Dugaan Korupsi Bansos di Lebak, Penanganan Polisi Sudah Maksimal

Pengamat menilai, ada keragu-raguan pada BPK Banten

Lebak, IDN Times - Pengamat kebijakan publik dari Front Politik Indonesia (FPI) Tamil Selvan mengatakan, penanganan kasus dugaan korupsi dana Bansos dan Belanja Tak Terduga (BTT) oleh mantan pejabat Dinas Sosial Kabupaten Lebak, sudah maksimal. Saat ini, kepolisian tengah menyelidiki kasus tersebut. 

Hal itu, kata Tamil, dibuktikan dengan dua kali ekspose yang dilakukan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Banten serta pemeriksaan beberapa saksi.

Tamil justru melihat ada keragu-raguan di tubuh BPK, sebab BPK sudah menemukan tidak adanya bukti pertanggungjawaban penyaluran bansos tahap pertama, serta pencairan dan penyaluran tahap kedua tanpa ada evaluasi dari tahap pertama.

"Bahkan oknum-oknum tertentu di Dinsos Lebak yang diduga terlibat juga telah diberhentikan, maka saya melihat tidak ada alasan bagi BPK untuk tidak memutuskan bahwa ada kerugian negara di sana," kata Tamil kepada IDN Times, Jumat (19/8/2022).

Baca Juga: Dugaan Korupsi Bansos di Lebak, Polisi Belum Tetapkan Tersangka

1. BPK harus beri perhatian khusus pada kasus ini

Dugaan Korupsi Bansos di Lebak, Penanganan Polisi Sudah MaksimalGedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). (wartapemeriksa.bpk.go.id)

Tamil mendesak agar BPK perwakilan Banten bisa memberikan perhatian khusus dalam peristiwa ini, jangan di awal memberi pernyataan yang mengundang persepsi adanya Tipikor, namun dalam pengesahannya melambat.

"Ini tentu akan menimbulkan persepsi publik bahwa BPK 'masuk angin'," kata Tamil.

1. Polisi tunggu hasil penghitungan kerugian negara dari BPK

Dugaan Korupsi Bansos di Lebak, Penanganan Polisi Sudah MaksimalIlustrasi Garis Polisi (IDN Times/Arief Rahmat)

Sebelumnya diberitakan, Kepolisian Resor Lebak belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi Belanja Bansos dan BTT yang dilakukan oleh pejabat di Dinas Sosial Lebak pada 2021 lalu.

Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi (Kanit Tipikor) Polres Lebak, Ipda Putu Ari Sanjaya Putra mengungkapkan, penetapan tersangka masih menunggu hasil audit penghitungan kerugian negara (PKN) oleh BPK.

"Kita sudah melakukan dua kali tahap ekspose pada BPK, setelah itu nanti BPK akan turun melakukan investigasi di lapangan. Setelah investigasi ke lapangan nanti keluarlah PKN," kata Ari kepada IDN Times, Selasa (9/8/2022).

Ari mengatakan, kasus ini mereka tangani setelah terjadi keramaian di media soal dugaan korupsi dana Bansos pada Maret hingga April 2022.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, disebutkan bahwa realisasi dana Bansos dan BTT ratusan juta rupiah berisiko disalahgunakan dan tidak diyakini penyalurannya.

Ari mengklaim, pihaknya sudah dua kali melakukan ekspose kasus ini dengan BPK. Namun, lanjutnya, BPK belum turun, belum mengkaji berkas yang pihaknya ajukan.

"BPK masih belum yakin ini, kecuali di sana ada kalimat menimbulkan kerugian negara. Kalo tafsir saya itu wajar, karena itu LHP bentuk dugaan yang belum bisa pasti dijawab oleh BPK," kata Ari.

Ari memastikan, pihaknya memproses penyelidikan kasus ini. Pihaknya pun sudah memeriksa sejumlah saksi. "Pemeriksaan sudah lengkap, tinggal menunggu audit kerugian negara," kata dia.

Ari menyebut, hingga kini pihaknya masih menunggu bukti sahih dari BPK soal dugaan penyelewengan dan bantuan untuk korban bencana ini. "Yang berbunyi, 'menimbulkan kerugian negara sebesar,' nah gitu. Prosesnya menunggu kerugian negara yang nanti dikeluarkan BPK," ungkapnya.

3. BPK: Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Tidak Terduga Lebak tidak seluruhnya disalurkan kepada penerima

Dugaan Korupsi Bansos di Lebak, Penanganan Polisi Sudah MaksimalIlustrasi petugas Kantor Pos memotret warga untuk data bukti penerima bantuan sosial tunai (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

Sebelumnya, BPK Perwakilan Banten menemukan, Belanja Bansos dan BTT Lebak itu  tidak seluruhnya disalurkan kepada penerima. Hal itu terungkap dalam LHP terhadap laporan keuangan Kabupaten Lebak tahun 2021. Kegiatan di atas merupakan bagian dari program berjudul Penanganan Bencana, Kegiatan Perlindungan Korban Bencana Alam dan Sosial kabupaten.

Bantuan ini disalurkan dalam dua tahap. Tahap pertama, dalam anggaran Belanja Bantuan Sosial. Sedangkan tahap kedua bersumber dari anggaran BTT

Salah satu temuan BPK adalah soal tidak adanya bukti pertanggungjawaban penyaluran tahap pertama. Bahkan, BPK menemukan bahwa pencairan dan penyaluran tahap kedua dilaksanakan tanpa ada pertimbangan atau evaluasi dari tahap pertama.

Kepala Dinas Sosial Kabupaten Lebak, Eka Dharmana Putra memastikan, pejabat terkait yang terlibat dalam persoalan ini sudah diberhentikan dari jabatan dan kedinasannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Sudah sejak enam bulan yang lalu, ET sudah diberhentikan sebagai ASN/PNS, jadi saat ini sudah tidak ada lagi hubungan kedinasan dengan kami," kata Eka kepada IDN Times, Selasa (9/8/2022).

Dalam laporannya, pencairan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) pada 19 Februari 2021 dan 23 April 2021 telah dilakukan oleh Kabid Penanganan Fakir Miskin, Perlindungan dan Jaminan Sosial selaku KPA dengan cek.

Pencairan Belanja Bansos (tahap 1) dan BTT (tahap II) masing-masing diperuntukkan kepada 51 dan 75 calon penerima sesuai usulan kegiatan.

"Namun berdasarkan hasil LHP Inspektorat Nomor 700/24-LHP.Riksus/ITDA/IX/2021 tanggal 27 September 2021 diketahui bahwa pencairan Belanja Bansos (tahap I) dan BTT (tahap II) tidak disalurkan kepada seluruh calon penerima," tulis BPK dalam laporannya.

Hal ini sesuai dengan uji petik yang dilaksanakan BPK kepada 7 calon penerima bansos tahap pertama, semuanya tidak pernah menerima bantuan. Sedangkan di tahap kedua, dari 19 calon penerima, diketahui 8 orang menerima bantuan dengan nilai total Rp15 juta. Sedangkan 11 calon penerima lainnya, tidak menerima bantuan.

Baca Juga: Mengenal Lebak Parahiang, Pernah Jadi Ibu Kota Lebak

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya