Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Waspada Aneurisma Otak Bisa Sebabkan Kematian Mendadak, Ini Gejalanya

Dok. Mandaya Royal Hospital Puri
Intinya sih...
  • Aneurisma otak adalah benjolan di pembuluh darah otak yang bisa pecah dan menyebabkan pendarahan otak atau stroke.
  • 90% pengidap aneurisma tidak merasakan gejala, sehingga skrining dini dengan MRI atau MRA sangat penting.
  • Pemeriksaan lanjutan dengan DSA dapat dilakukan untuk diagnosis dan terapi penyumbatan aliran darah ke benjolan aneurisma.

Tangerang, IDN Times - Aneurisma otak merupakan kondisi terbentuknya benjolan di pembuluh darah otak yang berbentuk seperti balon. Kelainan itu muncul akibat melemahnya dinding pembuluh darah.

Jika tidak segera ditangani, benjolan tersebut bisa pecah dan menyebabkan pendarahan otak, sehingga memicu stroke atau bahkan kematian. Mardjono Tjahjadi, Dokter Spesialis Bedah Saraf Subspesialis Pembuluh Darah Mandaya Royal Hospital Puri mengatakan, aneurisma otak biasanya terjadi pada orang berusia lanjut, namun bisa juga terjadi di usia muda. 

"Risiko seseorang terkena aneurisma akan meningkat pada perempuan, usia 40 tahun ke atas, punya kebiasaan merokok, dan memiliki tekanan darah tinggi," kata dokter yang biasa disapa atau Joy itu, Kamis (19/12/2024).

1. Gejala aneurisma otak sulit dideteksi

Ilustrasi sakit kepala (pexels.com/Leeloo Thefirst)

Berdasarkan statistik, kata Joy, 1 dari 50 orang memiliki aneurisma, hanya saja, seringkali kondisi ini tidak memicu gejala apa pun hingga pada akhirnya kondisinya memburuk tanpa penanganan atau ketika pembuluh darah sudah pecah. Padahal, jika aneurisma sudah pecah, maka kesempatan hidup hanya ada 50 persen. 

"Hampir 90 persen pengidap aneurisma tidak merasakan gejala apapun," kata Joy. 

Meski demikian, secara umum, gejala yang dapat timbul saat benjolan sudah pecah, antara lain mual dan muntah, leher kaku, penglihatan kabur, kelopak mata turun, dan beberapa orang mengalami pingsan.

2. Skrining dini diperlukan untuk deteksi aneurisma otak

Ilustrasi pindaian otak (pexels.com/Anna Shvets)

Sehingga, skrining atau pemeriksaan dini perlu dilakukan, misalnya dengan cek MRI (Magnetic Resonance Imaging) atau MRA (Magnetic Resonance Angiography).

"Supaya jika ternyata ada benjolan, bisa segera ditangani sebelum pecah," jelasnya.

Apabila setelah pemeriksaan MRI dan MRA tampak ada kelainan bentuk yang dicurigai sebagai benjolan aneurisma, maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan DSA  atau Digital Subtraction Angiography. DSA adalah prosedur pemeriksaan pembuluh darah dengan menggunakan cairan kontras dan x-ray yang hasil pemeriksaannya dapat dilihat langsung di komputer dengan sangat jelas tanpa terhalang jaringan tulang.

"Prosedur DSA selama ini dikenal sebagai prosedur cuci otak. Namun istilah ini sebetulnya kurang tepat. Pada dasarnya, DSA memang tidak hanya bisa dilakukan untuk diagnosis, tapi juga untuk pengobatan," tuturnya.

Pada terapi DSA, dokter akan memasukkan koil atau kawat kecil ke pembuluh darah di otak dan diarahkan ke dalam benjolan untuk menyumbat aliran darah ke area tersebut, sehingga darah tetap mengalir sesuai jalur normalnya. 

"Ketika benjolan di pembuluh darah tersebut dipenuhi dengan kawat dan tidak mendapat aliran darah baru, maka benjolan tidak lagi bisa berkembang hingga pecah," katanya.

3. Penanganan aneurisma otak juga bisa dilakukan dari luar

Ilustrasi pindaian otak (freepik.com/kjpargeter)

Selain dengan DSA, lanjut Joy, penyumbatan benjolan aneurisma juga dapat dilakukan dari luar. Dokter akan membuka sedikit jaringan di area pelipis lalu dengan alat tertentu, benjolan akan dijepit, sehingga tidak ada lagi aliran darah yang masuk ke area tersebut. Pemilihan perawatan dengan DSA maupun penyumbatan dari luar akan disesuaikan dengan kondisi pasien, termasuk usia serta lokasi, ukuran, dan bentuk benjolan.

“Aneurisma bisa disembuhkan. Selama ditangani sebelum pecah, maka pasiennya nanti bisa beraktivitas kembali. Sayangnya, kebanyakan orang datang ke dokter setelah aneurisma bocor atau pecah,” terang Joy.

Melihat kondisi ini, maka skrining untuk aneurisma disarankan untuk dilakukan secara teratur. Selain itu, perubahan gaya hidup dengan berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol, mengonsumsi makanan sehat, dan olahraga teratur juga dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terkena aneurisma.

"Di Indonesia sendiri 99 persen pasien datang ke dokter dalam kondisi aneurisma sudah pecah, makanya skrining sangat diperlukan agar bisa tertangani lebih awal," kata dia. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ita Lismawati F Malau
EditorIta Lismawati F Malau
Follow Us