Petani di Cimarga Sulit Berladang, Diduga Diintimidasi Ormas

Intinya sih...
- Petani di Lebak mengalami serobotan lahan oleh ormas, membuat mereka takut untuk pergi ke ladang.
- Lahan yang diserobot tersebut menjadi sumber penghidupan bagi petani, sehingga mereka terpaksa bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
- Warga berharap ada keadilan hukum dari laporan yang telah dilayangkan ke polisi terkait dugaan intimidasi ini.
Lebak, IDN Times - Sudah tiga bulan, petani berinisial terpaksa tak pergi ke ladang. Warga 56 tahun asal Desa Gunung Anten di Cimarga, Kabupaten Lebak itu mengaku ladangnya diserobot kelompok organisasi masyarakat atau ormas.
A mengatakan, pihak ormas hanya menggunakan sebagian lahannya untuk mendirikan Sekretariat, namun dia takut kalau kembali ke ladang mendapat intimidasi. A juga merasa khawatir ketika lahannya dipasang bendera Ormas, dia segan mendekat.
“Takut aja gitu. Enggak dikejar-kejar, tapi mereka kan intimidasi langsung ke pengurus. Jadi kitanya takut juga ke ladang,” kata A, dikutip Rabu (26/2/2025).
1. Lahannya digunakan ormas untuk membangun sekretariat
Padahal, di lahannya yang seluas 8.760 meter persegi telah ditanam beberapa komoditas pangan yang menjadi sumber kehidupannya.
Kini, setelah tak berladang, A bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Kadang dia bekerja ketika disuruh mengerjakan sesuatu dan diberi upah. Dia juga menumpang menanam komoditas tani di lahan tetangganya.
“Banyak yang ditanam. Palawija, jahe, kunyit, rambutan, lengkuas. Sekarang tidak keurus, sudah ditebang sama mereka,” katanya.
Bagi warga Gunung Anten, alam adalah kesejahteraan yang telah memberikan segalanya, terutama hutan yang menjadi sumber kehidupan. Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani.
“Sekarang lahannya sudah tidak keurus. Karena ada ormas,” kata A.
2. A berharap polisi bisa berikan keadilan dari kasus ini
Meski demikian, A tidak pasrah begitu saja. Dia berharap ada keadilan hukum dari laporan yang telah dilayangkannya ke polisi terkait dugaan intimidasi ini.
Serupa dengan A, lahan S seluas 4.045 meter persegi juga diserobot ormas yang sama. Petani perempuan tahun itu pun hanya mengelus dada ketika tanamannya dirusak oleh sekelompok ormas dan menancapkan bendera. Hal ini pun membuatnya takut pergi ke ladang.
“Ditebang-tebang tanaman saya, saya jadi takut,” kata S.
Meski begitu, S masih tetap bertani, namun bukan dilahannya yang diserobot itu. Melainkan lahan milik suaminya. Sehingga, S masih bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil tani.
“Lahan suami ini sama, LPRA juga. Jadi sah ada sertifikatnya,” katanya.
3. P2B sebut ormas tiba-tiba minta lahan untuk sekretariat
Omo, petani yang juga anggota Pergerakan Petani Banten (P2B) mengatakan awalnya ormas tersebut meminta lahan untuk dijadikan sekretariat. Namun, petani menolak karena yang diminta itu adalah lahan garapan.
Omo mengaku telah memberikan pemahaman kepada ormas kalau lahan itu sah milik petani dan bersertifikat. Para anggota ormas ini kemudian bersikukuh ingin mendirikan sekretariat di lokasi itu. Tanpa adanya persetujuan, lantas ormas itu tetap mendirikan sekretariat di lahan milik A yang diikuti menyerobot lahan milik S.
“Besok saya mau mulai pasang fondasi, coba aja besok kalau ada yang mengganggu waktu pasang fondasi, pokoknya siap-siap ribut,” ucap Omo menirukan kalimat yang dilontarkan ormas.
Tak ingin memperkeruh suasana untuk mencegah konflik fisik, Omo memilih tenang dan membiarkannya. Sembari, menunggu tindak lanjut dari laporan yang sebelumnya telah dilayangkan.