeri yang dirasakan kadang tersamar, mereka nyebutnya sakit maag, karena ada sensasi heartburn, dikiranya sakit ulu hati saja," ujar Akmal.
Padahal yang terjadi, bisa saja sudah terjadi serangan jantung kronis. Yakni serangan jantung yang sudah lama terjadi, minimal sudah terjadi selama 2 minggu, hilang timbul.
Hal inilah yang bahaya, sebab lama kelamaan aliran darah menuju jantung bisa terhenti sepenuhnya dan berakibat fatal. Sehingga ditemukan adanya sumbatan di pembuluh darah yang sudah lebih dari 80 persen.
"Pembuluh darah menuju jantung itukan ada 3, 2 di kiri dan 1 di kanan. Kalau ditemukan sumbatan di ketiga pembuluh darah tersebut, maka sudah tidak bisa lagi pemasangan ring atau stent jantung, melainkan harus dilakukan bypass jantung," ujarnya.