Penipuan Proyek Meubel di Dindik Serang, Pengusaha Rugi Rp500 Juta

- Dua orang ditangkap dalam kasus penipuan proyek fiktif pengadaan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Serang.
- Korban mengalami kerugian Rp500 juta akibat pemintaan uang oleh tersangka untuk memuluskan pekerjaan.
- Tersangka menggunakan akun palsu untuk menyetujui paket pekerjaan palsu dengan penerimaan uang sebesar Rp75 juta dan Rp400 juta.
Serang, IDN Times - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten menangkap dua orang dalam dugaan penipuan proyek fiktif pengadaan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindik) Kabupaten Serang. Keduanya berinisial JM (43) dan SA (49).
Sementara itu, dua korban bernama Revien Hans Christian Iskandar dan Vendy Andireja mengalami kerugian Rp500 juta.
"Tersangka mengaku mempunyai kenalan orang dalam Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Serang yang bisa membantu klik atau memilih PT milik korban menjadi yang dipilih sebagai pengadaan barang dan jasa," kata Dirreskrimum Polda Banten, Kombes Pol Dian Setyawan, Senin (14/5/2025).
1. Korban dijanjikan dapat proyek di Dindik Serang

Kasus ini berawal pada 4 Februari 2025, ketika Revien Hans Christian Iskandar diajak oleh Vendy Andireja untuk bertemu dengan seorang bernama Hana dan timnya salah satu hotel di Kota Serang. Di sana, Hana memperkenalkan korban kepada JM selaku pihak yang bisa membantu PT Reja Langgeng Abadi mendapat paket pekerjaan pengadaan meubelair di Dindik Kabupaten Serang.
Bahkan, pada pertemuan tersebut tersangka JM sempat meminta uang Rp30 juta kepada korban agar pekerjaan segera diklik.
"Namun ketika itu Vendy Andireja menolak, karena ingin agar akun Dinas Pendidikan Kabupaten Serang mengklik PT Reja Langgeng Abadi pada e-Katalog terlebih dahulu, baru ia akan menyerahkan uang,” katanya.
2. Korban memberikan uang Rp500 juta agar pekerjaan segera diklik

Selanjutnya pada 17 Februari 2025, tersangka JM menghubungi Revien Hans Christian Iskandar dan menyampaikan bahwa akun Dindikbud Serang sudah mengklik PT Reja Langgeng Abadi pada situs e-Katalog untuk pengadaan meubelair.
Setelah Revien mengecek, memang ada notifikasi akun PPK atas nama Christiansyah Pagua Amran mengklik akun PT Reja Langgeng Abadi sebagai penyedia pengadaan meubel.
"Setelah itu tersangka JM meminta uang dengan alasan untuk orang dinas, selanjutnya Vendy Andireja mengirimkan uang ke rekening yang diberikan oleh JM senilai Rp 25 juta via m-banking, penerima atas nama Lili Chalimatus Sa Diah," katanya.
Selanjutnya pada 18 Februari 2025, JM menginformasikan kepada Revien bahwa akun PPK Christiansyah Pagua Amran tengah memproses paket pekerjaan.
"Di hari yang sama JM kembali menyampaikan kepada Revien Hans Christian Iskandar akun tersebut mengajukan negosiasi harga dan Revien Hans Christian Iskandar setujui di hari itu juga,” katanya.
Sehari kemudian, JM memberitahu Revien bahwa akun PPK Christiansyah Pagua Amran telah menyetujui harga dan telah menyelesaikan negosiasi dengan PT Reja Langgeng Abadi asalkan kembali menyerahkan uang.
Lalu Vendy Andireja mengirimkan uabg senilai Rp75 juta via m-banking, penerima atas nama Lili Chalimatus Sa Diah dan senilai Rp400 juta ke rekening JM.
"Selanjutnya akun tersebut menyetujui paket dengan catatan ‘harap diproses sesuai dengan aturan yang berlaku'," katanya.
3. Akun PPK Dindik Serang yang mengklik ternyata bodong

Namun setelah itu, Dinas Pendidikan Kabupaten Serang melalui akun PPK Christiansyah Pagua Amran tak kunjung meng-upload surat pesanan untuk PT Reja Langgeng Abadi sebagai pemenang proyek pengadaan meubel.
"Sampai dengan tanggal 26 Februari 2025, Vendy Andireja merasa curiga terhadap pesanan tersebut dan mengajak Revien untuk mendatangi kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Serang," katanya.
Setelah mendatangi kantor Dindikbud Serang baru diketahui pesanan pengadaan meubelaur yang diterima oleh PT Reja Langgeng Abadi melalui akun PPK Christiansyah Pagua Amran adalah fiktif. "Korban yang tak terima melaporkan kasus itu ke polisi," katanya.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka dinerat Pasal 378 KUHPidana dan Pasal 28 Ayat (1) Jo Pasal 45 Ayat (2) Undang – Undang No 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang – Undang No 11 tahun 2008 tentang transaksi elektronik Jo Pasal 55 KUHPidana dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.