Rumah Lengkong dan Bercak Darah Serdadu di Serpong Tangsel

76 tahun lalu, pertempuran pecah di Rumah Lengkong

Tangerang Selatan, IDN Times - Apa yang terbersit di benak kamu jika mendengar nama Bumi Serpong Damai (BSD)? Mungkin yang pertama terbayang pasti perumahan elite, pusat bisnis, dan perkantoran modern.

Di balik itu, siapa sangka wilayah tersebut dulunya adalah medan pertempuran para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan loh. Bertepatan hari ini (25/1/2022), 76 tahun lalu, sebuah pertempuran pecah dan menewaskan putra-putra terbaik bangsa. 

Salah satu saksi bisu pertempuran itu adalah Rumah Lengkong. Di tengah hiruk-pikuk modernisasi, bangunan bersejarah ini luput dari perhatian publik.

Rumah Lengkong ini berada di wilayah Lengkong, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel). Lokasinya menjadi satu dengan Monumen Palagan Lengkong yang berada persis di pintu masuk Damai Indah Golf. Bahkan Taman Daan Mogot dalam wilayah monumen tersebut menjadi area terdepan perumahan Bukit Golf Terrace BSD City.

1. Terbunuhnya Mayor Daan Mogot di Lengkong Serpong

Rumah Lengkong dan Bercak Darah Serdadu di Serpong TangselIDN Times/M Iqbal

Dihimpun dari berbagai sumber, keberadaan Rumah Lengkong tak bisa dipisahkan dari nama besar Mayor Daan Mogot-- yang kini namanya diabadikan menjadi nama jalan penghubung Tangerang dan Ibu kota Jakarta.

Bernama lengkap Elias Daniel Mogot, dia adalah anggota Tentara Keamanan Rakyat atau TKR.  

Kisah heroik itu bermula ketika Mayor Daan Mogot, 2 perwira berpangkat mayor, dan 70 taruna yang tergabung dalam Resimen IV ditugaskan untuk melucuti senjata tentara Jepang di Lengkong Tangerang pada pada 25 Januari 1946.

Ketika itu Jepang telah resmi dinyatakan kalah dari Sekutu dalam Perang Dunia II. Misi pasukan Mayor Daan Mogot adalah untuk mencegah senjata Jepang jatuh ke tangan Belanda yang berkedudukan di Bogor.

Pelucutan senjata ini bukan tanpa sebab. Resimen IV--yang dulu sebagai penjaga keamanan setelah kemerdekaan di Tangerang--menilai harus melucuti senjata Jepang di Lengkong karena pasukan sekutu Belanda dan Inggris saat itu sudah menduduki Parung Bogor.

“Tersiarnya kabar bahwa Belanda yang berkedudukan di Bogor akan menduduki Parung, kemudian Lengkong, mengancam kedudukan TKR di Tangerang,” demikian tertulis di papan Monumen Palagan Lengkong.

Sesampainya di markas Jepang, yang kini bernama Rumah Lengkong, Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo, dan seorang taruna yang fasih berbahasa Jepang bernama Sajoeti bertemu dengan Kapten Abe, pimpinan tentara Jepang di Lengkong.

Puluhan taruna lainnya menunggu di luar di bawah pengawasan Lettu Soebianto dan Lettu Soetopo, yang bersiap melucuti senjata Jepang. Namun, semua berubah, ketika terdengar suara letusan tembakan dan pecahlah aksi saling tembak karena tentara Jepang menganggap pelucutan itu adalah penyergapan.

“Tentara yang panik dan mengira diserang serentak, menembak pasukan TRI Resimen 4. Para taruna yang tidak menyangka terjadi peristiwa itu berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Pertempuran tersebut berakhir dengan menelan korban 34 taruna, dan 3 perwira, termasuk Mayor Daan Mogot,” demikian keterangan dalam sebuah papan Monumen Palagan Lengkong.

Baca Juga: Makna Pahlawan Bagi Cucu Mayor Daan Mogot 

2. Jasad pahlawan yang gugur dipindah ke markas Resimen IV yang kini menjadi TMP Taruna Tangerang

Rumah Lengkong dan Bercak Darah Serdadu di Serpong TangselIDN Times/M Iqbal

Mereka yang gugur di tempat tersebut awalnya dimakamkan di sekitar hutan karet di dekat Markas Jepang. Para serdadu Jepang menyuruh para taruna yang menjadi tawanan mengubur temannya sendiri yang gugur.

Namun, setelah perundingan yang dilakukan pihak Indonesia dengan Jepang, jasad para pejuang tersebut dipindah ke dekat markas Resimen IV. Kini, tempat tersebut  dikenal sebagai Tempat Makam Pahlawan (TMP) Taruna.

3. Rumah Lengkong dan monumen Daan Mogot sepi dalam keramaian

Rumah Lengkong dan Bercak Darah Serdadu di Serpong TangselRumah Lengkong Tangsel (IDN Times/M Iqbal)

Sejarawan Tangerang TB Sos Renda mengatakan, di Lengkong kini hanya tersisa dua bangunan peninggalan markas Jepang. Rumah tersebut terawat dan masih asli. Di sisi kanan rumah, terdapat monumen lengkap nama-nama pejuang yang gugur dan sebuah bait lagu untuk mengenang peristiwa Lengkong.

Mirisnya, di tengah keasrian lokasinya, saksi sejarah itu terlihat kesepian di tengah ramainya kota modern BSD.

“Untuk Rumah Lengkong sebagai saksi bisu pertempuran Daan Mogot melawan Jepang, kondisinya saat ini terawat tapi tidak ada isinya sedikit pun, hanya sisa bercak darah manusia yang susah dihilangkan, kondisinya bisa dibilang kesepian,” kata TB Sos Renda ketika diwawancarai, beberapa waktu lalu. 

Baca Juga: Potret Museum TMP Taruna, Peristirahatan Terakhir Mayor Daan Mogot

4. Belum ada perda, situs sejarah itu terancam laju pembangunan

Rumah Lengkong dan Bercak Darah Serdadu di Serpong TangselIDN Times/M Iqbal

Belum adanya peraturan daerah (perda) untuk menjaga atau memanfaatkan peninggalan-peninggalan sejarah di Tangerang Selatan, menurut TB Sos Renda, membuat tempat bersejarah seperti Rumah Lengkong terancam keberadaannya oleh pembangunan pesat di daerah itu.

"Sebelumnya ada rencana menjadikannya museum, sampai saat ini belum terealisasi karena perdanya belum jadi-jadi. Tapi kalau masyarakat ingin melihat bangunan tersebut, mereka bisa datang langsung tapi hanya bisa melihat dari luar, karena memang didalamnya kosong hanya ada sisa bekas darah yang tidak bisa dihapus di lantai," kata dia.

Sementara itu, Sri Lintang Rossi Aryani, Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangsel, yang membidangi persoalan ini mengatakan, untuk pelestarian cagar budaya tidak melulu dilandaskan peraturan daerah.

"Semua tidak perlu di perda kan, anggaran jangan dihamburkan," kata dia.

"Kita memang belum ada perda yang secara rinci membahas soal cagar budaya seperti situs sejarah. Sempat ada usulan dengan judul Perda Kebudayaan, tapi sampai saat ini belum ada pembahasan karena hanya usulan" kata Sri.

Topik:

  • Sunariyah
  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya