LPA: Banyak Kasus Kekerasan Seksual ke Anak Berujung 'Damai'

LPA Tangsel: keluarga korban harus tolak ajakan damai

Tangerang Selatan, IDN Times - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menyebut, banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak di Tangsel berakhir dengan perdamaian antara keluarga korban dan keluarga pelaku.

Ketua LPA Tangsel, Isram menegaskan, kasus-kasus anak--terlebih kasus persetubuhan-- seharusnya tidak boleh dimediasi oleh siapapun.

Baca Juga: Orangtua di Serang Tega Lakukan Kekerasan Seksual pada Anak

1. LPA: keluarga korban jangan mau diajak berdamai dengan tersangka, bahkan dengan imbalan

LPA: Banyak Kasus Kekerasan Seksual ke Anak Berujung 'Damai'Ilustrasi Prostitusi (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurutnya, kasus persetubuhan anak tersebut tergolong kasus yang harus disanksi seberat-beratnya. Maka itu, dia meminta para keluarga korban untuk tidak mau berdamai dengan pelaku kekerasan seksual.

“Kasus asusila atau persetubuhan terhadap anak di bawah umur, itu gak ada toleransi, harus naik perkaranya. Jangan sampai harga diri seseorang (korban) itu dihargai dengan materil, itu gak bisa (berdamai),” ujarnya, Selasa (20/4/2021).

2. Kalau kasus kekerasan seksual berakhir damai, mental korban akan terganggu

LPA: Banyak Kasus Kekerasan Seksual ke Anak Berujung 'Damai'Ilustrasi Rudapaksa (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurut Isram, kasus kekerasan seksual terhadap anak itu berbeda dengan kasus-kasus kekerasan terhadap anak. Kasus kekerasan seksual, Isram menjelaskan, akan sangat berdampak kepada psikologis dan mental anak di kemudian hari.

“Biasanya terjadinya penganiayaan terhadap anak, sehingga dilakukan perdamaian. Tapi kalau persetubuhan, itu harus naik ke meja hijau. Karena apa, dampak yang ditimbulkan akan mengganggu psikologis dan mental anak. Jadi tidak bisa didamaikan,” ungkapnya.

3. Kasus kekerasan seksual terhadap sering berhenti karena 'damai'

LPA: Banyak Kasus Kekerasan Seksual ke Anak Berujung 'Damai'Ilustrasi pemerkosaan (IDN Times/Mardya Shakti)

Beberapa kasus yang disinyalir berhenti pada satu instansi, menurut Isram, itu biasanya terjadi karena kurangnya pemantauan dari lembaga-lembaga yang berkecimpung dalam hal perlindungan anak.

Sehingga, lanjutnya, bisa saja terjadi 'perdamaian', tanpa pemberitahuan kepada lembaga-lembaga itu.

“Bisa sangat bisa (berdamai tanpa pemberitahuan). Tapi ini yang keliru. Ketika memang persoalan itu sudah diselesaikan para pihak itu sendiri, harusnya dibuat laporan kan gitu. Dibuat berita acaranya bahwa mereka (korban dan pelaku) telah berdamai,” terangnya.

Berdasarkan informasi yang diterima, sedikitnya ada 20 kasus kekerasan dan persetubuhan terhadap anak yang saat ini masih ditangani oleh Kepolisian.

Baca Juga: Naik Taksi Online, Pasien COVID-19 Asal Tangsel Dirawat di Wisma Atlet

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya